Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

olahraga

Menanti Konsistensi Juara Remaja Asia

Lifter putri, Sarah, merebut tiga medali emas Kejuaraan Angkat Besi Remaja dan Junior Asia 2022. Penampilannya belum konsisten.

6 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Lifter putri, Sarah, meraih tiga medali emas Kejuaraan Angkat Besi Remaja dan Junior Asia 2022.

  • Berlaga di dua kategori: remaja dan junior kelas 59 kilogram.

  • Penampilannya masih belum konsisten.

LIFTER putri Indonesia, Sarah, terkenang pengalamannya dalam Kejuaraan Angkat Besi Remaja dan Junior Asia 2022 di Tashkent, Uzbekistan, 15-25 Juli lalu. Ketika berada di panggung Uzbekistan Sport Complex, Sarah mengaku tidak memikirkan apa pun. Yang terdengar hanya aba-aba dari sang pelatih, Jajang Supriyatna. “(Waktu) itu main angkat-angkat aja yang dikasih pelatih,” kata Sarah saat dihubungi di pemusatan latihan nasional angkat besi di Wisma Kwini, Jakarta, Rabu, 3 Agustus lalu.

Dalam kejuaraan Asia itu, Sarah turun di kedua kategori: remaja kelas 59 kilogram dan junior kelas 59 kilogram. Pada kategori remaja, Sarah menyapu bersih medali emas untuk angkatan snatch seberat 88 kilogram, clean and jerk 107 kilogram, dan total angkatan 195 kilogram. Adapun di kategori junior Sarah memperoleh medali perak untuk snatch dan total angkatan serta medali perunggu untuk clean and jerk. “Sarah aja enggak tahu bakal dapat apa,” tuturnya.

Nama mojang kelahiran Bandung, 21 Juli 2005, ini mulai melejit setelah menyumbangkan medali perak untuk kontingen Jawa Barat di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua, 2-15 Oktober 2021. Keberhasilan itu membuat Sarah menjadi satu dari 13 atlet yang ikut Kejuaraan Dunia Angkat Besi di Tashkent, Uzbekistan, 7-17 Desember 2021. Di kejuaraan dunia itu, Sarah menempati peringkat ke-15.

Dalam pesta olahraga se-Asia Tenggara, SEA Games 2021 Vietnam, Sarah gagal meraih medali. Ia mengakui gagal karena kurang serius berlatih. “Sarah kayaknya terlalu egois. Soalnya sering banget bandel, tidak serius berlatih,” ujar Sarah. Ketidakbecusan berlatih, menurut Sarah, membuat ia mengalami demam panggung ketika berlaga. “Dari situ Sarah belajar memahami arahan pelatih,” ucap peraih medali perak di Pekan Olahraga Pelajar Nasional 2019 ini.

Sarah belajar mengatasi demam panggung dengan lebih sabar dan tenang dalam melakukan angkatan. Sebelum melakukan angkatan, kata Sarah, ia menuju ke tempat sepi untuk berkonsentrasi dan berfokus. “Kalau bisa berfokus pasti tidak bakal terburu-buru. Jadi Sarah coba lebih tenang dan sabar,” tuturnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Atlet angkat besi kelas 59 kg, Sarah, usai menjuarai Asian Youth & Junior Weightlifting Championship Tashkent di Uzbekistan/Dok PB PABSI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sarah bercerita, perkenalannya dengan olahraga angkat besi berlangsung tidak sengaja. Ia mengatakan pertama kali mengetahui angkat besi dari orang tua atlet putri peraih medali perunggu Olimpiade Tokyo 2020, Windy Cantika Aisah: Asep Hidayat dan Siti Aisah. Sarah yang kala itu duduk bangku kelas IV Sekolah Dasar Negeri Sukamaju 4, Kabupaten Bandung, menjalani tes olahraga di Gymnasium Si Jalak Harupat.

Sarah dan teman sekolahnya mendapat sosialisasi perihal olahraga yang telah mencetak atlet berprestasi seperti Eko Yuli Irawan ataupun Lisa Rumbewas itu. “Waktu itu dikasih pilihan mau lanjut apa tidak? Sarah akhirnya lanjut,” ucapnya. Padahal, pada waktu itu, Sarah belum mendapat izin dari ibunya. Sang ibu yang bernama Ika tak memberi izin karena termakan mitos bahwa sering mengangkat beban berat dapat membuat tubuh seseorang pendek.

Meski tanpa izin ibunya, Sarah tetap berlatih di bawah asuhan langsung Siti Aisah yang juga melatih Windy. “Mulai serius ingin berlatih ketika ikut kejuaraan di Yogyakarta dapat mendapat emas. Waktu itu kelas V atau VI kalau tidak salah,” kata Sarah.

Pilihan Sarah menekuni angkat besi ikut menyelamatkan pendidikannya yang nyaris terputus karena tiada biaya. Ika yang buruh tani di Kampung Babakan Cianjur, Desa Malasari, Cimaung, Kabupaten Bandung, meminta Sarah tak melanjutkan pendidikan setamat sekolah dasar. Mengetahui kondisi itu, Sandy Zaenul Hikmat—kakak Windy—pun menjadikan Sarah sebagai anak angkat. Sarah lalu pindah ke rumah Sandy di Kampung Balandongan, Desa Rancasenggang, Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat.

Sarah mulai rutin berlatih bersama Sandy yang juga menjabat pelaksana tugas Ketua Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia Kabupaten Bandung Barat. Latihan itu tidak mengganggu jadwal sekolah Sarah. “Kadang Sarah pulang ke rumah Mama kalau libur sekolah,” tuturnya. “Waktu melihat Sarah yang menjadi tinggi, Mama mengaku salah waktu dulu tak memberi izin karena takut ia menjadi pendek,” ujarnya, mengenang ibunya yang meninggal tahun lalu.

Sarah mempersembahkan keberhasilannya untuk kedua orang tuanya yang telah tiada. Anak bungsu dari empat bersaudara ini telah kehilangan sosok ayah ketika masih kecil. “Kalau ibu meninggal 2021, berapa hari setelah Sarah masuk pelatnas angkat besi,” tuturnya. Meski tak lagi memiliki ayah dan ibu kandung, kehadiran sosok Sandy dan istrinya, Ambar Maharani, telah membangkitkan semangat Sarah untuk terus berprestasi.

Sandy mengaku bangga atas prestasi yang diraih Sarah. Menurut dia, Sarah telah membuktikan bahwa perjuangannya untuk berlatih angkat besi dengan serius tidak sia-sia. “Perasaan mah sebenarnya campur aduk, bangga ada, haru ada,” ujar Sandy kepada Tempo, Kamis, 4 Agustus lalu. Dia mengungkapkan, saat SEA Games lalu, Sarah belum bisa memberikan medali. Namun sekarang Sarah bisa mempersembahkan medali emas bagi Indonesia.

Sandy mengungkapkan, anaknya itu dulu sempat berlatih bersama Windy Cantika. Namun, pada tahun selanjutnya, Sarah pindah berlatih dengannya di Kampung Balandongan. “Jadi awalnya Sarah belajar angkat besi pada 2015. Memang awalnya latihan dengan Mamah bareng Windy,” tutur Sandy. “Karena kondisinya yatim-piatu, terus saya angkat jadi anak pada 2016,” ucapnya.

Sandy berharap di masa depan anaknya itu bisa tetap rendah hati. Dengan begitu, Sarah bisa terus konsisten berlatih dan meraih prestasi. Ia pun meminta Sarah bekerja keras dan mengikuti semua arahan pelatih. “Mudah-mudahan kalau Sarah tetap rendah hati, enggak jemawa. Mudah-mudahan ke depannya bisa konsisten seperti bibinya, Windy Cantika,” ujar Sandy.

Pelatih kepala Pengurus Besar Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia, Dirdja Wihardja, mengatakan Sarah berpotensi menjadi atlet andalan Indonesia di masa mendatang. Namun Dirdja mengatakan Sarah perlu konsistensi dalam penampilannya. “Sarah belum stabil. Sewaktu PON bisa dapat perak, tapi di SEA Games dia gagal merebut medali,” ujar Dirdja, Selasa, 2 Agustus lalu.

Menurut Dirdja, Sarah harus terus mengasah mentalnya seperti yang ia lakukan di Uzbekistan. Ketika berlaga di SEA Games Vietnam 2021, Dirdja mengatakan Sarah sempat mengaku lututnya kram. “Tapi setelah dicek tidak ada apa-apa. Ya, (itu cuma) psikosomatik,” tutur Dirdja. Menurutnya, yang penting Sarah mendapat pengalaman dalam kejuaraan-kejuaraan angkat besi. “Jadi enggak apa-apa dia gagal waktu itu,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus