IMPIAN petenis Amerika Serikat menjadi kenyataan di Stadion Tenis Roland Garros, Paris. Michael Chang, petenis muda AS, muncul sebagai jago dunia baru, setelah Ahad lalu menjuarai Turnamen Tenis Prancis Terbuka -- salah satu dari rangkaian turnamen tenis kategori Grand Slam. Chang membangkitkan mimpi AS itu setelah prestasi Andre Agassi agak merosot. Dalam usianya yang baru 17 tahun -- tepatnya lahir 22 Februari 1972 -- Chang mampu menjuarai turnamen cukup bergengsi di dunia. Di pertandingan final yang mencekam itu, pemuda keturunan Cina kelahiran New Jersey, AS, ini mengandaskan ambisi petenis Swedia yang diunggulkan di tempat ketiga, Stefan Edberg, 23 tahun. Pertarungan di atas lapangan tanah liat itu berlangsung alot dan memakan waktu sekitar empat jam. Chang, yang terdaftar di urutan ke-15, unggul dengan angka ketat: 6-1, 3-6, 4-6, 6-4, dan 6-2. Begitu pukulan forehand Edberg menyangkut di net, Chang langsung menutup wajah dengan kedua tangannya menghadap ke arah penonton. Tepuk tangan dari sekitar 16 ribu penonton menggema di seluruh stadion, mengelu-elukan sang juara baru. Kedua orangtuanya, Joe dan Betty Chang, tak mampu menahan rasa haru atas keberhasilan yang diraih anak bungsunya. Michael Chang tercatat sebagai pemain termuda yang pernah menjuarai turnamen Prancis Terbuka. Chang memulai set pertamanya dengan brilyan. Edberg yang tidak bermain dengan polanya -- serve and volley -- dibuat pontang-panting ke sudut kiri dan kanan. Cukup dalam waktu 32 menit Chang menyudahi set ini dengan 6-1. Set kedua dan ketiga Edberg baru mengembangkan ciri khas permainannya. Ia pun unggul dengan 6-3 dan 6-4. Masuk pada set keempat, naga-naganya Edberg bakal melindas Chang dengan mudah. Tapi tidak. Chang tak mau menyerah begitu saja. Ia bermain dengan lob-lob serang yang akurat membuat Edberg susah dalam melakukan pukulan volley. Chang menyamakan kedudukan dengan merebut set keempat. Di set penentuan, Chang -- peringkat ke-19 dunia -- mampu mengimbangi permainan serve dan volley Edberg. Tak jarang dia maju ke net untuk mencegat pukulan terobosan dan dropshot juara Wimbledon 1988 itu. Dan Chang pun menutup set ini dengan angka telak, 6-2. "Saya mengira bakal kalah sewaktu memasuki set kelima, tapi saya mencoba menahannya dengan menempatkan bola-bola lebih akurat," ujar Michael Chang seusai pertarungan yang melelahkan itu. Menurut anak kedua dari dua bersaudara ini, semua itu berkat dorongan dari kedua orangtuanya, pelatihnya, dan mukjizat dari Tuhan. "Saya sangat bangga dengan hasil ini, apalagi selama dua minggu orangtua dan pelatih saya selalu mendampingi saya,"tambah Chang setelah pemberian piala. Tabungan Chang bertambah US$ 291 ribu. Sementara itu, Stefan Edherg tertunduk lesu. "Saya cukup mempunyai banyak peluang untuk mengambil angka, tapi saya tak pernah memperoleh keuntungan itu," ujarnya. "Dia masih cukup muda dan belum banyak yang dipikirkannya." Pertempuran Chang dengan Edberg di final Prancis Terbuka ini merupakan pertarungan yang keempat. Dan kedudukan saat ini bcrimbang 2-2. Cuma saja kemenangan Chang sekarang membawa arti penting bagi pemuda bermata sipit yang mempunyai kegemaran memancing ini. Ia menjadi petenis AS pertama yang mampu memenangkan turnamen ini sctelah Tony Trabert, 1955. Melejitnya Chang di kalangan elite petenis dunia sebenarnya amat mengagetkan. Ia baru satu tahun terjun ke dunia profesionalisme. Namun, kemauannya yang keras dibarengi dengan semangat yang tinggi menjadi modal yang utama. Gebrakarnya segera diperhitungkan oleh pemain peringkat dunia lainnya. Chang sudah memegang raket tenis pada usia tujuh tahun, sewaktu keluarganya pindah dari Hoboken, New Jersey, ke St. Paul, Minnesota. Joe Chang, ayahnya, berasal dari Taiwan. Ia beremigrasi ke AS tahun 1966. Joe yang gila tenis ini menangani sendiri anaknya bersama istrinya, Betty. Hanya sesekali Chang berlatih di La Costa Country Club, sebuah kamp tenis milik Pancho Segura di selatan California. Pancho Segura adalah bekas pemain pro legendaris AS dan pelatih Jimmy Connors. Gelar Grand Slam bakal membuat Michael Chang menjadi milyuner muda. Tahun lalu dia sudah menandatangani kontrak dengan perusahaan terkenal, Reebok. Sedangkan dari mengikuti turnamen internasional dia sudah mengumpulkan uang sekitar US$ 155 ribu. Tapi, kata Chang uang bukan segalanya. "Orantua saya tidak pernah memaksa saya melakukan sesuatu, kecuali untuk minum vitamin," kata Chang, yang tahun lalu menyelesaikan SMA-nya melalui kursus tertulis . Rupanya, Prancis Terbuka milik kaum muda. Begitu pula di bagian putri. Juara bertahan, ratu tenis dunia Steffi Graf, kandas di tangan petenis muda asal Spanyol, Arantxa Sanchez. Sanchez, 17 tahun, juga merupakan petenis wanita termuda yang menjuarai turnamen besar ini. Di final, Sabtu pekan lalu, Sanchez menundukkan Graf, 20 tahun, yang diunggulkan di urutan pertama, melalui pertarungan alot selama 2 jam 58 menit. Sanchez, yang pada kejuaraan serupa tahun lalu hanya sampai perempat final, memenangkan pertandingan dengan angka ketat: 7-6, 3-6, dan 7-5. Begitu pukulan backhand Graf menyangkut di net, Sanchez seolah-olah tak percaya bahwa dia keluar sebagai juara baru. Peringkat ke-10 dunia ini langsung menjatuhkan dirinya di lapangan di bawah tepukan sekitar 12 ribu penonton yang memadati lapangan utama Roland Garros. "Hari ini merupakan hari yang paling bahagia bagiku. Yang kuinginkan terkabul sudah," kata Sanchez sembari meneteskan air matanya. "Kalau Michael Chang mampu mengalahkan Ivan Lendl, mengapa saya tidak bisa menundukkan Graf? Apalagi saya sudah mempelajari permainannya," ujar petenis putri Spanyol pertama yang mampu masuk final dan menang di turnamen Prancis Terbuka ini. Dan Sanchez yang kelahiran Barcelona ini menjadi orang kedua -- setelah Gabriela Sabatini -- yang mampu mengalahkan Steffi Graf. Tapi dalam empat kali bertemu Sanches, Graf masih unggul 3-1. Perjalanan Sanches masih panjang.Rudy Novrianto dan Yusril Djalinus (AS)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini