Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Sekali ini giliran bali

Kejurnas tinju amatir ke-IV (1982) berlangsung di semarang, bali keluar sebagai juara umum, karena kontingen bali sudah lama bersiap-siap. (or)

30 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ASAP ribuan batang rokok, sebagian mengepul dari kretek yang dibagibagikan sebuah perusahaan yang mensponsori Kejurnas Tinju Amatir 1982, melayanglayang ke segala penjuru GOR (gelanggang olahraga) Semarang. Mungkin karena itu para petinju dari 21 provinsi yang bertarung 14-24 Oktober di Kejurnas IV itu cepat kehabisan napas. Apalagi hawa panas menguap dari 4.000 penonton yang berhura-hura memberi semangat. "Americo, ayo Americo," antara lain sorak penonton kepada seorang petinju dari kontingen Bali asal Timor Timur Fransisco Lisboa. Yang punya nama, Thomas Americo, petinju asal Timor Timur memang termasuk di antara penonton seputar ring yang memberi semangat kepada petinju kontingen pulau Dewata itu. Lisboa dan lawannya dari Sum-Ut Franklin, sudah sama-sama kehabisan tenaga pukulan. Mereka sebenarnya kira-kira seri sampai menjelang akhir ronde ketiga di final kelas welter Minggu malam itu. Tapi karena mendapat banyak pendukung, Lisboa kemudian seperti mendapat tenaga ekstra dan melancarkan serangan agresif kembali dengan beberapa swing telak ke dada Franklin. Akhirnya Lisboa memang mendapat medali emas dan menyumbangkan 6 angka (juara final: 3, ditambah 2 angka menang di semi-final dan 1 angka menang di babak penyisihan) untuk kontingen Bali. Sumbangan angka inilah yang menentukan tim Bali menjadi juara umum Kejurnas Tinju IV ini. Pertandingan Lisboa dan Franklin di final kelas welter cukup bersih. "Paling bersih" lagi angka yang diperoleh petinju Bali sebelumnya di kelas bantam, yaitu Martin Tabu. Petinju ini menang tanpa harus membuang pukulan. Karena lawannya dari Ja-Tim, Bambang S.-- yang cedera alias gara-gara pukulan tusukan mengikis a la prof oleh petinju Ja-Teng -- tak diizinkan bertanding. Kejurnas tinju tahun ini memang ditandai beberapa noda, baik oleh petinju, ofisial maupun wasit. Tapi seandainya wasit cukup menguasai peraturan pertandingan, mungkin noda-noda tidak sebegitu sering terulang atau memancing permainan yang menyimpang. "Mutu wasit kita tampaknya memang masih perlu ditingkatkan," kata Sekjen Pertina, Tranggono. Ada yang menunjuk permainan petinju amatir sudah mengarahke cara profesional karena ada sasana yang memakai pelatih petinju prof. Contohnya antara lain cedera yang dialami petinju Bambang S. tadi. Seorang anggota tim DKI menuturkan, ada pula pelatih dari Bali yang menjanjikan hadiah uang kepada petinju Jakarta, Yonas Giay (kelas menengah), bila ia dapat, dengan cara apa pun, mengalahkan petinju Sum-Ut, Liston. Karena seluruh angka yang dikumpulkan tim Bali sampai petinju terakhirnya di final (Lisboa), cuma 24. Padahal peluang untuk keluar sebagai juara umum sampai hari pertandingan terakhir memang ada pada Sum-Ut yang telah mengumpulkan 19 angka sampai babak semi-final. Andaikata dua petinju saja (dari lima petinju Sum-Ut yang ke final) menang (dapat 6 angka) berarti tim Sum-Ut sudah tak terkejar lagi oleh tim lain. SUNGGUH malang bagi kontingen Sumatera Utara, justru petinju-petinjunya yang diharapkan menang, termasuk pendatang baru Mika Tobing (19 tahun) yang mengesankan dibabak sebelumnya, gagal menambah angka. Hanya Erwinsyah (33 tahun) yang menang rmudah atas petinju paling dijagokan tuan rumah Ja-Teng, Purwanto -- sehingga Sum-Ut hanya mendapat 22 angka. Tak dijelaskan apakah dengan kekalahan tim Sum-Ut itu, petinju Yonas Giay jadi mendapat hadiah dari pelatih Bali. Penonton memang banyak yang bersimpati kepada tim Bali dan merasa wajar kalau kontingen itu menjadi juara umum. Bali meloloskan petinju terbanyak (9) ke semi-final. Tragisnya cuma dua yang !olos ke final. Dibandingan kontingen lain yang kurang mempersiapkan diri, antara lain kontingen DKI yang cuma berlatih seminggu, kontingen Bali sudah bersiap-siap sejak bulan Mei lalu. Daerah itu akan menjadi tuan rumah turnamen Sarung Tinju Emas November mendatang. Juara bertahan Maluku pun kurang persiapan. Apalagi pelatih bertangan dinginnya, Teddy van Roon. telah meninggal. Tuan rumah Ja-Teng pun "terlambat mcmpersiapkan petinju secara terpusat," seperti dikatakan Lukman SH, dari Pertina Ja-Teng. Masih beruntung JaTeng mempunyai petinju muda dan terpelajar, Sugiarto (21 tahun) mahasiswa ringkat IV Fak. Hukum Universitas 17 Agustus Semarang, yang berpengalaman mternasional. Petinju berbadan gempal, tinggi 160 cm itu sudah pernah ikut keuaraan di Bangkok, Korea, Pakistan, Malaysia dan Italia. Ia berhasil menahan serangan petinju berteknik tinggi, W. Sapulete (Maluku) dan memenangkan kelas terbang dengan penampilan yang baik, sehingga terpilih sebagai petinju terbaik turnamen ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus