Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Si cantik dan maskawin papan catur

Di georgia, catur adalah kultur. jangan heran jika maskawinnya berupa papan catur. dan chiburdanidze memilih tidak berpraktek dokter, demi bermain catur.

14 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH belum terjawab, siapa pemain terbaik dalam Turnamen Catur Wanita Interzone di Jakarta. Turnamen di Hotel Sahid Jaya itu baru berakhir 15 Agustus nanti. Hingga pekan lalu, turnamen yang diikuti pecatur dari 30 negara ini masih diduduki pemain- pemain ber-elo rating tinggi, misalnya Pia Cramling, Ketevan Arakhamia, dan Maya Chiburdanidze. Nasib pecatur tuan rumah, yaitu Lindri Juni Widjajanti (juara zone Asia Pasifik), Maria Lucia, dan Lisa Lumongdong (keduanya merupakan pemain jatah untuk tuan rumah), belum terdongkrak. ''Kalau dalam pertandingan sub, mereka memang bermain baik,'' kata Grandmaster (GM) Nana Alexandria, pelatih yang memimpin kubu pecatur Georgia. Negara bagian bekas Uni Soviet ini membawa empat pemain dan delapan pelatih. Target Georgia, tiga pemain (dari tujuh yang terpilih) bisa terjaring dalam turnamen kandidat, ajang penentu penantang juara dunia. Sejak kejuaraan dunia catur wanita diadakan tahun 1906, gelar juaranya didominasi pecatur Uni Soviet. Diawali Vera Menchik belakangan ia membela panji Inggris lalu Ludmila Vladimirovna Rudenko dan Elizaveta Ivanovna Bykova. Tongkat juara kemudian direbut Olga Nikolayevna Rubtsova, lantas Nona Gaprindashili, dan terakhir dipegang Chiburdanidze. Supremasi catur wanita Soviet ini guncang gara-gara perebutan gelar juara dunia tahun 1992: pecatur Cina, Xie Jun, merebut gelar juara. Sementara itu, perebutan gelar juara dunia tahun 1993 di Monte Carlo, Monaco, dilangsungkan pada 24 Oktober mendatang antara Xie Jun dan Nana Isoliani dari Georgia. Sebelumnya, Isoliani mengungguli Zsuzsa Polgar dari Hungaria. Buat warga Georgia, catur adalah budaya. ''Tidak jarang, maskawinnya berupa papan catur,'' kata Nana Alexandria. Dan buat seorang wanita, menekuni jalan hidup dengan bermain catur bukan sesuatu yang asing. Tampaknya, jalan menjadi multijutawan, seperti yang digariskan tiga cewek kakak-adik asal Hungaria, Zsuzsa, Judith, dan Sofia Polgar, juga mulai ditiru cewek Georgia. Kubu Georgia menjagokan Maya Chiburdanidze, 30 tahun. Ia penyandang gelar juara dunia 19781992. Gelarnya telah terbang digondol Xie Jun. Chiburdanidze, yang bergelar grandmaster murni karena diperoleh di turnamen putra ber-elo rating 2510. Bakatnya sebagai pecatur tampak sejak ia masih kanak-kanak. Pada usia delapan tahun, ia sudah mampu mengalahkan kakaknya, mahasiswa di Georgian Polytechnic Institute. Sejak itu, anak keempat dari seorang ahli agronomi ini, oleh orang tuanya, dikirim ke Istana Pionir di Kutaisi, tempat penggemblengan pecatur andal. Kemajuannya pesat. Mula-mula ia dilatih David Chiradze, lalu Georgy Kantariya. Didampingi ibunya, ia pun menimba ilmu yang lebih mumpuni di sekolah catur di Tbilisi. Tipe mainnya agresif, kayak singa kecil. ''Saya tidak pernah takut pada siapa pun,'' katanya. Gelar master nasionalnya diraih ketika ia berusia 12 tahun. Pelatih Chiburdanidze lainnya adalah Yuri Chikovani dan Mikhail Vasilievich Shischov. Terakhir ia ditangani Eduard Gufeild. Gadis periang yang menggemari musik dan suka pada humor ini mengaku tidak mempunyai jadwal latihan tetap berapa jam sehari. Tapi Chiburdanidze membenarkan, latihan teknik saja tidak cukup untuk pemain kaliber dunia. Harus ada latihan fisik. Ia biasa bermain tenis meja. Selain itu, untuk mengendurkan saraf, ia suka berenang di tempat peristirahatannya di pantai Laut Hitam. Ternyata, sambil bermain catur, Chiburdanidze bisa menyelesaikan kuliahnya di fakultas kedokteran. ''Tapi saya tidak mau menjadi dokter,'' kata cewek yang hobinya membaca ini. Ia juga tidak mau menjadi pemain catur terus-menerus. ''Suatu saat saya akan berhenti berprofesi sebagai pemain catur,'' kata gadis bertubuh gemuk yang setiap ikut turnamen didampingi ibunya itu. Lalu mau jadi apa? ''Masih rahasia,'' katanya, sambil menggigit jarinya, malu-malu. Tapi itu tak berarti ia tidak peduli dengan catur. Ia bertekad mengembangkan catur di negaranya dalam Georgia Chess School, sekolah yang mendidik pecatur andal. Kini di negaranya sudah tercetak tujuh grandmaster. ''Apalagi catur merupakan tradisi di negara kami,'' kata Pelatih Nana Alexandria. Chiburdanidze buru-buru menyeletuk, ''Itu karena wanita Georgia pintar-pintar.'' Ia baru pertama kali ke Indonesia, dan mengaku sibuk bermain catur sehingga lupa mencari jodoh. Si pintar dari Georgia lainnya adalah Grandmaster Wanita (WGM) Ketevan Arakhamia, 25 tahun. Gadis cantik berambut hitam yang punya mata cokelat ini, hingga partai keempat, mampu mengumpulkan nilai 3,5 match point (MP) nilai yang mengakhiri permainan. Ia bermain remis melawan Pia Cramling, yang juga meraih 3,5 MP. Elo rating sarjana bahasa Jerman ini adalah 2440. Wanita pemalu ini mengaku baru sekali ini datang ke Indonesia, tapi amat terkesan dengan suasana dan orang-orang Indonesia. Arakhamia belajar catur sejak usia 6-7 tahun. Keluarganya bukan pemain catur. Tapi, ia tak segan berlatih catur sendirian. Tujuh tahun kemudian, gadis yang belum punya pacar ini sudah melanglang buana ke seluruh Uni Soviet untuk mengikuti berbagai turnamen. Gelar juara nasional Georgia disandangnya tahun 1983, 1984, dan 1985. Pada tahun 1985 itu pula, saat usianya 17 tahun, ia menjadi juara dunia junior. Gelar grandmaster wanita diperolehnya pada tahun 1987. Tahun 1990, Arakhamia menjadi juara Uni Soviet. Lalu, pada tahun yang sama ia menjuarai Olimpiade Catur di Novi Sad, Yugoslavia, dengan pengumpulan angka yang meyakinkan: 12 MP dari 12 kali bertanding. Artinya, ia tidak terkalahkan. Adakah di Jakarta prestasinya bakal mencuat? ''Saya hanya berusaha bermain baik. Itu saja motivasi saya,'' kata Arakhamia kepada Robby D. Lubis dari TEMPO. Yang juga dijagokan menjuarai turnamen ini adalah Pia Cramling dari Swedia. Ia lahir di Stockholm, Swedia, tahun 1963. Gelar grandmaster murni diperolehnya tahun 1992. Tapi ia mengaku tidak terlalu banyak mengikuti kejuaraan catur dunia. Kejuaraan dunia terakhir yang diikutinya di Havana, Kuba, delapan tahun lalu. Ia datang ke Jakarta didampingi dua pelatihnya. Elo rating-nya 2525 tertinggi di turnamen ini. Catur ditekuninya sejak usia 10 tahun, di klub Pasfamten, Swedia. Bakatnya tumbuh berkat bimbingan ayah dan saudara laki- lakinya yang juga pecatur. Kini, setelah ia bersuamikan Yuan Bennot, pemain catur kawakan di klub catur di Barcelona, Spanyol, Cramling semakin akrab dengan catur. ''Saya terus bermain catur di sepanjang hidup saya,'' kata Cramling, yang kini menetap di Spanyol. Bahkan, ia punya impian kuat untuk mempunyai klub catur. ''Saya mau membagi ilmu catur saya kepada orang lain. Tapi jangan menyuruh saya mengajar secara masal di dalam kelas,'' kata Cramling. Selain itu, ia juga mengaku tidak sanggup mengatur dan mengelolanya. Bakatnya hanya bermain catur. ''Otak memang memegang faktor penting dalam bermain catur. Tapi, bakat juga harus punya, dan yang penting lagi latihan teratur,'' katanya. Setiap hari, ia mengaku berlatih rutin enam jam. Selain itu, ia juga bermain tenis, joging, senam, dan membaca. ''Untuk menghilangkan stres,'' kata Cramling, yang mengaku tidak punya pemain catur idola. Widi Yarmanto dan Bina Bektiati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus