Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Scottie Pippen, Dari Pembersih Lapangan ke Raja Pertahanan NBA

Bersama Michael Jordan, Scottie Pippen membawa Chicago Bulls menjalani era keemasannya di NBA pada 90-an.

8 Mei 2020 | 20.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pemain Chicago Bulls Scottie Pippen (kanan), memeluk rekannya Michael JordanGame 5 dari final NBA melawan Utah Jazz, di Salt Lake City (11/6). Sebuah perusahaan lelang mengatakan sepatu Jordan tahun 1997 final NBA telah terjual lebih dari $100.000. AP/Jack Smith

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Scottie Pippen merupakan salah satu kepingan perjalanan emas Chicago Bulls mendominasi kompetisi bola basket NBA di era 90-an. Bersama Michael Jordan dan Dennis Roodman, Pippen berhasil membawa Bulls meraih enam gelar NBA.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selama karirnya di NBA, Pippen dikenal sebagai salah satu penembak tiga angka terbaik. Dalam 17 tahun karirnya, Pippen memiliki persentase tembakan tiga angka berhasil sebanyak 30,3 persen atau nyaris satu dari tiga tembakannya selalu masuk ke jaring.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tapi kemampuan terbaik Pippen justru terletak di sektor pertahanan. Dia masuk ke dalam NBA All Defensive Team sebanyak 10 kali dengan delapan diantaranya dilakukan secara beruntun. Pippen juga sempat menjadi pemain dengan steals terbanyak pada musim 1994-1995.

Bahkan, dia merupakan satu dari tiga pemain dalam sejarah NBA yang pernah mencetak 200 steals dan 100 blok dalam satu musim. Dua pemain lainnya adalah Michael Jordan dan Hakeem Olajuwon.

Raja basket Michael Jordan bahkan sempat menyebut Pippen sebagai rekan terbaik yang pernah dia temui selama berkarir di NBA. Tak hanya di dalam lapangan, menurut Jordan, Pippen juga merupakan sosok yang luar biasa dalam kehidupan personalnya.

Perjalanan karir Pippen untuk menjadi bintang NBA tak mudah. Dia bahkan mengaku tak pernah berpikiran menjadi pebasket profesional semasa kecil.

Pippen kecil lahir dan tinggal di Hamburg, sebuah kota kecil di Arkansas, Amerika Serikat, bersama nenek dan kedua orang tuanya. Dia merupakan anak bungsu dari 12 bersaudara. Ayahnya, Preston Pippen, hanya seorang pekerja di sebuah pabrik kertas di sana.

Sedari kecil Pippen memang suka bermain basket di lapangan tanah dekat kediamannya. Dia menyatakan bahwa bermain basket adalah sarana agar dia diizinkan keluar rumah.

"Bola basket memberikan saya kesempatan untuk keluar rumah dan bermain," kata Pippen dalam serial film dokumentari berjudul "The Last Dance" garapan Netflix dan ESPN.

Pippen bahkan mengaku sempat tak berpikiran untuk meneruskan pendidikan ke tingkat kuliah. Pasalnya keluarganya miskin dan dia tak mendapatkan tawaran bea siswa setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA).

"Saya tak mendapatkan tawaran bea siswa dan ada saat dimana saya sama sekali tak berpikiran soal bola basket. Saya hanya ingin berada di lingkungan yang positif dan mendapatkan situasi dimana saya bisa menjalani hidup dengan baik. Bola basket memberikan saya itu," kata dia.

Meskipun tak berpikiran untuk kuliah, Pippen akhirnya bergabung bersama Unversity of Central Arkansas (UCA). Meskipun demikian dia sempat tak mendapatkan tempat di tim kampusnya.

Pelatih UCA saat itu menilai Pippen tak cukup baik sehingga hanya memperbolehkan dia menjadi manajer peralatan tim. Meskipun bergelar manajer, tugas Pippen sebenarnya tak lebih dari membersihkan lapangan, memungut bola dan merapikan alat latihan.

Kesempatan emas datang pada tahun kedua dia berada di kampus itu. Sejumlah pemain basket yang mendapatkan bea siswa harus hengkang karena nilai akademinya dinilai terlalu rendah.

"Saya kembali menemui pelatih. Saya sangat mendesak dia dan akhirnya dia memberikan saya bea siswa tersebut," kata Pippen.

Dia pun tak menyianyiakan kesempatan itu. Dia berlatih keras untuk meningkatkan performanya. Di akhir tahun keduanya di UCA, Asisten Pelatih Arch Jones bahkan menyebut dia sebagai pemain terbaik di tim mereka.

Pada tahun keempat di UCA, Pippen pun langsung menarik minat para pemandu bakan NBA. Dia ditarik oleh Seattle SuperSonics pada 1987 dan langsung menukarkan dia dengan Olden Polynice dari Chicago Bulls.

Saat itu Bulls sudah diperkuat sejumlah pemain bintang seperti Horace Grant dan Michael Jordan. Meskipun demikian Pippen muda terlihat tak canggung bermain dengan para pemain bintang tersebut.

Pada laga debutnya kontra Philadelphia 76ers, Pippen langsung mencetak 10 angka, 2 steal, 4 assist dan 1 rebound meskipun hanya mendapatkan kesempatan bermain selama 23 menit. Bulls menang dengan angka 104-94 saat itu.

Jordan disebut berperan penting dalam karir Pippen. Keduanya kerap berlatih satu lawan satu untuk mengasah kemampuan menyerang dan bertahan masing-masing.

Meskipun demikian, kerjasama keduanya baru berhasil membuat Chicago Bulls menjuarai NBA pada 1991. Duet Pippen dan Jordan berhasil empat kali menumbangkan Los Angeles Lakers di partai final. Bulls pun meraih trofi pertama NBA sepanjang sejarah itu sekaligus menandai era dominasi mereka di NBA.

Setelah enam kali membawah Bulls meraih gelar juara NBA, Pippen akhirnya hengkang. Bulls menukarnya dengan Roy Rodgers dari Houston Rockets.

Karir Pippen di Rocket tak secemerlang di Bulls. Hal itu dikarenakan dia sempat menjalani operasi di bagian kakinya pada musim terakhirnya bersama Bulls. Dia hanya semusim di Rocket sebelum akhirnya pindah ke Portland Trail Blazers dan bertahan di sana selama empat tahun.

Pada 2003 Scottie Pippen pun kembali ke Chicago Bulls. Meskipun demikian, Bulls saat itu bukanlah Bulls seperti yang Pippen kenal pada era akhir 90-an. Tak ada nama Michael Jordan atau pun pelatih Phil Jackson yang pernah bersama dia memenangkan enam gelar NBA.

Dia saat itu lebih banyak berperan sebagai pemain senior yang bertugas membimbing pemain muda Bulls. Pippen pun akhirnya pensiun di klub kesayangannya itu pada 2004. Setahun berselang Chicago Bulls mengabadikan nomor 33 yang selalu digunakan Pippen untuk menghormati jasanya.

ESPN|SPORTING NEWS| CNBC

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus