Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Mati Konyol di Dukuh Pepe

Dikeroyok sampai mati. Enam terdakwa sedang diadili. Polisi hampir tidak mau mengusut karena dikira gali. (krim)

11 Agustus 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUMARWAN yang malang. Suatu malam ia dikeroyok. Kaki dan tangannya patah, perut robek, dan kepala remuk. Esok harinya, pelajar SMA Muhammadiyah itu diantarkan ke rumah orangtuanya, Parno Atmojo, dalam keadaan sudah menjadi mayat, ditaruh dalam peti. Kesedihan Parno berlanjut karena polisi yang dilapori tak turun tangan. Kabarnya, karena mereka mendapat laporan bahwa yang dikeroyok itu gali. Padahal, saat itu, Januari lalu, banyak pihak di Karanganyar sedang gandrung-gandrungnya memerangi kejahatan. Tapi, syukur, polisi akhirnya melakukan pengusutan. Dan kini, enal terdakwa yang diduga keras ikut mengeroyok Sumarwan, 19, diadili di Pengadilan Neeri Karanganyar, Jawa Tengah. Para tertuduh adalah Suroso, Sawaldi, Parjiman, Parno, Wilarso, dan Sukir yang berusia antara 25tahun dan 45 tahun. Oleh jaksa Sumardi mereka dituduh telah melakukan penganiayaan berat hingga korban meninggal. Sidang dipimpin hakim Iskandar Junaini. Nasib Sumarwan yang bertubuh langsing dan berhldung mancung itu memang cukup tragis. Malam itu, 18 Januari 1984, kata Parno yang tinggal di Dukuh Pepe, Kelurahan Gedongan Colomadu, Karanganyar, ia mendengar bunyi kentungan dan oran berteriak, "Maling, maling!" Tiba-tiba, anak keduanya, Sumarwan, menggedor pintu, yang segera dibukakan Parno. "Saya dipedang oleh Suroso," kata Sumarwan dengan napas terengah-engah sambil memperlihatkan kakinya yang mengucurkan darah. Pakaian pemuda itu robek dan wajahnya tampak ketakutan Parno belum sempat bertanya, ketika tiba-tiba belasan orang bertampang beringas - penduduk dukuh itu juga - yang dipimpin Suroso, muncul di situ. "Kami mengejar pencuri. Nah, itu dia. Tangkap saja," seru mereka sambil mengacungkan pedang, parang, dan pentungan. Parno, karyawan sipil AURI, mencoba mencegah. Ia sempat bergumul dengan pengeroyok anaknya. Sumarwan sendiri lalu lari. Tapi sial, ia tertangkap dan menjacli bulan-bulanan orang yang sedang marah. Parno nekat melerai. "Kalau dia terbukti mencuri, saya yang akan mengganti. Saya bertanggung jawab," teriaknya. Tapi Sumarwan menjawab, "Itu fitnah. Saya tak pernah mencuri." Setelah terjadi perdebatan sebentar, para pengeroyok meminta agar dibolehkan membawa Sumarwan ke puskesmas setempat dan Parno setuju. Tapi sewaktu disusu ke Puskesmas, ia curiga, karena anaknya tak ada di sana. Kecurigaannya terjawab ketika esok harinya ia menerima "kiriman" berupa peti mati berisi jenazah anaknya. Kakak kandung korban, Prajurit Satu AURI Yedi Riyanto, tak habis pikir terhadap peristiwa yang menimpa adiknya. Yang membuatnya heran, karena polisi Karanganyar yang dilapori tak juga mengusut. Baru setelah ia "menggedor" dengan mengirim surat pengaduan ke alamat Menhankam dan meminta bantuan LBH Surakarta, April lalu pengusutan atas perkara itu dilakukan. Dalam kasus ini, tampaknya, memang ada sesuatu yang kurang beres. Yedi, misalnya, secara tak sengaja menemukan sepucuk surat yang dikirim ke alamat Polres, Kodim, dan bupati Karanganyar yang mengadukan ikhwal Sumarwan yang dikatakan suka mencuri. Yang mengagetkan: dalam visum yang dibuat dokter, nama korban bukanlah Sumarwan melainkan Sunarwan. Ini, menurut dugaan Yedi, bukan sekadar soal salah ketik. Di Dukuh Pepe, menurut penuturan penduduk, memang ada seseorang bernama Sunarwan. Dan dia memang dikenal sebagai gali: tubuhnya penuh tato dan sudah beberapa kali berurusan dengan polisi. Dan Sunarwan saat ini diketahui masih hidup, meski tak pernah muncul di Dukuh Pepe. Bisa jadi, kata Yedi, polisi mulanya tak begitu bergairah mengusut perkara itu karena menduga bahwa yang mati dikeroyok adalah Sunarwan, yang tak asing lagi bagi mereka. Pada malam naas, 18 Januari lalu itu, menurut seorang penduduk Dukuh Pepe yang bernama Suhar, sebenarnya terjadi dua kasus pengeroyokan yang korbannya sampai mati. Selam Sumarwan, orbansatunya bernama Jiman, 20, yang suka mencuri dan pernah ditahan polisi. "Tentang Sumarwan, saya tidak pernah mendengar apa dia suka mencuri. Tapi, waktu itu dia katanya mencuri televisi milik Pariyem, yang masih familinya," katanya. Itulah yang menggusarkan Parno. "Kalau mencuri, mana buktinya? Dan kalaupun betul dia mencuri, saya sudah bilang waktu itu bahwa saya sanggup mengganti. Mengapa dia mesti dibunuh?" kata Parno sengit. Apa latar belakang pengeroyokan itu memang belum diketahui. Dalam persidangan para terdakwa menyangkal tuduhan seolah telah mengeroyok korban sampai mati. "Kami hanya menangkap pencuri, dan baru pada pagi harinya kami mendengar bahwa Sumarwan memnggal. Siapa yang membunuh dia, kami tidak tahu," ujar Suroso. Lima terdakwa yang lain, juga beberapa orang Dukuh Pepe yang dipanggil sebagai saksi, memberi keterangan senada. Sampai-sampai, majelis hakim pimpinan Iskandar sering geleng kepala, dan dengan nada sedikit marah meminta para saksi untuk memberi keterangan yang benar. Tapi rupanya sulit. Maka, seorang saksi, Darso, lalu diperintahkan untuk ditahan, karena dinilai telah memberikan keterangan palsu. Yedi dan Parno memang merasa ada sesuatu yang kelihatannya disembunyikan para tetangganya. Salah satu dugaan: para pengeroyok itu mungkin keliru memilih sasaran Sunarwan menjadi Sumarwan. Tapi meski malam itu Dukuh Pepe gelap karena memang belum berlistrik, kata Yedi lagi, "Masa penduduk tidak bisa membedakan mana Sunarwan dan mana adik saya?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus