TIM Belgia, yang dijuluki Setan-setan Merah karena memakai
kostum warna merah, telah menumbangkan mithos hasil seri dalam
pembukaan turnamen Piala dunia -- sejak 1966 selalu tanpa gol.
Disaksikan oleh 90.000 penonton yang memadati Stadion Nou Camp,
Barcelona, 13 Juni malam, Erwin Van den Berg mencetak gol
tunggal di gawang kesebelasan Argentina. "Gol yang berbau
offside, " kata Cesar Luis Menotti, pelatih Argentina, seusai
pertandingan. Ia mengkritik keras Jarguz, penjaga garis dari
Polandia, yang tak mengangkat bendera waktu Van den Berg
menerima umpan di belakang back kiri Tarantini.
Guy Thys, pelatih tim Belgia, menyebut kemenangan pemain
asuhannya sebagai hal wajar. Kegagalan Argentina mencetak gol
balasan, menurut dia, dikarenakan mereka tidak memperoleh
jawaban atas cara Belgia menguasai lapangan. "Ternyata Maradona
tidak istimewa," ujar Thys. Maradona, gelandang berharga US$ 8
juta, yang setiap pertandingan selalu dijaga ketat musuh,
ditakuti karena keahliannya merobek daerah pertahanan.
Gol tunggal Van den Berg tak cuma membuat Belgia menjadi
perbincangan di Grup III. Juga di pasar taruhan. Belgia, akan
turun melawan El Salvador, Sabtu malam, disebut-sebut sebagai
salah satu tim yang akan maju ke perempat final. Sebelumnya
mereka diperkirakan bakal tersisih dalam grup. Tapi Argentina
kalau-kalah satu kali lagi bisa tersisih. Semula calon kuat:
Argentina bersama Hongaria.
Prestasi Belgia dalam Piala Dunia di masa lalu memang tak pernah
mengesankan. Dari lima kali penampilan (1930, 1934, 1938, 1954
dan 1970) mereka tak satu kali pun berhasil melewati pool
penyisihan. Bahkan dalam dua turnamen terakhir gagal meraih
tiket finalis. "Masa lalu yang pahit," kata Thys. Dalam dekade
70-an itu Belgia sebetulnya cukup disegani lawan -- Klub
Anderlecht, Brussel, yang berstatus semiprofesional, pemegang
Piala Eropa 1976 dan 1978.
Ketika Thys ditunjuk menjadi pelatih tim nasional, tahun 1977,
hampir tak ada pemain senior yang dipunyai. Hingga ia terpaksa
merekrut kesebelasan junior -- di tahun itu menjuarai turnamen
Pemuda Eropa. Pemain intinya, waktu itu, adalah Eric Gerets,
Walter Meeuws, Paul Renquin, dan Jean Pfaff, semuanya ikut ke
Spanyol. Mujur bagi Thys adalah kembalinya Wilfried van Moer,
veteran Piala Dunia 1970, 37 tahun, memperkuat barisan tim
nasional.
Kesebelasan Belgia, yang pakai dinamo tua itu, ternyata tak
mengecewakan Thys. Tahun 1980 mereka menjadi runner up Kejuaraan
Eropa di Italia. Di final mereka dikalahkan Jerrnan Barat 1-2.
Dalam babak penyisihan ke Spanyol, Belgia, tergabung dalam Grup
II Eropa, menempati urutan teratas. Lawan yang disisihkannya,
antara lain, tim Belanda yang dikalahkan Argentina di final
Piala Dunia 1978.
Penampilan pemain asuhan Thy yang mengalahkan Argentina di
Barcelona belum membuat masyarakat Belgia optimistis terhadap
prestasi mereka "Kalau mereka mencapai semifinal baru
menakjubkan," tulis surat kabar Libre Belgique terbitan Brussel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini