Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Caltex bertahan di hari deadline

Perundingan antara caltex dengan pertamina tentang pebagian hasil peroduksi (kontrak bagi hasil). prinsipnya sudah tercapai persetujuan pembagian 88:12. tetapi ada hal-hal lain yang masih perlu dibicarakan. (eb)

3 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ACARANYA singkat, tak sampai sejam. Begitu direktur utama PT Stanvac Indonesia, Ian G. Hayman, selesai membubuhkan tanda tangannya di naskah yang disediakan di lantai 20 Gedung Utama Pertamina Senin pagi 28 November, perusahaan minyak Amerika itu kehilangan 19.500 barel minyak®MDUL¯ ®MDNM¯mentah per hari dari lapangan Pendopo (Sumatera Selatan) dan Lirik (di Riau). "Kami sudah mengajukan permintaan perpanjangan bulan November 1981, tapi pemerintah Indonesia menolaknya," kata lan Hayman yan bertubuh kecil ini. "Tapi kami sama sekali tidak kecewa karena mengetahui persis itu hak mereka." Suara-suara bahwa Stanvac "terlambat" dan "salah langkah" kenapa tidak memperpanjang kontrak menjadi bagi hasil (production sharing) -®MDUL¯ ®MDNM¯seperti dilakukan PT Caltex Pacific Indonesia- memang masih beredar sejak dua bulan lalu. Itu pula sebabnya John Karamoy, wakil presiden PT Stanvac, mencoba menjelaskan duduk perkara sebenarnya. "Tak benar kalau kami dianggap terlambat. Sebab, dalam kontrak karya yang ditandatangani tahun 1963 itu, jelas disebutkan bahwa batas waktu pengajuan perpanjangan kontrak baru adalah dua tahun sebelum kontrak berakhir," kata Karamoy pada Marah®MDUL¯ ®MDNM¯Sakti dari TEMPO. Toh perusahaan minyak tua yang mempekerjakan®MDUL¯ ®MDNM¯1.100 karyawan -®MDUL¯ ®MDNM¯500 di antaranya otomatis pindah ke Pertamina®MDUL¯ ®MDNM¯- kini masih mengeksploitasikan dua kontrak karya di ladang minyak seluas 12.500 km2 lebih, di wilayah Sumatera Selatan dan Riau, yang baru akan berakhir November 1993. Sekalipun jumlahnya kecil, cuma 12.000 barel sehari, Ian Hayman merentangkan tangannya, "Well, itU berarti kami masih ada di sini." John Karamoy, yang pagi itu banyak senyum, menatakan bahwa ia masih akan terus bekerja Ji Stanvac, bersama segenap stafnya Selain akan memusatkan perhatian di alayah minyak mereka yang baru, menurut haramoy, Stanvac masih diminta membantu mengelola beberapa pekerjaan di bekas lalang mereka yang kini jatuh ke tangan Pertamina. "Kami memang akan dibayar untuk leria sama itu, tapi jumlahnya masih akan dibicarakan lagi," katanya. Masih ada lagi. Di samping ladang yang®MDUL¯ ®MDNM¯menghasilkan 12.000 barel sehari, Stanvac, menurut John Karamoy, masih menunggu izin dari Pertamina untuk bisa menggarap minyak di ladang Rimau (Provinsi Riau) dan ladang Pamai Teluk (Sumatera Selatan), keduanya berdasarkan kontrak bagi hasil 85:15. Apahalnya dengan 500 karyawan lama di Lirik dan Pendopo ? "Semua diterima menjadi anggota baru Pertamina, dan mulai hari ini eks karyawan Stanvac itu dituntut mendahulukan kepentingan negara dan bangsa," kata direktur utama Pertamina, Joedo Sumbono. Menurut seoran staf Stanvac. ke-500®MDUL¯ ®MDNM¯karyawan itu selama setahun akan tetap menerima gaji seperti semula. "Mereka juga bebas untuk pindah ke perusahaan lain," kata seorang di®MDUL¯ ®MDNM¯Pertamina. "Ya, itu sesuai dengan hak asasi." Segalanya kelihatan berjalan lancar dengan Stanvac. Yang tampaknya belum lancar®MDUL¯ ®MDNM¯adalah perundingan pembagian hasil antara PT Caltex dan Pertamina. Sampai 28 November, sehari setelah masa kontrak karya berakhir dengan Caltex, perundingan antara kedua pihak belum finaL Menteri Pertambangan dan Energi Subroto, seusai upacara serah terima di Pertamina, mengatakan "Dalam prinsipnya, sudah ada kesepakatan tentang split (pembagian) itu, yakni 88:12." Tapi, menurut Subroto, yang sekarang masih dilanjutkan adalah perundingan tentang "hal-hal®MDUL¯ ®MDNM¯yang lain". Jadi, kapan kontrak bagi hasil dengan Caltex ditandatangani? "Yah, dalam waktu singkat," kata Subroto. Menjawab pertanyaan apa saja yang termasuk "hal-hal lain" itu, Subroto yang bicara hati-hati memberi contoh, "Misalnya bonus penandatanganan,®MDUL¯ ®MDNM¯yang biasanya dibayar oleh kontraktor asing kalau ada kontrak bagi hasil yang baru." Hal lain, menurut Subroto, adalah apa yang disebut "bonus informasi", yang biasanya dibayar oleh kontraktor bagi hasil yang baru, untuk informasi tentang peta situasi. dan data yang diberikan Pertamina "®MDUL¯ ®MDNM¯Tapi, karena Caltex sudah punya sendiri data-data itu, apakah mereka masih harus menanggung biaya, itulah yang antara lain masih akan dibicarakan," katanya. Pihak Caltex, seperti biasa, lebih suka bungkam. Ketua dewan direksi Caltex, Haroen Al Rasjid, selain tak mudah ditemui, kabarnya juga tak langsung ikut sebagai perunding sehari-hari. Menurut sebuah sumber, dalam perundingan yang memakan dua bulan lebih itu Caltex pada mulanya mengajukan pembagian 86,5:13,5 yang tentu saja ditolak pihak Pertamina. Dari Caltex yang tampil sebagai perunding adalah deputy managing directornya, Lumiadji Purbodiningrat, dan presiden Amoseas, W.M. Massick. Amoseas adalah anak perusahaan minyak Texaco dan Socal yang khusus membidangi masalah eksplorasi dan eksploitasi perusahaan minyak mereka di luar negeri, termasuk Caltex. General manager Texaco di New York Paul Baker, dan wakil presiden Socal di San Francisco, Tones McQueen, juga terbang ke Jakarta, tapi keduanya sudah kembali awal pekan lalu. Konon kedua boss dari Amerika itu meninggalkan pesan agar Caltex tak mundur dari pembagian hasil 87,5:12,5. Posisi itulah yang kabarnya bertahan di meja perundingan sampai Jumat sore pekan lalu. Sabtu lalu tak terjadi perkembangan yang berarti. "Stand masih tetap begitu," kata sebuah sumber di Caltex. Tapi paginya duta besar AS John H. Holdridge, didampingi sekretaris pertama Jeffrey R. Cunningham, ahli minyak mereka, datang menemui Menteri Subroto di kantornya. Tidak diketahui pembicaraan Dubes Holdridge dengan Menteri Subroto. Menurut sebuah sumber, pihak Caltex bisa menyetujui pembagian yang 88 :12 itu asal pihak Indonesia bertindak "fleksibel". Apa maksudnya? Baik kita tunggu hari-hari ini, sebelum Menteri Subroto bertolak ke Jenewa, 3 Desember, untuk mengikuti sidang OPEC.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus