Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Buntut Berita Mesum

Mingguan sentana dihukum ganti rugi rp 20 juta, kepada lydia kandouw. berita tentang lydia berbuat mesum dengan herman felani, dianggap penghinaan. (md)

18 Februari 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KINI para wartawan harus berpikir dua kali untuk menurunkan berita skandal seks. lintang film terkenal Lydia Kandouw, pekan lalu, berhasil memenangkan gugatannya terhadap Mingguan Sentana. Koran mimgguan itu, yang memberitakan Lydia berbuat mesum dengan Aktor Herman Felani di sebuah hotel di Tanah Abang, Jakarta Pusat, dua tahun lalu, diwajibkan membayar ganti rugi Rp 20 juta. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Hakim Soekatri Darmabrata mcmutuskan perkara itu sebagai pengkinaan (pasal 1372 IUH Perdata). Sebab itu Hakim tidak mempersoalkan kebenaran berita itu. Menurut Majelis, berita yang dimuat Sentana itu menyangkut pribadi Lydia, karena mencantumkan nama artis itu secara terang-terangan. "Perbuatan itu dikualifisir sebagai menyerang nama baik dan melanggar kehidupan pribadi orang yang dilindungi hukum," ujar Soekatri. Namun, sebagian besar gugatan Lydia tidak dikabulkan Hakim. Melalui Pengacara O.C. Kaligis, selain menuntut ganti rugi Rp 50 juta, Lydia juga meminta namanya direhabilitir. Caranya, Lydia menuntut agar Hakim juga menghukum Sentana untuk memasang iklan di 10 surat kabar ibu kota, yang isinya meralat berita itu. "Karena tuntutan itu diajukan pada akhir persidangan maka tidak dapat &ikabulkan," kata Soekatri. Dalam gugatannya kepada pengadilan, Lydia merasa sangat dirugikan oleh berita Sentana yang berjudul: Ramai Diintip Karyawan Hotel, Lydia Kandou main mesum dengan Herman Felani. Berita itu, menurut Lydia, tidak benar sama sekali, dan tergugat tidak pernah mengecek kebenarannya kepada penggugat. Melalui kuasanya, Yan Apul, pimpinan umum dan pemimpin redaksi Sentana, Drs. Roesman Noor, menolak sebagian gugatan itu. "Tidak ada peraturan yang mengharuskan tergugat untuk mengecek suatu berita yang diterima dari wartawannya. Lagi pula pemimpin redaksi sudah percaya kepada wartawannya bahwa berita yang dilaporkan adalah benar," tulis tergugat pada tangkisannya. Selain itu, Roesman meragukan jumlah kerugian yang disebutkan Lydia. "Penggugat tidak memperinci secara jelas kerugiannya. Tergugat juga meragukan, akibat pemberitaan itu Lydia kehilangan penggemar dan merusak hubungannya dengan produser," tulis tergugat. Malah Roesman menilai, akibat pemberitaan itu nama Lydia semakin tenar. Selain membantah gugatan, Roesman juga menyebutkan pertanggungjawaban hukum dari pemberitaan itu sudah didelegasikannya kepada, Ary Sanjaya, wartawan yang menulis berita ltu. Pengalihan tanggung jawab ltu, menurut tergugat, dilakukan berdasarkan Pasal 15 Undang-undang Pokok Pers. Tapi dalih Roesman yang terakhir ini tidak diterima Majelis Hakim. "Walau secara yuridis tanggung jawab dapat dialihkan secara teknis redaksionil, pemimpin redaksi tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya," kata majelis. Pemimpin redaksi, menurut Hakim, bertanggung jawab tentang patut atau tidaknya sebuah berita dimuat di media yang dipimpinnya. Majelis dalam putusannya juga mempertimbangkan bahwa pemimpin redaksi Sentana pernah mendapat peringatan pertama dari Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika Sukarno S.H. gara-gara pemberitaan itu. Senada dengan Hakim, Sukarno menilai bahwa pemberitaan Sentana itu termasuk kategori "gosip" yang merusakkan nama baik orang dan keluarganya. "Jika berita itu tidak benar, tuduhan itu sekaligus fitnah," tulis Sukarno kepada Sentana, 17 Februari 1982. Dalam surat peringatannya, Sukarno menyebutkan bahwa surat kabar minggan itu telah melanggar kode etik jurnalistik dan keputusan Dewan Pers, 1974, tentang Pedoman Pembinaan Idiil Pers. Keputusan dewan itu mengharuskan pers menjauhi pemberitaan yang menyangkut pribadi orang tapi tidak melibatkan kepentingan umum. Ketua Dewan Kehormatan PWI, Rosihan Anwar, juga berpendapat bahwa dalam kasus semacam ini pemimpin redaksi yang harus bertanggung jawab. "Walau reporter yang salah, tapi pemimpin redaksi yang harus tampil," ujar Rosihan. Secara pribadi, wartawan senior itu menilai tindakan Lydia memilih jalan hukum untuk menyelesaikan masalah itu sangat tepat. Mengenai pembayaran ganti rugi, menurut Rosihan, pemimpin redaksilah yang harus menanggungnya. Jika pemimpin redaksi melepaskan tanggung jawab itu, si reporter boleh datang ke PWI. "Bisa saja keluarga PWI menyumbang wartawan itu untuk membayar ganti rugi, walau itu tidak ditentukan dalam organisasi," ujar Rosihan. Kemungkinan wartawan Sentana tidak sanggup membayar ganti rugi, apalagi sebanyak itu, besar sekali. Bahkan pemimpin redaksi Sentana pun, kata Pengacara Yan Apul, tidak mampu. Yan Apul - yang mengajukan naik banding - mengatakan bahwa buat Lydia uang sebanyak itu tidak ada artinya. Karena itu, dalam proses banding nanti, Yan mengharapkan pihaknya tidak akan diwajibkan membayar ganti rugi itu. Tapi sebaliknya bagi Lydia Kandouw. Kepada Jawa Pos, Lydia merasa tidak puas atas putusan hakim itu. "Masak nama gue dihargai cuma Rp 20 juta. Tahu begitu seharusnya dulu gue menuntut Rp 10 milyar," ujar Lydia ketus. Pengacara Kaligis, yang telah memenangkan kliennya, tidak begitu mempersoalkan jumlah uang itu. "Tentang setimpal atau tidaknya ganti rugi itu, penilaiannya sangat subyektlf," ujar pengacara Lydia. Yang penting dari putusan itu, menurut Kaligis, pers harus lebih hati-hati dalam menuliskan pribadi seseorang. "Jangan sampai kode etik yang sudah digariskan sendiri dilanggar," kata Kaligis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus