SUARA mesin tik masih gemericik di ruangan sekretaris Ketua
Bappenas di Jl. Taman Suropati, Jakarta, Senin malam itu. Dan
di ruang sebelahnya, Menko Ekuin Prof. Dr. Widjojo Nitisastro
sudah siap untuk diwawancarai tim wartawan TEMPO. Banyak hal
sudah dikemukakan Widjojo tentang Kebijaksanaan 15 Nopember itu.
Tapi ada beberapa hal menarik yang belum diungkapkan. Beberapa
petikan:
TENTANG DEVALUASI RUPIAH
PEROBAHAN perbandingan harga antara rupiah dengan dollar itu
ibarat pintu yang baru dibuka. Sudah banyak langkah
komplementer ditempuh Pemerintah, seperti lewat paket 1 April,
tapi rupanya pintu ekspor masih juga belum terbuka. Nah,
sekarang, setelah pintu mulai dibuka, harus benar-benar
dimanfaatkan. Jangan sampai kesempatan baik ini lewat begitu
saja. Untuk itu aparatur pemerintahan perlu menempuh
langkah-langkah yang lebih mendesak lagi.
Contohnya? Itu hasil produksi kerajinan rakyat kita yang diakui
semua orang termasuk baik kwalitasnya. Tapi kalau kita pergi ke
luar negeri, barangbarang kerajinan Indonesia tak kelihatan di
etalase. Yang ada biasanya dari Pilipina, India dan negara
lainnya. Jadi perlu penyuluhan di bidang produksi dan pemasaran.
Juga bantuan biaya.
Tapi baik penyuluhan maupun bantuan dana itu harus dilakukan
secara sinkron, seperti yang terjadi dalam Bimas. Dengan segala
kekurangannya, dalam Bimas terjadi sinkronisasi di berbagai
sektor. Jadi kalau terjadi penyuluhan di kecamatan A misalnya,
penyaluran pupuk juga harus terjadi di kecamatan itu. Juga
pemberian kredit dari BRI dan pembelian padi oleh Bulog terjadi
di tempat yang sama. Jadi model Bimas itu harus berlaku juga di
bidang kerajinan rakyat.
KESEMPATAN KERJA
Perlu ada kesadaran bahwa untuk berproduksi itu kita harus bisa
merebut pasaran. Sekarang sedang dicoba apakah kebijaksanaan 15
Nopember ini menimbulkan hasrat spontan para pengusaha untuk
bergerak. Tentu para pengusaha itu, seperti saya katakan tadi,
harus dibantu. Juga harus ada pengertian agar si pengusaha itu
tidak dibebani dengan berbagai pungutan yang membuat tingginya
biaya, hingga kalah bersaing.
Dalam jangka panjang, diharapkan kesempatan yang sekarang
terbuka ini akan mendorong industri menggunakan tenaga kerja
lehih banyak daripada barang modal. Dan sudah barang tentu
perbandingan antara pemakaian barang modal dengan tenaga kerja
sekarang berobah.
GAPLEK & PERGESERAN USAHA
Sesungguhnya yang terjadi adalah pergeseran dari barang-barang
yang pasarannya tidak menarik lagi ke bidang yang kini menarik.
Misalnya, bahan baku yang diimpor, sekalipun tetap dapat
keringanan bea masuk 50%, harganya akan lebih mahal setelah
adanya perobahan kurs rupiah. Jadi buat industri yang
menggunakan bahan baku impor, harga yang lebih mahal itu kurang
menarik. Hal ini akan mendorong produksi bahan baku di dalam
negeri. Seperti kemasan obat-obatan yang banyak menggunakan
bahan impor, kini terpaksa harus menggunakan kemasan dari bahan
asal dalam negeri. Karena kalau harganya sampai mahal sekali,
selain tidak diizinkan, juga akan kurang menarik para konsumen.
Lagipula obat-obatan yang dibuat di sini, baik PMA maupun PMDN,
kan mendapat keringanan bea masuk untuk bahan bakunya dan bahan
penolong.
Bisa saja terjadi shift (pergeseran) dari satu usaha ke bidang
usaha lainnya, karena pasaran untuk barang-barang tertentu tak
lagi menarik dibandingkan dengan barang lain. Meskipun diakui
para karyawannya tak otomatis bisa dipindahkan, misalnya dari
suatu perakitan mobil ke bidang usaha pertanian gaplek.
Tapi kalau dilihat secara keseluruhan masih menguntungkan. Ambil
saja contoh gaplek tadi. Komoditi ini sudah lama terlantar.
Terutama ekspornya dalam bentuk pellet untuk makanan ternak dan
tepung tapioka terdesak sekali, karena eksportir kita kalah
bersaing. Dan Indonesia sudah lama kalah dengan Muangthai, malah
kita sudah mengimpor tapioka.
Berbeda dengan hasil devisa yang diperoleh dari ekspor minyak,
maka dalam barang-barang pertanian seperti gaplek itu banyak
orang dan pihak yang secara langsung terlibat dan bisa merasakan
manfaatnya. Kalau ekspor pellet sekarang misalnya bisa bersaing,
maka banyak yang diuntungkan para petani yang jutaan itu, para
pengumpul dan eksportir. Kesempatan baik ini juga berlaku buat
tanaman jagung dan karet rakyat.
BANTUAN BANK
Bantuan yang diberikan perbankan kepada para pengusaha untuk
tambahan modalnya akan bersifat selektit. Perbankan biasanya
akan melihat dulu apakah kegiatan usaha yang memerlukan dana itu
mempunyai prospek yang baik. Kalau prospeknya kurang baik, maka
yang memberi pinjaman juga kurang berhasrat. Tapi kalau dilihat
kemungkinan adanya pasaran yang lebih baik buat barang dalam
negeri maupun ekspor, tentunya kemungkinan memperoleh dana dari
bank akan lebih besar. Seperti misalnya gaplek tadi, yang mampu
menampung jutaan tenaga kerja, jelas baik prospeknya.
KRITIK
Tapi masalahnya memang tidak sederhana. Kebijaksanaan moneter
ini terjadi dengan tiba-tiba, karena tak bisa lain kecuali
memang harus tiba-tiba. Tapi yang memprihatinkan adalah
timbulnya pendapat-pendapat yang sebetulnya hanya akan menambah
ketidakpastian dalam masyarakat. Kalau itu dibaca oleh
orang-orang yang mengerti, tentu tak apa-apa. Tapi kalau sampai
diketahui kalangan rakyat yang lebih luas, bisa menimbulkan
kebingungan.
Sekarang gara-gara harga melonjak seakan-akan semua yang pernah
diperbuat itu habis tak ada artinya lagi. Pendapat begitu kan
bagi rakyat banyak mengecilkan hatinya. Lebih-lebih jika banyak
orang yang menabrak barang di sini dan menabrak barang di sana.
Sehingga Pak Domo (Pangkopkamtib), untuk sementara harus turun
tangan menertibkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini