Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Sayang Anak, Wasit Dan Suap Dicerca

Klub sepak bola pardedetex dibubarkan. ketua klub, t.d pardede, mengecam mutu wasit, dan suap dalam pertandingan.(or)

18 Februari 1984 | 00.00 WIB

Sayang Anak, Wasit Dan Suap Dicerca
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
"Ianakhonhi do hamoraon di au," kata T.D. Pardede. Dengan syair lagu Batak yang berarti "Anakku kekayaan tertinggi buatku" milyuner dari Medan itu membubarkan klub miliknya sendiri, Pardedetex, 10 Februari lalu. Keputusan itu mengejutkan. Sebab, publik Medan sedang menunggu pertarungan Pardedeeex melawan musuh bebuyutannya, Mercu Buana, 12 Februari, dalam rangka putaran kompetisi Liga Utama di Stadion Teladan. Banyak orang yang tak percaya. Acub Zainal, ketua Galatama yang sengaja datang ke Medan untuk mengamati suasana tegang yang selalu muncul dalam pertandingan Pardedetex-Mercu Buana, kaget mendengar berita itu. "Tidak mungkin," katanya setengah berteriak. Keputusan Pardede kelihatannya bulat untuk menyelamatkan kesehatan anak bungsunya, Johny Pardede, 26, yang selama ini menjadi manajer klub perintis sepak bola profesional yang lahir tahun 1968 itu. Menurut si ayah, Johny begitu gandrung pada sepak bola hingga dia mengabaikan kesehatan. Dia menderita radang hati dan sakit jantung. Untuk menyembuhkan penyakit yang sudah sejak lama diidapnya itu, T.D. Pardede mengirimnya berobat ke Jakarta. Malahan sudah diniatkan, kalau tak sembuh di ibu kota, Johny akan dirawat di luar negeri. Tetapi 9 Februari Johny bangkit dari istirahatnya dan terbang ke Medan untuk menyaksikan pertandinan Pardedetex lawan Tempo Utama. Kekarahan 0-3 yang diderita klubnya membuat dia begitu guncang sehingga terpaksa diboyong ke RS Herna untuk dirawat kembali. Johny yang sejak usia belasan tahun belajar sepak bola di Jerman Barat memang sudah lengket dengan bola. Tetapi ketika hobi itu mulai mendatangkan penyakit sejak beberapa waktu yang lalu, delapan saudara Johny serta keluarga besar Pardede menyarankannya berhenti mengurus bola. Sebabnya, sebagaimana diceritakan T.D. Pardede, 68, kalah atau menang sama saja bahayanya buat Johny. "Bila menang, kegembiraannya meluap. Sebaliknya, kalau kalah, jatuh shock seperti saat ini," katanya. Ada yang menduga, pembubaran ini hanya semacam "gertak Medan". Pada tahun 1970 T.D. Pardede juga pernah membubarkan klubnya itu. Tetapi, enam tahun kemudian, ia menghidupkannya kembali. Waktu itu, menurut pengakuannya, bisnisnya kurang beruntung untuk membiayai tim. November tahun lalu dia juga mengancam akan membubarkan diri, karena panas hati lantaran pemainnya, Herry Kiswanto, "dibajak" Yanita Utama dari Bogor. Sedangkan keputusannya yang sekarang, sebagaimana dibenarkan oleh Pelatih Sarman Panggabean, didasarkan pada rangkaian persoalan dengan sakitnya Johny sebagai titik penentu. T.D. Pardede sendiri, seperti pernah dikatakannya kepada TEMPO beberapa waktu yang lalu, sudah tak syur lagi dengan sepak bola sekarang. "Ada pengaruh judi. Ada pengaruh faktor X, yaitu hubungan telepon jarak jauh untuk mengatur hasil pertandingan," katanya. Pembubaran Pardedetex, menurut dia, sebagai perlawanan terhadap mereka yang mencurangi sepak bola dari luar. "Ya, agar orang melihat bola sebagai bola dan tidak campur baur dengan duit. Bila mau duit, silakanlah berdagang seperti saya," cetus pengusaha dengan 28 macam perusahaan, yang meliputi bisnis perikanan, tekstil, perhotelan, dan rumah sakit. Ia juga bergerak dalam bidang pendidikan. Dia sendiri katanya tahu persis siapa cukong dan penjudi yang merusakkan pertandingan. Tetapi mengaku sulit mencarikan bukti otentlknya. Selain judi, dia juga mengecam mutu perwasitan. "Blla wasit tak becus, bisa bikin persepakbolaan ricuh dan tak mustahil dapat memancing permusuhan," ujarnya. Menghadapi wasit yang dia anggap berat sebelah, T.D. Pardede kadang-kadang tak bisa menahan amarah. Dalam turnamen Universitas Darma Agung (perguruan tinggi miliknya) akhir Januari lalu dia turun ke lapangan dan memprotes wasit yang dianggapnya memberi keuntungan kepada Mercu Buana hingga angka menjadi 2-2. Dia menuding-nuding Wasit Jafar Umar, yang kemudian dikejar beramai-ramai oleh pemain Pardedetex. Putranya yang kedua, Hisar Pardede, juga ikut mengamuk. Mengejar wasit dengan hotol pecah. Acub Zainal, yang sedang berada di Medan ketika keputusan membubarkan diri itu diumumkan, berusaha menangguhkan niat T.D. Pardede. Dia mengajak tokoh sepak bola Kamaruddin Panggabean membujuk Pardede menarik keputusannya. Tetapi dalam pembicaraan segitiga itu T.D. Pardede memmta agar mutu wasit dlperbaiki sebagai syarat peninjauan kembali pembubaran Pardedetex. Dalam pertemuan itu dia mengajukan agar dibentuk komisi wasit yang bertugas menilai wasit. Wasit yang tidak becus diperingatkan, diskors, diturunkan peringkatnya, atau bahkan didenda. "Kalau syarat ini dipenuhi, baru kita bisa bicarakan basib Pardede," kata Pardede mengungkapkan pembicaraan tadi kepada wartawan TEMPO, Bersihar Lubis. Tetapi, menurut Acub Zainal, pembubaran Pardedetex itu semata-mata karena Johny yang kena serangan jantung dan radang hati. "Sedangkan masalah lain, seperti perwasitan, hanya sebagai embel-embel saja," katanya. Ketua Liga Utama itu menyayangkan pembubaran tersebut terjadi menjelang putaran kompetisi Liga yang akan berakhir April mendatang. Tapi absennya Pardedetex dalam putaran selanjutnya tidak menghambat kelancaran kompetisi. Malahan Acub merasa bisa menarik hikmah dari kasus ini. Misalnya, Liga harus memiliki sanksi yang jelas terhadap klub yang membubarkan diri. Perwasitan, kata Acub Zainal, akan ditata kembali. "Saya sudah memanggil komisi wasit untuk lebih tegas memimpin pertandingan. Meningkatkan mutu, terutama mentalnya. Sedapat mungkin bersikap netral," katanya mengungkapkan, tanpa secara langsung membenarkan penilaian Pardede.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus