DUA pekan lalu seorang pengendara sepeda motor menemukannya tergeletak, di pinggir jalan, di Vermont, Amerika Serikat dalam celana dan sepatu lari. Esoknya autopsi dokter mengungkapkan, James F. Fixx, 52, terbukti meninggal karena serangan jantung sewaktu lari. Dua pembuluh darah koronernya ternyata sudah tersumbat seluruhnya dan satu lari setengahnya. Meninggal tatkara sedang lari tidak terlalu luar biasa, tapi bila itu terjadi pada James Fixx, masalahnya lain. Soalnya, Fixx, penulis buku Tle Complete Book of Rsnning, dianggap semacam "nabi", yang menularkan keranjingan Jogging atau lari di Amerika Serikat, yang kemudian menjalar ke seluruh dunia. Tatkala buku itu terbit pada 1977, penggemar lari di AS diperkirakan cuma sekitar enam juta orang. Dalam dua tahun, buku itu dicetak ulang 30 kali, diterjemahkan dalam 14 bahasa, sedangkan jumlah penggemar lari di AS melonjak menjadi hampir 40 juta. Fixx, yang pernah bekerja sebagai wartawan McCall dan Life, paling tidak memperolek sekitar Rp 1 milyar dari bukunya itu. Fixx memulai lari tatkala berusi 35 tahun. Suatu hari, tatkala bermair tenis, kakinya keseleo. Begitu sembuh, ia memutuskan untuk lari guna memperkuat otot kakinya. Fixx sendiri semula tidak menyadari bahwa hidupnya berubah setelah itu. Berat badannya turun, dari 99 k menjadi 72 k. Tubuhnya terasa lebih sehat. Ia berhenti merokok (sebelumnya ia perokok berat). Ia mulai ikut perlombaan lari. Enam kali ia ikut (dan mencapai finish) dalam lomba maraton Boston. Salah satu yang mengecewakannya adalah kurangnya informasi mengenai lari. Karena itu, ia memutuskan untuk menulis buku mengenai lari. Lari, kata Fixx, bukan sekadar olah raga yang menyehatkan, tapi mungkin juga yang terbaik. Lewat penderitaan atau rasa sakit sewaktu lari, bisa timbul rasa nikmat. Dengan lari, banyak kebutuhan terpenuhi: untuk bergerak, memunculkan kepribadian sendiri, membuang kelebihan kalori, menghilangkan ketegangan dan juga untuk bermeditasi. Buat penderita penyakit jantung, olah raga lari juga sangat baik. Kematian Fixx mengguncangkan teorinya, dan menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah penderita penyakit jantung boleh jogging? Banyak dugaan, tersumbatnya pembuluh darah Fixx disebabkan gaya hidupnya sebelum ia memulai lari. Faktor keturunan juga diperkirakan mempengaruhi kematiannya. Ayah Fixx terkena serangan jantung waktu berusia 35 dan meninggal pada umur 43 tahun. "Berkat latihan larinya Fixx bisa hidup sembilan tahun lebih lama dibanding ayahnya," kata Dr. Kenneth Cooper, pelopor aerobik. Fixx diduga sudah tahu bahwa jantungnya tidak beres. Desember lalu, tanpa alasan yang jelas ia menolak melakukan tes treadmill stress. Beberapa hari sebelum meninggal, ia dikabarkan mengeluh kecapekan. "Rasa capek sekali biasanya terjadi sebelum serangan jantung," kata Dr. George Sheehan, redaktur medis majalah Runner's World. Fixx dikabarkan juga mengeluhkan kerongkongannya yang terasa sesak jika ia berlari. Diduga ini merupakan gejala angina, yang merupakan indikasi adanya gangguan koroner. Jadi, berbahayakah jogging? "Jogging tidak berbahaya, bahkan untuk orang yang berusia lanjut sekalipun," kata dr. Rijadi Sastropanoelar, kepala Lembaga Kesehatan Keangkatanlautan TNI-AL, Surabaya. Menurut fisiolog yang kerap melakukan penelitian masalah olah raga ini, tiap jogger harus tahu "porsi"-nya. Ia tidak boleh melakukan gerakan yang menyebabkan denyut jantung melewati batas maksimal. Tingkat denyut jantung itu diukur berdasarkan: 220 (denyut tertinggi) dikurangi usia sijogger. Dr. Sadoso Sumosardjuno, direktur Pusat Kesehatan Olah Raga (PKO) Senayan, Jakarta, menganjurkan dilakukannya penahapan buat mereka yang di atas 35 tahun dan pertama kali melakukan jogging. Untuk minggu pertama dan kedua, hanya boleh berjalan cepat. Minggu ketiga sudah boleh dicampur dengan jogging, dan pada minggu keempat boleh jogging lebih banyak. "Latihan harus teratur dan bertahap, dengan kecetatan kuran dari 9 km per jam, jarak terserah dan tergantung rasa capek," Ikatan. Buat yang berumur di atas 50 tahun, masa adaptasinya lebih, lama. Sewaktu lari, bila jogger merasa ,tidak kuat, ia jangan langsung berhenti atau duduk, tapi harus melakukan cooling doqn (CD), untuk 'mengurangi intensitas kegiatan organ tubuh secara bertahap. Kalau tidak, ia akan pusing, dan bagi yang berusia di atas 40 tahun bisa pingsan atau mati mendadak. Jika sewaktu lari dada kiri atau tengah terasa sakit, joger harus cepat berhenti atau melakukan CD. Begitu juga bila ia merasa pusing atau berkunang-kunang. Penderita jantung koroner boleh melakukan jogging. "Asal tidak berlebihan," kata dr. I.S.F. Ranti, seorang spesialis jantung di Jakarta. Meski seorang merasa lebih sehat dengan melakukan jogging, tidak dijamin bahwa sehatnya itu merupakan "paspor" untuk hidup lebih lama. Fitness (kesegaran jasmani) tidak cuma ditentukan oleh jantung atau pembuluh darah saja. Kematian "model" Fixx jua teriadi di Indonesia. Pekan lau, sa lah seorang peserta Klub Jantung Sehat di Jakarta, seorang pejabat pemerintah berusia 43, pingsan tatkala berlatih lari di Gelanggang Olah Raga Kuningan, Jakarta. Ia meninggal di rumah sakit. "Kadang-kadang seorang penderita merasa sudah baik, hingga terlalu percaya sendiri, lalu melampaui target yang diberikan. Akibatnya fatal," ata dr. Dede Kusmana, spesialis jantung yang ikut menangani klub ini. Di Jakarta, dalam enam tahun terakhir ini, sekitar 10 penderita jantung koroner meninggal sewaktu latihan lari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini