PIALA Kapolri untuk Ketangkasan Berkuda sudah terancam direbut
wanita Inggris. Piala bergilir khusus untuk per.lyaan HUT
Bhayangkara itu sejak 1980 itu sudah dua kali jatuh di tangan
Sandra Jordain (34 tahun), istri seorang direktur PT Porodisa.
"Tahun depan saya akan berusaha merebut sekali lagi agar tetap
di tangan saya," tutur Sandra yang sehari-hari berlatih di
Sekolah Berkuda Pamulang.
Pukul 5 pagi setiap hari ia biasanya meninggalkan rumahnya di
bilangan Kebayoran Lama (Jakarta Selatan). Black Mack, seekor
kuda jantan (4« tahun) jenis thoroughbred yang dibelinya seharga
Rp 6 juta meringkik kecil menyambut majikannya. Meski ada tukang
kuda di Pamulang, tempat Black Mack indekos (Rp 75.000 sebulan),
Sandra sendiri ikut merawat dan memberinya makan. Tukang kudanya
di situ akhirnya cuma membersihkan kandang.
"Sejak usia 8 tahun saya sudah gemar naik kuda dan memelihara
kuda," tutur ibu 3 orang anak yang berperawakan langsing dengan
rambut diponi itu. Olahraga berkuda di Inggris termasuk hobi
mahal, katanya, apalagi kalau mau ikut kompetisi ke luar negeri.
Ikut suaminya ke Jakarta tahun 1975, Sandra dibelikan kuda baru
awal tahun ini. Waktu Ketangkasan Berkuda Bhayangkara tahun
lalu, ia mengikutinya dengan kuda sewaan.
"Sandra berlatih sendiri," kata Iphong Puspa Utama, putra
almarhum Soeharjono, pewaris ranch Pamulang. Iphong sendiri
pernah 4 tahun sekolah khusus menunggang kuda di Jerman, tapi
jarang berlatih di Pamulang karena harus mengajar dan mengelola
peternakan kuda. Roy Ibrahim dari klub Suka Bahagia (Cipanas)
pun pernah 2 tahun sekolah berkuda di Jerman. "Masalahnya kuda
anak saya turunan kuda Manado (tinggi 140 cm), kalah tinggi dari
thoroughbred," kata Prio Hartono, ayah Roy.
Pribumi Lebih Cerdik
Sebenarnya kuda-kuda tunggang "pribumi" masih bisa bersaing
dengan kuda "Barat" yang rata-rata tinggi lebih dari 160 cm.
"Kejuaraan di Indonesia masih memasang rintangan sekitar 120-130
cm," kata seorang wasit Pordasi (Persatuan Olahraga Berkuda
Seluruh Indonesia). Dan "kuda pribumi lebih cerdik daripada kuda
Barat," kata Solichin GP, Ketua Pordasi. "Kalau ada rintangan,
kuda Barat berhenti, kuda Timur justru melompat," katanya.
Kenyataan dalam Kejuaraan Bhayangkara (27-28 Juni) ialah Gagak
Ngampar, tunggangan Roy Ibrahim dengan mulus melompati semua
rintangan pada babak penyisihan show jumping (lompat indah),
sama seperti prestasi thoroughbred tunggangan Sandra, Iphong,
Nico Pelealu. Pada nomor tunggang indah (dressage) dua wasit
memberi nilai lebih tinggi pada Iphong dan Roy, satu wasit
mengunggulkan Sandra. Tapi pada final shov jumping, Sandra
dengan Black Macknya melompat mulus, sedangkan Iphong dan Roy
dengan kuda masing-masing kena hukuman karena meruntuhkan
rintangan.
Bagi Sandra Jordain, menunggang kuda pagi-pagi di perkebunan
karet Pamulang suatu kesenangan indah. "Kompetisi itu cuma
selingan," katanya. Ia belum tertarik pada kompetisi
internasional, meskipun pernah ikut kejuaraan di Malaysia.
Pordasi segera akan mengirim Iphong, Henky Lumenta, Hanry
Mathias, Eeng Haryanto dan Yanti Soediro ke kejuaraan di Prancis
(18-20 Juli). Tapi ada di antara mereka yang sudah pesimistis
dan nyeletuk: "Kalau rintangan mencapai 180 cm, kuda kami
mungkin sulit lolos. "
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini