Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIR Alex Ferguson hampir tak percaya pada keputusan Paul Labile Pogba. Tidak masuk nalarnya bahwa remaja yang belum genap 20 tahun itu berani-beraninya menolak tawaran perpanjangan kontrak dari Manchester United. "Ini sedikit mengecewakan. Dia sudah meneken kontrak dengan Juventus sejak dulu," kata Ferguson. Ia menganggap Pogba tak punya rasa hormat sama sekali.
Tapi pemain Prancis itu punya alasan kuat. Ia memilih hijrah ke Juventus (Italia) demi masa depan kariernya. Di MU, ia merasa tak berkembang. Sebab, sepanjang musim 2011-2012, anak muda kelahiran Lagny-sur-Marne, Prancis, 15 Maret 1993, itu hanya bermain dalam tujuh pertandingan. Itu pun bukan sebagai starter. "Saya tidak sabar," ujar Pogba.
Ia memilih bertualang ke Italia karena ingin mendapat kesempatan bermain lebih banyak. Selain itu, Pogba ingin berguru kepada idolanya, Andrea Pirlo. Maka, pada Agustus 2012, ia datang dengan kerendahan hati. "Saya bukan siapa-siapa. Apa yang telah saya capai dalam karier saya?"
Menurut dia, Pirlo memiliki umpan berkualitas dan memahami irama pertandingan. Maka mari kita ringkas saja: Pogba menyeberang ke Negeri Pizza karena ingin belajar. "Seorang gelandang tengah yang dididik di Italia akan menjadi pemain terbaik di posisinya," kata Pogba.
Maka terjadilah yang harus terjadi. Di klub berjulukan Nyonya Tua itu Pogba mendapat kepercayaan bermain sebagai starter. Dan ia membalas kepercayaan pelatih dengan penampilan gemilang selama dua musim. Total ia mengoleksi 12 gol. Musim lalu Pogba juga menjadi salah satu penyumbang assist terbanyak, yakni tujuh kali. Publik Italia pun menjulukinya Paul Si Gurita. Itu merujuk pada kakinya yang panjang tampak seperti tentakel ketika berlari dan melakukan tackling.
Tampaknya hasil belajar di Italia itulah yang, antara lain, membuat Pogba kian matang dan tampil mengkilap di Piala Dunia 2014, Brasil, lalu. Ia ikut membawa tim nasional Prancis hingga babak perempat final. Dan penampilannya yang konsisten di level atas itu mendapat ganjaran dari Badan Sepak Bola Internasional (FIFA). Pogba dinobatkan sebagai pemain muda terbaik Piala Dunia 2014!
Sejatinya itu bukan gelar pertama. Sebelumnya, di tim nasional Prancis U-20, pemain bertinggi badan 186 sentimeter ini sukses membawa pasukannya menjadi juara Piala Dunia U-20 di Turki. Di sana ia juga meraih penghargaan pemain terbaik.
Rasanya kini Pogba kian memahami apa artinya belajar karena ia telah memetik faedahnya. Sikapnya ini amat dipengaruhi sang ayah, Fassou Pogba Antoine, warga asli Guinea yang pada 1960-an menyeberang dari Benua Afrika untuk menetap di Prancis demi kehidupan yang lebih baik.
Pada masa mudanya, Fassou memiliki impian menjadi pemain bola. Tapi takdir membawanya menjadi guru sekolah menengah atas di Seine-et-Marne, wilayah suburban di timur Paris. Dia lalu mendorong tiga anaknya untuk sukses di area tempat ia gagal. "Saya ingin mereka mengerti sedini mungkin bahwa sepak bola profesional bukan hanya permainan. Itu adalah penghidupan."
Tapi, dari tiga anaknya, rupanya bakat terbesar menitis pada si bungsu, Paul Pogba. Pada usia 16 tahun, anak ini sudah direkrut Manchester United. Saat itu Pogba tak menyia-nyiakan kesempatan menimba ilmu di klub besar tersebut.
Dia rajin memperhatikan Paul Scholes berlatih sekalipun tak punya keberanian berbincang dengan gelandang legendaris itu. "Saya terlalu malu meminta saran kepadanya. Jadi saya cermat melihat dia berlatih dan menganalisis apa pun yang ia lakukan," ucap Pogba. "Lalu saya tiru tekniknya."
Pogba mungkin pemalu, tapi di lapangan ia tidak tahan berlama-lama menyembunyikan sinarnya. Dan, di Brasil, ia telah menyilaukan banyak orang.
Gadi Makitan (The Guardian, BBC, Mirror)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo