Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dari Paya Ke Puri

Kawasan muara karang yang terdiri dari tanah becek, paya-paya & belantara bakau, seluas 100 ha telah diubah PT Jawa Building Indah Co menjadi daerah perindustrian dan pemukiman. Kini menjadi terbengkalai.(kt)

24 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI halnya Ancol, kawasan Pluit dan Muara Karang dulu hampir tak pernah dijamah. Tempat "jin buang anak" itu memang hanya terdiri dari tanah becek, paya-paya dan belantara bakau. Pantainya pun amat kotor. Maka adalah Endang Widjaja, Dirut PT Jawa Building Indah Co. Kepadanya diserahkan 100 Ha untuk perumahan, sementara yang 35 Ha disediakan untuk peremajaan. Tanah BPO Pluit sendiri yang berupa paya-paya dan belantara bakau seluas 810 Ha, 285 Ha di antaranya untuk perindustrian yang memang sudah lama ada. Beberapa puluh Ha lainnya untuk tempat rekreasi, jalan, jalur hijau, fasilitas sosial seperti pasar. Semula dari 2.09 rumah yang dibangun, tak satu pun yang direncanakan sebagai rumah murah. Menyadari kesalahan itu, dibentuklah BPO Muara Karang. Dan Endang Widjaja jugalah yang menyelesaikan perumahan murah untuk nelayan. Hasilnya tak begitu memuaskan. Itu pun baru dilaksanakan setelah terjadi bentrokan dengan bekas penghuni yang kena gusur. "Dan tentu saja sempat menggelisahkan penghuni baru," kata seorang pejabat DKI. Seorang pengusaha di sana juga mengeluh akibat pemukiman baru itu. Industriawan Pluit, yang semula punya buruh-buruh yang tinggal berdekatan dengan pabrik, menyatakan terkena getahnya. "Setelah digusur, buruh tinggal jauh dari pabrik. Dan ternyata membuat biaya produksi jadi mahal," kata seorang pengusaha di sana. Di jalan Pluit Selatan, berdiri megah (dan unik) kantor PT Jawa Building Indah Co, berdampingan dengan kantor Bank Bumi Daya cabang Pluit yang pimpinannya sudah diganti. Gedung megah warna merah bata itu berhadapan dengan kantor BPO Pluit yang luas tapi tak menyolok. Di kawasan pemukiman baru itu, rata-rata tak mencantumkan papan nama, kecuali dokter yang buka praktek di sana. Dan hanya beberapa rumah saja yang menuliskan nomornya. Empat gudang panjang milik PT Jawa Building penampung bahan baku bangunan -- dengan sejumlah alat besar seperti mesin giling, truk dan beton mollen -- tampak tak terawat: Karyawannya yang 2.000 orang, meski masih digaji, kini tak punya pegangan pasti. Ada beberapa yang kini hanya duduk bergerombol atau tidur-tiduran saja. "Kami nganggur sejak September tahun lalu. Kalau alat-alat besar seperti mesin giling itu dibiarkan terus, tentu jadi besi tua," kata seorang pegawai. Ada yang dipecat? Dulu memang ada 13 5 karyawan yang diberhentikan. Tapi karena ada teguran dari BPO Pluit mereka dipekerjakan lagi, meski hanya duduk-duduk saja di gudang. Pipa-pipa penyedot lumpur dari Muara Angke -- yang digunakan menimbun empang dan rawa -- tampah cerai-berai. Muara Angke sendiri telah dipotong deltanya. Kapal keruknya, entah jalan-jalan ke mana. Di beberapa tanah kosong terpampang papan berhuruf merah "Dilarang Membangun." Dan di setiap petak empang "Dilarang Memancing Di Dalam Kompleks BPO Pluit."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus