ASAP ribuan batang rokok, sebagian mengepul dari kretek yang
dibagibagikan sebuah perusahaan yang mensponsori Kejurnas Tinju
Amatir 1982, melayanglayang ke segala penjuru GOR (gelanggang
olahraga) Semarang. Mungkin karena itu para petinju dari 21
provinsi yang bertarung 14-24 Oktober di Kejurnas IV itu cepat
kehabisan napas. Apalagi hawa panas menguap dari 4.000 penonton
yang berhura-hura memberi semangat.
"Americo, ayo Americo," antara lain sorak penonton kepada
seorang petinju dari kontingen Bali asal Timor Timur Fransisco
Lisboa. Yang punya nama, Thomas Americo, petinju asal Timor
Timur memang termasuk di antara penonton seputar ring yang
memberi semangat kepada petinju kontingen pulau Dewata itu.
Lisboa dan lawannya dari Sum-Ut Franklin, sudah sama-sama
kehabisan tenaga pukulan. Mereka sebenarnya kira-kira seri
sampai menjelang akhir ronde ketiga di final kelas welter Minggu
malam itu. Tapi karena mendapat banyak pendukung, Lisboa
kemudian seperti mendapat tenaga ekstra dan melancarkan serangan
agresif kembali dengan beberapa swing telak ke dada Franklin.
Akhirnya Lisboa memang mendapat medali emas dan menyumbangkan 6
angka (juara final: 3, ditambah 2 angka menang di semi-final dan
1 angka menang di babak penyisihan) untuk kontingen Bali.
Sumbangan angka inilah yang menentukan tim Bali menjadi juara
umum Kejurnas Tinju IV ini.
Pertandingan Lisboa dan Franklin di final kelas welter cukup
bersih. "Paling bersih" lagi angka yang diperoleh petinju Bali
sebelumnya di kelas bantam, yaitu Martin Tabu. Petinju ini
menang tanpa harus membuang pukulan. Karena lawannya dari
Ja-Tim, Bambang S.-- yang cedera alias gara-gara pukulan
tusukan mengikis a la prof oleh petinju Ja-Teng -- tak diizinkan
bertanding.
Kejurnas tinju tahun ini memang ditandai beberapa noda, baik
oleh petinju, ofisial maupun wasit. Tapi seandainya wasit cukup
menguasai peraturan pertandingan, mungkin noda-noda tidak
sebegitu sering terulang atau memancing permainan yang
menyimpang. "Mutu wasit kita tampaknya memang masih perlu
ditingkatkan," kata Sekjen Pertina, Tranggono. Ada yang menunjuk
permainan petinju amatir sudah mengarahke cara profesional
karena ada sasana yang memakai pelatih petinju prof. Contohnya
antara lain cedera yang dialami petinju Bambang S. tadi.
Seorang anggota tim DKI menuturkan, ada pula pelatih dari Bali
yang menjanjikan hadiah uang kepada petinju Jakarta, Yonas Giay
(kelas menengah), bila ia dapat, dengan cara apa pun,
mengalahkan petinju Sum-Ut, Liston. Karena seluruh angka yang
dikumpulkan tim Bali sampai petinju terakhirnya di final
(Lisboa), cuma 24. Padahal peluang untuk keluar sebagai juara
umum sampai hari pertandingan terakhir memang ada pada Sum-Ut
yang telah mengumpulkan 19 angka sampai babak semi-final.
Andaikata dua petinju saja (dari lima petinju Sum-Ut yang ke
final) menang (dapat 6 angka) berarti tim Sum-Ut sudah tak
terkejar lagi oleh tim lain.
SUNGGUH malang bagi kontingen Sumatera Utara, justru
petinju-petinjunya yang diharapkan menang, termasuk pendatang
baru Mika Tobing (19 tahun) yang mengesankan dibabak sebelumnya,
gagal menambah angka. Hanya Erwinsyah (33 tahun) yang menang
rmudah atas petinju paling dijagokan tuan rumah Ja-Teng,
Purwanto -- sehingga Sum-Ut hanya mendapat 22 angka. Tak
dijelaskan apakah dengan kekalahan tim Sum-Ut itu, petinju Yonas
Giay jadi mendapat hadiah dari pelatih Bali.
Penonton memang banyak yang bersimpati kepada tim Bali dan
merasa wajar kalau kontingen itu menjadi juara umum. Bali
meloloskan petinju terbanyak (9) ke semi-final. Tragisnya cuma
dua yang !olos ke final. Dibandingan kontingen lain yang kurang
mempersiapkan diri, antara lain kontingen DKI yang cuma berlatih
seminggu, kontingen Bali sudah bersiap-siap sejak bulan Mei
lalu. Daerah itu akan menjadi tuan rumah turnamen Sarung Tinju
Emas November mendatang. Juara bertahan Maluku pun kurang
persiapan. Apalagi pelatih bertangan dinginnya, Teddy van Roon.
telah meninggal.
Tuan rumah Ja-Teng pun "terlambat mcmpersiapkan petinju secara
terpusat," seperti dikatakan Lukman SH, dari Pertina Ja-Teng.
Masih beruntung JaTeng mempunyai petinju muda dan terpelajar,
Sugiarto (21 tahun) mahasiswa ringkat IV Fak. Hukum Universitas
17 Agustus Semarang, yang berpengalaman mternasional. Petinju
berbadan gempal, tinggi 160 cm itu sudah pernah ikut keuaraan di
Bangkok, Korea, Pakistan, Malaysia dan Italia. Ia berhasil
menahan serangan petinju berteknik tinggi, W. Sapulete (Maluku)
dan memenangkan kelas terbang dengan penampilan yang baik,
sehingga terpilih sebagai petinju terbaik turnamen ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini