Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Selamat datang, sang juara

Pertarungan memperebutkan juara dalam tour de jawa v/1989 masih berlangsung. secara keseluruhan regu indonesia yang terbagi empat tim tetap menduduki peringkat atas. pembalap korea selatan bersaing.

17 Juni 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTARUNGAN memperebutkan tempat terhormat dalam Tour de Jawa V/1989 hingga Senin kemarin masih sengit. Memasuki etape ke-7 (Surabaya-Malang) dengan jarak 94 km, pembalap Korea Selatan merajai jalanan. Tiga besar dipegang Lee Song-Ho (Kor-Sel), Asep Gumelar (Ja-Bar), dan Lee Bong-Chol (Kor-Sel). Namun, secara keseluruhan regu Indonesia yang terbagi empat tim tetap menduduki peringkat atas. Persaingan di awal perlombaan boleh dibilang belum begitu ketat. Pembalap Indonesia, yang relatif lebih menguasai medan, mempimpin di baris terdepan sejak bendera start dikibarkan Wagub DKI Anwar Ilmar Senin pekan lalu. Benny van Aert dari Tim Indonesia B, tampil sebagai juara etape pertama (Jakarta-Subang), dengan catatan waktu 4 jam 29 menit. Pembalap tuan rumah kembali unjuk gigi di etape ke-2 dan ke-3. Tanjakan dan tikungan maut di sepanjang Bandung-Tasikmalaya tak membikin keder para pembalap Indonesia. Maruki Matsum, yang dijuluki "mesin diesel", dengan lancar meninggalkan satu per satu saingannya dan masuk garis finish dalam tempo 2 jam 11 menit lebih. Di etape ke-3 (Tasikmalaya-Purwokerto), Ian Tanujaya, yang kepalanya dibalut perban karena nyungsep di aspal sehari sebelumnya. menyodok di urutan pertama. Dua kilometer menjelang finish, pemuda berusia 25 tahun ini mengenjot pedal sepedanya habis-habisan. Selisih waktu yang diciptakan hanya 11 detik dengan rekannya Ronny Yahya. "Sejak menggeluti balap sepeda tahun 1977, baru kali ini saya jadi juara etape," kata pembalap SEA Games yang masuk Tim Indonesia C ini, berseri-seri. Menurut Ian, keberhasilan regu Indonesia meraih gelar juara dalam tiga etape berturut-turut itu tidak saja disebabkan oleh persiapan yang matang menjelang pertandingan. Ada faktor lain yang lebih penting, yakni kekompakan. "Yang kami jaga bukan lagi nama tim, tapi nama Indonesia," ujarnya. "Dulu banyak yang egoistis ingin menang sendiri, sekarang tidak lagi." Namun, kebersamaan yang seharusnya dipertahankan terus-menerus mengendur di etape berikutnya. Pembalap Kor-Sel, mulai melakukan gebrakan beruntun. Etape ke-4 dengan rute Yogyakarta-Semarang disabet Sin In-Ho. Sehari kemudian Lee Bong-Chol memperbaiki posisi Kor-Sel dengan merebut juara etape ke-5 (Semarang-Cepu). Toh keberhasilan pembalap Kor-Sel itu tidak mengubah urutan sementara lima besar. Urutan teratas tetap diduduki Indonesia B, Indonesia A, Selandia Baru, Indonesia C, dan Kor-Sel. Apakah kedudukan tersebut akan bertahan sampai akhir pertandingan, Harry Sapto, Ketua Umum PB Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI), belum berani meramalkan. "Dalam balap sepeda, sangat sulit meramal siapa yang akan jadi juara sebelum finish," katanya. Tapi ia optimistis Indonesia akan menjadi juara. Apalagi setelah pada etape ke-6 (Cepu-Surabaya), Nico Subagio dari Indonesia D melejit terdepan dan tak tersaingi hingga finish. Ambisi Indonesia untuk merebut tempat terbaik di nomor perorangan dan beregu agaknya sudah menjadi obsesi. Maklum dalam Tour de Jawa III yang dilaksanakan tahun 1983, Kor-Sel menyabet juara di nomor beregu dan perorangan. Sejak itu pembalap-pembalap Indonesia digembleng di dalam dan di luar negeri. Barulah dalam Tour de Jawa IV/1985 pembalap-pembalap Indonesia keluar sebagai juara beregu. Tapi juara umum perorangan adalah Rene Beuker dari Belanda. "Tahun ini, jelas target kami jadi juara," kata Harry. Namun, ambisi terbesar Ketua Umum PB ISSI ini sebenarnya adalah menyelenggarakan Tour de Jawa secara rutin. "Saya harap tur kali ini merupakan titik tolak pelaksanaan yang kontinu setiap dua tahun," kata Harry. Kejuaraan balap sepeda bergengsi ini dimulai pada 1958. Setahun kemudian Tour de Jawa II kembali dilangsungkan. Namun, setelah itu nasibnya tak menentu. Baru ketika Harry Sapto memimpin ISSI, 1983. Tour de Jawa kembali diangkat ke permukaan dengan mengundang pembalap-pembalap mancanegara. Tahun ini turnamen yang makan waktu 10 hari (5-15 Juni) diikuti Australia, Malaysia, Selandia Baru, dan Kor-Sel. Belanda, yang semula bersedia datang, belakangan membatalkan diri. Menurut Harry, kendala utama pelaksanaan Tour de Jawa menyangkut biaya. Kejuaraan saat ini diperkirakan menelan biaya Rp 400 juta. "Semua ditanggung sponsor," katanya. Penyandang dana adalah PT Supra Ferbindo Farma, air mineral Ades, dan Sony. Kompensasinya, ketiga sponsor itu berhak memasang logo di kaus peserta dan menancapkan umbul-umbul di sepanjang jalan yang dilalui sejauh 1.287 kilometer. Tapi perang iklan biasa terjadi di pinggir jalan. PT Konimex, produsen sejumlah obat, juga mengibarkan banyak spanduk dan umbul-umbul. Bunyinya, antara lain, Selamat Datang Sang Juara. Yang Terbaik Pilihan Anda atau Selamat Jalan Flu yang dilengkapi merk obat Inza dan Paramex. Spanduk dan umbul-umbul ini, entah kenapa, memprihatinkan panitia. "Jelas, tidak etis dan tidak bisa dibiarkan," kata Harry, gusar. "Kalau tidak segera ditangani, kami tidak berani menjamin perusahaan ini mau menjadi sponsor dalam kegiatan yang sama," kata Denny Gemulya, Komisi Teknik PB ISSI yang juga mewakili kepentingan PT Supra Ferbindo Farma, yang menghasilkan Oskadon dan Contrex itu. Tuduhan mendompleng turnamen Tour de Jawa mendapat bantahan. Spanduk dan umbul-umbul itu sudah dipasang Konimex di berbagai kota di Jawa sejak 22 Mei lalu, dan izinnya baru berakhir setelah PON diselenggarakan. "Yang kami maksud 'juara' itu adalah Inza dan Paramex dalam mengobati sakit kepala," kata Ediyanto Yusuf, Manajer Pemasaran PT Konimex. Ada benarnya. Spanduk dan umbu-umbul itu tak mencantumkan logo turnamen -- sama dengan spanduk berbagai iklan lain yang tidak dipersoalkan.Yusroni Henridewanto dan biro-biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum