KETIKA barisan tim teriis meja Indonesia memasuki tempat upacara
di gedung The National Exhibition Centre Birmingham, Inggeris,
para pengunjung terpesona, kagum. Mereka menjadi pu$at perhatian
terang bukan karena ptestasinya. Sebab dalam Kejuaraan Dunia
Tenis Meja Ke-34 hadir pemain-pemain kaliber internasional dari
RRC maupun KoreaI Selatan -dua negara yang memegang supremasi
dunia.
Kekaguman penonton pada tim Indonesia itu terletak hanya pada
pakaian defile yang dikenakan pemain-pemain puteri. "Orang
menyangka mereka adalah stewardess (pramugari) Lufthansa,"
cerita Sekjen PTMSI, Willy Warokka kepada TEMPO.
Memakai rok abu-abu, kemeja batik, pembalut leher dari batik
pula, kelengkapan lain adalah jas pendek yang ierwarna sama
dengan roknya. Tapi bahan dasar buatan Patal Senayan itu cukup
menampilkan keanggunan di tubuh pemain puteri Indonesia setelah
lewat tangan nyonya Wiryawan. Harga kreasi sang nyonya itu,
menurut Willy Warokka, cuma 25 ribu rupiah. Itu pun sudah
berikut kaos kaki panjang (stocking).
Untuk pemain tenis pria, stelan jas mereka dipesan darl penjahit
Oskar, Jakarta. Harganya 30 ribu rupiah. Dan, "cukup bagus,"
tambah Willy Warokka. Pemesanan pakaian itu dilakukan bulan
Maret lalu.
Batik Pesan Di Sini
Akhir Oktober lampau, di kanseleri KONI Pusat Senayan, Jakarta
masalah pkaian defile atlit tak kurang menjadi fokus
pembicaraan yang hangat. Sasarannva bukan ke alamat tim tenis
meja yang sempat memukau pengunjung di gedung e National
Exhibition Centre. Tapi ditujukan kepada kontingen SEA Games
yang akan berangkat ke Kuala Lumpur, 16 Nopember depan. Karena
seragam untuk mereka itu dibikin di Jong Mee Taylor, Singapura.
Menurut drs. Amir Lubis yang mengurus perlengkapan tersebut,
pemesanan stelan jas di Singapura itu dilakukan karena di sana
haranya lebih murah ketimbang di Jakarta. "Harga satu stel jas
di Singapura cuma 35 ribu rupiah," ujar Amir Lubis. "Sedangkan
di sini upah jahitnya saja sudah 40 ribu rupiah." Ia mengatakan
pemesanan itu dilakukan berdasarkan tenden Tapi ia tidak
menyebutkan penjahit-penjahit mana yang memasukkan permohonan
tersebut.
Alasan lain dari pemesanan lewat Jong Mee Taylor itu, kata Amir
Lubis, dikarenakan KONI Pusat menginginkan seragam yang terbaik,
murah dan tidak mengecewakan atlit pemakainya. Seorang pelatih
wanita Kontingen SEA Games Indonesia yan tidak mau ditulis
namanya, mengatakan bahwa ia pernah memesan pakaian seragam di
sala'h satu penjahit langganan KONI Pusat di Jakarta. Tapi
pakaian tersebut tidak jadi dipakai lantaran ukurannya tidak
cocok. "Sekarang ini pertimbangan atlit kita masukkan," kata
sang Pelatih. Dan, "mereka tentu saja menghendaki yang baik.
Adakah buatan Jong Mee Taylor itu merupakan yang terbaik dan
murah? Belum tentu. Karena barangnya belum jadi. Kontingen PON
IX DKI Jakarta yang tampil dengan jas gabardin merah dan celana
krem di stadion utama Senayan, Jakarta akhir Juli lalu tak
kurang menarik perhatian penonton dalam seagam itu. Bahannya
pun buatan dalam negeri - hasil produksi pabrik tekstil
Southerntex, Jakarta. Harga stelan jas itu sendiri, menurut
Sutrisno, Sekretaris KONI Jaya bulan Agustus lampau, hanya 25
ribu rupiah. Tapi karena masihdiperlengkapi dengan kemeja,
dasi, topi, kaos kaki, dan sepatu nilai akhirhya menjadi 38
ribu rupiah. Pesanan dilakukan melalui penjahit Oskar, Arta
Yuda dan Melati Boutique.
Amir Lubis kemudian menambahkan bahwa yang dipesan di
Singapura itu hanya stelan jas saja. Jumlah atlit dan ofisial
yang akan mendapat seragam sekitar 300 orang. "Lainnya, seperti
baju batik kita pesan di sini," katanya tanpa mau menyebut
harga. Total tender biaya, pakaian itu mungkin lebih 45 ribu
rupiah. Berikut sepatu dan lain-lain, tentunya.
Nilai seragam defile kontingen SEA Games Indonesia yang akan
dibagikan kepada atlit di Kuala Lumpur itu akhirnya tak berbeda
jauh dengan buatan dalam negeri. Keuntungannya adalah kalau
para atlit tersebut senang memakainya, modal mereka sebelum
bertanding jadi bertambah.
Tapi, bagaimana dengan'seruan Menteri Perindustrian, M. Yusuf
yang berulangkali menganjurkan untuk memakai produksi dalam
negeri? Apa ini bukan suatu kontradiksi? Ataukah kita ini merasa
lebih keren dengan pakaian buatan luar negeri! Tapi tampaknya
Sekjen KONI Siregar, cukup bijaksana. Ia cepat mengakui
kesalahan KONI dalam soal seragam. Dan bermaaf-maafan di depan
wartawan. Gampang bukan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini