Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Impian taman seluas india

Kongres taman nasional sedunia ke-III di Bali ditutup, tercapai konsensus untuk melindungi kawasan suaka sedunia. aspirasi dunia ketiga dapat perhatian.(ling)

30 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KONGRES Taman Nasional Sedunia ke-3 baru saja usai. Menjelang akhir kongres Jumat lalu, Menteri Pertanian Dr. Soedarsono mengangkat gunungn, seraya memukul gong pelambang selesainya lakon yang berlangsung 12 hari, di Bali Beach Hotel, Sanur. Secara aklamasi kongres telah mengesahkan dua dokumen penting: Deklarasi Bali dan 20 rekomendasi menyangkut seluruh aspek konservasi alam. "Kita patut bangga atas dokumen ini," ujar Kenton R. Miller, Ketua CNPPA (Komisi IUCN tentang Taman Nasional dan Kawasan Suaka) yang memimpin sidang penutupan itu. Deklarasi dua halaman kurang itu antara lain menyatakan "Bumi satu-satunya tempat di alam semesta yang diketahui menunjang kehidupan, sementara banyak jenis kehidupan lenyap dan berbagai ekosistem rusak, kemampuannya untuk itu cepat merosot . . ." Diingatkan pula: " . . . mungkin hanya generasi kita yan masih berkesempatan memilih kawasan alami baru yang luas untuk dilindungi." Ada pendapat lain, seperti dikemukakan Dr. Gerardo Budowski ahli kehutanan dari CATI (Pusat Penelitian dan Latihan Agronomi Tropis) di Costa Rica. Menurut Budowski, kongres berusaha menyenangkan semua pihak. "Itulah hasil konsensus yang optimum." Dr. Harold Eidsvik dari Kanada juga tidak teramat gembira dengan deklarasi yang datar itu. Tapi yang terpenting menurut Wakil Sekretaris Jenderal Kongres itu, "Wahana yang lebih luas tentang pelestarian alam telah dicapai." Eidsvik menunjuk pada jumlah besar delegasi negara Dunia Ketiga yang hadir: lebih separuh dari 68 negara peserta. Deklarasi juga menilai ada enam langkah pokok yang mutiak, antara lain: . . . meluaskan dan memperkuat jaringan global dan regional taman nasional serta kawasan suaka lainnya memberikan status permanen pada kawasan suaka berdasarkan landasan hukum dan mengakui nilai ekonomis, kultural serta politisberbagai kawasan suaka. Yang terakhir mi agaknya ingin rnengungkapkan aspirasi Dunia Ketig dan merupakan konsepsi baru tentang taman nasional. "Konsepsi baru itu cukup menguntungkan Dunia Ketiga, " ujar Reuben Olembo dari Kenya. "Hal ini cukup terungkap dalam rekomendasi dan deklarasi." Tapi Olembo, yang hadir sebagai pejabat UNEP, merasa suara Dunia Ketiga belum sepenuhnya terwakili. "Konsepsi baru itu memang belum banyak dipraktekkan, jadi harus dibuktikan dulu," katanya. MUNGKIN perasaan Olembo bersumber pada sebutir kalimat yang muncul dalam rekomendasi no. 5 tentang peranan kawasan suaka dalam pembangunan bersinambungan. Di situ kongres menegaskan kembali keyakinannya bahwa taman nasional dan kawasan suaka lainnya harus dilindungi dari usaha pengolahan komersial. Ini justru konsesi lama, yang menurut Olembo, sulit dilaksanakan di banyak negara Dunia Ketiga (libat box). Dunia Ketiga agaknya tak punya banyak pilihan- Apakah suatu kawasan harus diberikan kepada satwa lindungan atau kepada manusia? Indonesia sendiri sudah menyisihkan 299 kawasan suaka dengan luas total 11,2 juta ha. Jumlah ini mencakup 4,9 juta ha dari 16 kawasan suaka berstatus taman nasional, 11 di antaranya diumumkan peresmiannya dalam kesempatan kongres di Bali. Luas kawasan suaka bersama itu hampir 6% dari luas total daratan Indonesia yang 193 juta ha. Dengan populasi mendekati 150 juta, mau tak mau sebagian hutan bakal berubah menjadi lahan pertanian. "Ini masalah yang tidak bisa dihindari," ujar Emil Salim. Satu-satunya yang bisa mengurangi dampak itu, menurut Menteri PPLH itu, ialah industrialisasi. Emil Salim menjelaskan, jumlah taman nasional di dunia bertambah dengan 46% seiak Konperensi Taman Nasional Sedunia ke-2 tahun 1972 di Stockholm. Bagian terbesar pertambahan ini terjadi di Dunia Ketiga. Kini kawasan suaka di seluruh dunia seluas 380 juta ha. Ini lebih luas dari negara India. Tapi menurut para ahli, agar manfaat konservasi bisa dirasakan umat manusia kelak, dibutuhkan sedikitnya 3 kali luas itu Sebagian besar, lagi-lagi di Dunia Ketiga. Tapi biaya untuk itu dari mana? Ini juga satu topik yang hangat dibicarakan, namun tak terjawab. Hanya dalam Rekomendasi No. 11 tentang Bantuan Pembangunan dan Kawasan Suaka kongres mendesak lembaga bantuan internasional untuk lebih memperhatikan pemberian dana bagi proyek konservas alam. Kongres juga mendesak agar pemerintah yang menerima bantuan memberikan prioritas bagi proyek pelestarian dalam permintaan bantuan mereka. Bagi Indonesia cukup tersedia peluang untuk mengutarakan isi hati. Mulai dari Wakil Presiden Adam Malik, Menteri Pertanian Soedarsono, Menteri Penerangan Ali Moertopo, Menteri Negara PPLH Emil Salim sampai Dirjen Kehutanan Soedjarwo, semua memacu kata tentang pentingnya rekonsiliasi tanggung jawab keuangan atas upaya pelestarian. "Di masa lampau kita belum pernah menerima bagian yang wajar dari keuntungan . . ." ujar Adam Malik dalam pidato pembukaannya. ". . . juga tidak bagian yang wajar berupa bantuan dalam upaya kita turut mengamankan warisan alamiah bersama secara global." Masalah lain ialah tenaga yang mampu mendukung pelaksanaan berbagai program konservasi alam itu. Seperti dikemukakan Emil Salim, Indonesia yang baru saja memproklamasikan 11 taman nasional baru, belum punya cukup ahli biologi untuk mengisinya. Ini juga disinggung Wartono Kadri, direktur PPA. Ia menilai justru pemenuhan tenaga struktural merupakan masalah yang paling mendesak sekarang. "Yang saya perlukan ialah dedikasi dulu, baru ijazah nomor dua," ujar Wartono, salah satu sekretarisjenderal kongres. "Langkah utama, yang perlu diambil ialah pengamanan kuantitas dulu, baru kemudian kualitas." Banyak persoalan secara spesifik belum terjawab dalam kongres. Tapi agaknya dari 385 peserta (Indonesia 62) dan puluhan peninjau, kurang lebih sepakat menilai kongres tersebut "sukses". Setidaknya, "kini kita punya landasan yang tepat untuk meluncurkan roket kita selama 10 tahun mendatang," ujar Dr. Coolidge, Ketua Kehormatan IUNC.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus