ANCAMAN Federasi Atletik Amatir Internasional (IAAF) terus
membayangi pembukaan Asian Games VIII akhir pekan ini di
Bangkok. Sikap sebagian pesertanya bimbang sekali sebelum
berangkat dari negeri masing-masing.
Di Tokyo, pekan lalu, IAAF memutuskan untuk tetap mengirimkan
atlit utama mereka, sekalipun dihadapkan pada risiko tidak
diperkenankan ambil bagian dalam Olympiade Moskow, 1980, atau
kejuaraan internasional lainnya yang direstui IAAF.
Presiden IAAF Hanji Aoki, mengatakan bahwa IAAF telah
mengambil sikap kompromi terhadap kesepakatan mereka sebelumnya.
"IAAF tidak akan menskors peserta atletik Asian Games VIII,
lebih lama dari 6 bulan," cerita Aoki. Namun dari markas IAAF di
London, tak ada terbetik cerita demikian. Mereka baru akan
bersidang Januari.
Sehubungan dengan itu Sekjen Komite Olympiade Indonesia, Suworo
mengatakan bahwa negara-negara seperti Saudi Arabia, Irak,
Persatuan Emirat Arab, Bahrain, bahkan Muangthai sendiri masih
belum menyampaikan formulir pendaftaran mereka, apakah ikut
atletik atau tidak. "Padahal pendaftaran sudah ditutup 24
Nopember," ujar Suworo. Ia menerima kabar itu 4 hari selepas
batas pemasukan formulir.
Lain ceritanya dengan kontingen Hongkong. Mereka telah
memastikan tidak akan mengikuti nomor atletik. Sikap Indonesia?
"PASI tetap tidak akan mengutus atlit terbaiknya ke Bangkok,"
kata Ketua Bidang Organisasi PASI, Bob Hasan. Tapi ia
membantah bahwa yang dikirimkan adalah atlit 'kelas tiga'.
"PASI tidak pernah membedakan atlitnya dalam kelas-kelas,"
tambah Hasan. Atlit pengganti yang diutus PASI adalah Ready Dono
Basuki, M. Hatta, Suwandi, M. Nasir, dan Widyanto.
Keputusan PASI, yang semula akan mengirimkan Jeffry
Mathelehamual dkk yang telah dipersiapkan di pelatnas. telah
dipergunjingkan orang. Cheryl Dorall, bekas pelari Malaysia,
menulis dalam koran The New Straits Times: Indonesia berarti
telah memisahkan diri dari Asia yang menentang keputusan IAAF.
Ia melukiskan bahwa Ready Dono Basuki dkk sebagai atlit 'tidak
bermutu', dibanding dengan mereka yang digantikan. "Adalah
sangat ironis, beberapa bulan lalu setiap orang merasa cemas
Jepang tidak akan mengirimkan atlit terbaik," tulis Dorall.
"Nyatanya mereka datang dengan olahragawan nasional, di
antaranya terdapat pemegang rekor Asia."
Dorall tidak melihat adanya perbedaan kondisi antara Indonesia
dan Jepang. Bukankah Jepang tidak terlibat dalam soal SEA Games
X di Jakarta tahun depan?
Kontingen Jepang, terdiri dari 375 atlit dan ofisial, berharap
bisa merajai pengumpulan medali dalam AG VIII. "Kami akan
menyapu semua medali emas dari kolam renang," kata Yoshihiro
Hamaguchi, manajer tim renang Jepang. Medali emas yang
diperebutkan dari kolam renang jumlahnya 29 buah. Dari AG VII di
Teheran, 1974, mereka merenggut 22 kemenangan. Dari atletik,
mereka berharap lebih dari 10 medali emas -- jumlah yang
diperoleh mereka 4 tahun lalu.
Pasti RRC mempunyai niat yang sama dengan Jepang Ingin tampil
sebagai yang terbaik. Kontingen RRC datang dengan 289 atlit
untuk mengikuti 15 dari 19 cabang olahraga yang dipertandingkan.
Sekitar 70% dari mereka baru pertama kali turun di arena
internasional. Harapan RRC terutama di tenis meja dan
bulutangkis.
Di bawah kontingen Jepang dan RRC, persaingan bukan tak ketat
pula. Malaysia, misalnya, berharap dapat meraih 5 medali emas
dari cabang hockey, sepakbola, atletik, menembak dan panahan.
Di nomor atletik, harapan medali emas dilimpahkan pada Mubarak,
bintang Malaysia untuk ]10 m gawang. Singapura dengan 61 atlit
meletakkan harapan pada perenang Junie Sng dan pelari K.
Jayamani.
Lantas di mana kedudukan Indonesia? Ketua Harian KONI Pusat,
Suprayogi menduga, Indonesia berada dalam tingkatan yang sama
dengan India, Korea Utara dan Korea Selatan. Tapi Supra yogi
menolak untuk meramalkan berapa jumlah medali emas yang akan
diboyong Indonesia. "Yang jelas kita kehilangan peluang untuk
meraih 4 medali emas," kata Ketua Perpani, Suwoto Sukendar.
Empat medali emas yang diperkirakan Sukendar adalah dari
pertandingan nomor-nomor jarak dalam panahan. Di AG VIII, mata
lomba ini dihapuskan.
Harapan besar Indonesia untuk medali emas agaknya cuma tersisa
pada cabang bulutangkis dan tenis. Dalam AG VII, kedua cabang
itu memberi Indonesia 3 medali emas -- masing-masing atas nama
pasangan Tjuntjun/Johan Wahyudi (bulutangkis), Christian/Regina
Masli (bulutangkis) dan nyonya Lita iugiarto (tenis).
"Pokoknya, kita akan pulang dengan hasil yang lebih baik dari
Teheran," kata Suprayogi. Dari setiap cabang yang diikuti,
katanya, minimal Indonesia harus bisa menempati urutan 3 Besar.
Indonesia mengikuti 11 cabang olahraga: bulu tangkis, renang,
tinju, anggar, tenis, atletik, tenis meja, angkat besi, balap
sepeda, menembak dan panahan.
Tapi harapan itu tampaknya sulit untuk dicapai. Tim tenis meja
Indonesia misalnya, dalam kejuaraan Asia di Kuala Lumpur
baru-baru ini cuma menempati urutan kelima dalam nomor beregu.
Sementara di nomor perorangan Indonesia masuk dalam kelompok
bawah. Padahal lawan yang dihadapi di AG VIII nanti adalah musuh
yang sama.
Bangkok kini keempat kalinya -- sesudah tahun 1951, 1966 dan
1970-menjadi tuan rumah AG. Dulu, Israel bukan persoalan
baginya. Tapi sekali ini Bangkok terpaksa menolak Israel yang
mengakibatkan IAAF mencabut pengakuannya, malah akan menskors
para peserta nomor atletik AG VIII ini.
Daftar absen pun agak panjang. Diduga tak sampai 25 dari 32
negara anggota Federasi AG yang akan berpawai di stadion
Bangkok. Paling menyolok ialah tiadanya Iran, tuan rumah AG VII,
yang dilanda krisis di negerinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini