KETIKA dia masih bayi, konon ayahnya menjadikan sarung tinju
sebagai bantalnya. Kini sudah puluhan medali yang disabetnya
dari ring. Terakhir Sonny Siregar, 19 tahun, menjuarai Turnamen
Tinju Junior Terbuka Eropa di Roma. "Semua itu berkat bimbingan
ayah," katanya pekan lalu -- sekembalinya dari Italia. Ayahnya
adalah petinju nasional tahun 60-an, Paruhum Siregar yang
menetap di Medan.
Sonny, menurut ayahnya, paling berbakat di antara lima putranya.
Ketika masih pelajar SD, Sonny sudah naik ring. Mulai saat itu
ia hampir tak pernah absen mengikuti kejuaraan. Terutama
turnamen yang ada partai tambahan buat anak-anak. Tahun 1977,
Sonny mulai muncul sebagai juara nasional dalam turnamen Piala
Mandala di Jakarta. Dan sekarang ia menjadi andalan tim
Indonesia di kelas ringan.
Sonny berlatih pagi, siang, sore,dan malam. "Seringkali ia
bertengkar dengan ibunya yang melarangnya memforsir diri, " kata
Paruhum yang melatih Sonny.
Tapi latihan kerasnya tak sia-sia. Ketika naik ring di Roma,
menurut pengakuannya, ia berada dalam kondisi puncak. Di final
Sonny memukul roboh petinju Austria, Demirhan. "Ternyata
kemampuan petinju kita tidak kalah d ibanding petinju Eropa,"
katanya. Sonnv optimistis bisa meraih medali Olympiade 1984.
Untuk itu telah dipersiapkan Paruhum jadwal dan metode latihan
khusus bagi Sonny.
Sonny berlatih dirumal sendiri dengan peralatan sederhana.
rersedia cuma satu sandbag -- karung berisi pasir untuk latihan
memukul -- dan satu barbel. Tak ada ring. Terpaksa latihan
teknik dilakukannya di halaman rumah.
Tak hanya itu kesulitannya. Ia juga sukar untuk mendapatkan
kawan berlatih yang satu kelas -- petinju kelas ringan (berat
badan 60 kg). "Tanpa sparring partner yang setara, sulit bagi
seseorang meningkatkan prestasi," kata Paruhum. Kelas ringan itu
tak banyak di Indonesia jumlahnya.
Pamor Sonny Siregar sekembali dari Roma mendadak naik. Petinju
yang sukses di Medan selalu diagungkan. Dan banyak anak muda
yang ingin mengikuti jejaknya. Di Sumatera Utara saat ini
terdapat 72 sasana tinju. Ketua Pertina Sumatera Utara, M.Y.
Efendy Nasution menaksir di seluruh sasana itu terhimpun 2.000
petinju -- 70% di antara mereka berusia 12 sampai 19 tahun.
"Prospek tinju mulai cerah lagi," kata Nasution.
PB Pertina belakangan ini juga mulai memperhatikan pembinaan
petinju junior. Ke Turnaman Tinju Junior Eropa yang diikuti oleh
delapan negara, misalnya, dikirim Pertina lima petinju muda.
Kebetulan kelimanya memboyong medali -- medali emas untuk Sonny,
Azadin dan Purwanto, serta medali perunggu untuk Sugiarto dan
Hadi Sukirno. "Petinju junior akan lebih banyak lagi mengikuti
turnamen internasional," kata Sekjen Pertina Tranggono SH.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini