Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Prestasi Yan & Paeran

Yan Soebijanto, 27, dan Safri Tanjung adalah 2 atlet yang berprestasi dalam abilympic di Osaka. Tapi mereka masih merasa warga kelas dua, karena setelah menang tak disambut seperti lainnya.

21 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPULUH tahun silam Yan Soebijanto mengalami guncangan hebat. Tangan kirinya terbakar petasan karya sendiri, sehingga harus dipotong. Akibat kejadian itu ia jadi murung dan sedih. "Kalau ada teman datang, saya sembunyi dalam kamar," kata Yan mengenang masa lalu. Kini Yan, 27 tahun, sudah tak merasa rendah diri lagi. Ia bahkan jadi atlet top. Pada Abilympic, pesta olahraga untuk orang cacat, di Osaka, akhir Oktober, ia berhasil mengantungi dua medali emas untuk lari 400 m (53,02 detik) dan lompat jauh (5,96 m). Rekor nasional, atlet sempurna untuk kedua nomor adalah 47,8 detik dan 7,46 m. "Kalau saja diperbolehkan panitia mengikuti lebih dari dua nomor, saya yakin bisa dapat medali emas lebih banyak," katanya. Yan dalam dunia olahraga cacat memang disegani lawan. Tahun 1974 ketika mengikuti ISOD Games di London, ia meraih medali perak untuk lompat tinggi. Pada Fespic Games II di Australia, 1977, Yan membawa pulang dua medali emas untuk lari 100 m dan lompat tinggi. Dalam olympiade cacat 1980 di Belanda, ia mendapat medali emas untuk bowling rumput. "Sejak kecil saya sudah senang olahraga," kata Yan. Di Mojokerto, tempat kelahiran Yan, orang memang sudah mengenalnya sebagai atlet berbakat. Waktu di bangku SMP ia sudah menjadi juara loncat tinggi dengan loncatan 171 cm. Yan bersama Purwono (kini kiper PSSI) pun merupakan tulang punggung kesebelasan sepakbola di kampungnya sampai datang saat naas menimpa dirinya. Tahun 1973 Yan dikirim Dinas Sosial Kodya Mojokerto ke Rehabilitasi Center (RC) di Solo. Ia tinggal di sana, sambil belajar jahit-menjahit, selama 1« tahun. Waktu di RC Yan juga aktif di bidang olahraga. Dan, "kepercayaan pada diri saya pun tumbuh kembali," kata Yan. Yan kini hidup dari kepandaiannya menjahit. Hasil jahitannya banyak disukai orang. Walau pesanan orang banyak, Yan tetap tak lupa berolahraga. Untuk mempertahankan kondisi fisiknya, Yan sering minum jamu tradisional Air Mancur atau jamu ramuan kakeknya. Ia merencanakan menikah selepas mengikuti olympiade orang cacat di LosAngeles, 1984. Yang juga berprestasi dari Abilympic adalah Safri Tanjung, 29 tahun. Ia, kaki kanannya buntung di atas lutut, merebut dua medali emas untuk lari 100 m dan lempar lembing tepat. "Tapi itu bukan prestasi terbaik saya," katanya. Safri Tanjung, kelahiran Sumatera Barat, cacat karena tertabrak kereta api di tahun 1969. Ia diamputasi di Rumah Sakit Gatot Subroto Jakarta, empat tahun setelah kejadian. Dalam perawatan perawat di RS itulah mulai berolahraga. Ia menggemari tenis meja dan atletik. Tahun 1977 Safri mengikuti seleksi nasional olahraga cacat. Cabang yang diikutinya: tenis meja, lari, renang, loncat tinggi, lempar lembing, dan lempar cakram. Prestasinya menonjol sekali sehingga ia dikirim ke Fespic Games II di Australia. Dari empat cabang olahraga yang diikutinya, Safri meraih satu medali emas untuk lempar lembing tepat, dua medali perak untuk tenis meja dan renang 100 m gaya dada dan satu medali perunggu untuk lempar cakram. Safri yang tak mnder dengan keadaan fisiknya, merasa masih saja diperlakukan sebagai warga kelas dua. Buktinya? "Kalau kami datang dari luar negeri, disambut pun tidak," katanya. Ia mengaku merasa iri terhadap pengelueluan atlet normal oleh KONI maupun masyarakat. Prestasi menonjol atlet Indonesia dalam Abilympic adalah berkat pembinaan Yayasan Pembina Olahraga Penderita Cacat (YPOC). "Dalam membina atlet YPOC, saya tak mengenal titik. Selalu dengan koma," kata Ketua Umum YPOC Paeran Manurung. Artinya: sekalipun dengan merangkak, program pembinaan harus jalan. "Kalau kami punya dana cukup, akan lebih banyak lagi orang cacat di daerah yang bisa dijangkau," tambahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus