SEPERTI halnya Ancol, kawasan Pluit dan Muara Karang dulu hampir
tak pernah dijamah. Tempat "jin buang anak" itu memang hanya
terdiri dari tanah becek, paya-paya dan belantara bakau.
Pantainya pun amat kotor.
Maka adalah Endang Widjaja, Dirut PT Jawa Building Indah Co.
Kepadanya diserahkan 100 Ha untuk perumahan, sementara yang 35
Ha disediakan untuk peremajaan. Tanah BPO Pluit sendiri yang
berupa paya-paya dan belantara bakau seluas 810 Ha, 285 Ha di
antaranya untuk perindustrian yang memang sudah lama ada.
Beberapa puluh Ha lainnya untuk tempat rekreasi, jalan, jalur
hijau, fasilitas sosial seperti pasar.
Semula dari 2.09 rumah yang dibangun, tak satu pun yang
direncanakan sebagai rumah murah. Menyadari kesalahan itu,
dibentuklah BPO Muara Karang. Dan Endang Widjaja jugalah yang
menyelesaikan perumahan murah untuk nelayan. Hasilnya tak begitu
memuaskan. Itu pun baru dilaksanakan setelah terjadi bentrokan
dengan bekas penghuni yang kena gusur. "Dan tentu saja sempat
menggelisahkan penghuni baru," kata seorang pejabat DKI.
Seorang pengusaha di sana juga mengeluh akibat pemukiman baru
itu. Industriawan Pluit, yang semula punya buruh-buruh yang
tinggal berdekatan dengan pabrik, menyatakan terkena getahnya.
"Setelah digusur, buruh tinggal jauh dari pabrik. Dan ternyata
membuat biaya produksi jadi mahal," kata seorang pengusaha di
sana.
Di jalan Pluit Selatan, berdiri megah (dan unik) kantor PT Jawa
Building Indah Co, berdampingan dengan kantor Bank Bumi Daya
cabang Pluit yang pimpinannya sudah diganti. Gedung megah warna
merah bata itu berhadapan dengan kantor BPO Pluit yang luas tapi
tak menyolok. Di kawasan pemukiman baru itu, rata-rata tak
mencantumkan papan nama, kecuali dokter yang buka praktek di
sana. Dan hanya beberapa rumah saja yang menuliskan nomornya.
Empat gudang panjang milik PT Jawa Building penampung bahan baku
bangunan -- dengan sejumlah alat besar seperti mesin giling,
truk dan beton mollen -- tampak tak terawat: Karyawannya yang
2.000 orang, meski masih digaji, kini tak punya pegangan pasti.
Ada beberapa yang kini hanya duduk bergerombol atau
tidur-tiduran saja.
"Kami nganggur sejak September tahun lalu. Kalau alat-alat besar
seperti mesin giling itu dibiarkan terus, tentu jadi besi tua,"
kata seorang pegawai. Ada yang dipecat? Dulu memang ada 13 5
karyawan yang diberhentikan. Tapi karena ada teguran dari BPO
Pluit mereka dipekerjakan lagi, meski hanya duduk-duduk saja di
gudang.
Pipa-pipa penyedot lumpur dari Muara Angke -- yang digunakan
menimbun empang dan rawa -- tampah cerai-berai. Muara Angke
sendiri telah dipotong deltanya. Kapal keruknya, entah
jalan-jalan ke mana. Di beberapa tanah kosong terpampang papan
berhuruf merah "Dilarang Membangun." Dan di setiap petak empang
"Dilarang Memancing Di Dalam Kompleks BPO Pluit."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini