Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Menimbang Kredit Plastik

Pemerintah menggadang-gadang kredit plastik sebagai gagasan baru mengatasi sampah plastik. Tak mengatasi persoalan dari hulu. 

6 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja tengah memisahkan botol plastik guna di olah menjadi benang di Kuta Baru, Pasar Kemis, Tangerang, Januari 2020/Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengemukakan gagasan plastik kredit.

  • Dianggap sebagai sarana

  • Mendapat kritik karena tak efektif mengurangi produksi plastik di hulu.

CHRISTINE Halim kini tengah menimbang-nimbang skema kredit plastik. Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) ini melihat adanya peluang bagi 600-an anggota asosiasinya untuk mendapat insentif. Namun Christine tak mau terburu-buru dan gegabah mengambil keputusan.

Karena itu, Christine menggenjot pelbagai riset mengenai kredit plastik dengan melibatkan para akademikus. Ia tengah mencari rumusan dan mekanisme yang tepat untuk menjalankan skema ini. "Sambil melihat perkembangan dari pemerintah," katanya melalui wawancara virtual, Kamis, 4 Agustus lalu.

Sebagai langkah awal, Christine mengembangkan aplikasi telepon seluler pencatat jumlah plastik yang tersambung dengan basis data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Aplikasi berbasis Android itu akan digunakan setiap pengepul untuk mendata jumlah plastik yang terkumpul di tempat pengolahan sampah terpadu reuse, reduce, dan recycle. Pencatatan ini akan menjadi dasar penghitungan kredit plastik.

Christine mengatakan yang terpenting saat ini adalah membereskan persoalan mendasar seperti pemilahan sampah dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pengelolaan sampah yang baik dan bertanggung jawab.

Wacana penerapan kredit plastik pertama kali dilontarkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK Rosa Vivien Ratnawati. Dalam siaran pers, 1 Maret 2022, Rosa menyatakan kredit plastik sebagai gagasan baru untuk mendukung pengurangan sampah oleh produsen. "Sebagai sebuah gagasan baru, saya berharap kredit plastik dapat menjadi pilihan solusi pengurangan sampah plastik," tuturnya.

Layaknya kredit karbon, kredit plastik adalah skema “cuci dosa” produsen penghasil sampah plastik. Sederhananya, sampah plastik yang dikumpulkan atau didaur ulang oleh industri daur ulang yang terdaftar dalam platform khusus akan mendapat kredit. Sampah plastik yang dikumpulkan dan dicegah “bocor” ke lingkungan bakal mendapat waste collection credit, sementara sampah plastik yang didaur ulang memperoleh waste recycling credit.

Kredit plastik setara dengan 1 ton sampah plastik yang telah diterbitkan ini dapat dijual kepada produsen pengguna plastik sebagai bentuk tanggung jawab telah menggunakan plastik yang berisiko menjadi limbah tak tertangani. Plastik kredit yang dibeli produsen akan menjadi insentif bagi industri yang berhasil mendaur ulang sampah sebagai “pengganti” seluruh atau sebagian biaya investasi dan operasional pengumpulan serta pendaurulangan yang telah dilakukan.

Instrumen pendukung dan mekanisme penilaian kredit untuk mendukung pelaksanaan kredit plastik tersebut belum dirumuskan oleh KLHK. Meski begitu, perusahaan penyedia solusi pengelolaan sampah Waste4Change telah memulai inisiatif tersebut melalui Waste Credit. Ide ini berawal dari keberadaan plastik yang dianggap sebagai faktor polusi paling krusial.

Waste4Change meniru Plastic Reduction Program yang diinisiasi Verra—organisasi global yang telah menjalankan skema perdagangan kredit plastik di pasar sukarela—yang berbasis di Washington, DC, Amerika Serikat. Satu kredit plastiknya mewakili 1 ton sampah plastik yang dikumpulkan.

Meski disebut-sebut sebagai gagasan baru, ide ini menuai banyak reaksi kontra. Salah satunya dari Aliansi Zero Waste Indonesia yang menganggap kredit plastik adalah solusi semu atas permasalahan limbah plastik di Indonesia. Menurut Fajri Fadhillah dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), yang menjadi anggota aliansi, kredit plastik tak akan menyelesaikan masalah karena tak ada tekanan terhadap produsen untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan kemasan plastik. "Tidak akan mengurangi produksi plastik virgin di hulu," ucap Fajri.

Fajri mengatakan pada dasarnya kredit plastik masih membolehkan produsen menggunakan kemasan plastik sekali pakai. "Sistemnya masih linier, tetap akan menggunakan minyak bumi untuk memproduksi plastik virgin, lalu produsen tetap memakai plastik virgin tersebut, yang akan berakhir menjadi limbah. Dosanya ini tinggal dicuci dengan bayar kreditnya," tutur Fajri, yang menjabat Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan ICEL.

Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, mengatakan, selain tidak mengatasi persoalan produksi sampah plastik virgin di hulu, praktik kredit plastik pada akhirnya tak lebih dari pemindahan tanggung jawab ke pihak lain. Menurut dia, dalam upaya pengelolaan sampah plastik, pendaurulangan sampah plastik seharusnya dianggap sebagai solusi terakhir ketika plastik sudah menjadi limbah. "Yang harus diutamakan adalah pengurangan di hulu," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Dini Pramita

Dini Pramita

Dini Pramita saat ini adalah reporter investigasi. Fokus pada isu sosial, kemanusiaan, dan lingkungan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus