APAKAH Anda menonton film Langka tapi Nyata yang ditayangkan TVRI dua pekan lalu? Kalau ya, Anda tentu tahu siapa wanita terkuat di dunia saat itu. Dalam film itu diceritakan sosok si wanita perkasa, Karyn S. Marshall, 32 tahun, yang mampu mengangkat barbel dengan total angkatan 220 kg. Dalam edisi terbaru Guinness Book of Record pun nama dan wajahnya terpampang di sana. Tapi kini predikat wanita terkuat di dunia tak lagi disandang cewek bule kelahiran Los Angeles itu. Ahad pekan lalu, pada hari terakhir Kejuaraan Dunia Angkat Besi Wanita II yang berlangsung di Balai Sidang Senayan, Jakarta, telah muncul "Wanita Terkuat di Dunia" yang baru. Dia adalah lifter Cina, Han Chang Mei, 23 tahun, yang berhasil mengungguli Karyn. Duel antara dua wanita perkasa itu berlangsung di kelas 82,5 kg ke atas -- terberat di antara 9 kategori kelas yang dipertandingkan -- dan seolah menjadi puncak acara dalam kejuaraan yang diikuti oleh 99 lifter dari 26 negara. Sayang, peristiwa yang termasuk peristiwa dunia ini hanya ditongkrongi sekitar 500-an penonton. Han, kelahiran Shanghai, berbadan kekar dengan rambut hitam pekat yang dipotong model punk-rock itu, berhasil mengangkat barbel dengan total angkatan seberat 232,5 kg -- 100 kg snatch dan 132,5 kg clean and jerk. Sedangkan Karyn, yang punya sosok "aduhai" besarnya -- tinggi 180 cm dan berat 89,54 kg -- cuma mampu mengangkat total 225 kg, yakni 97,5 kg snatch dan 127,5 kg clean and jerk. Sukses Han itu mencerminkan supremasi Cina di cabang olahraga yang baru dikembangkan sejak empat tahun yang silam setelah disahkan dan diakui oleh Federasi Angkat Besi Dunia pada tahun 1984 di Los Angeles. Di Kejuaraan Dunia Angkat Besi Wanita I di Daytona, Florida, AS, tahun silam, cewek-cewek Negeri Deng itu pun sudah memborong 21 medali emas dari 27 yang diperebutkan. Kini mereka jauh lebih perkasa dan nyaris menyapu bersih seluruh emas yang disediakan -- dengan mengantungi 26 medali emas. Mereka juga memecahkan 18 rekor dunia. Satu-satunya emas yang lolos dari sergapan putri Cina jatuh ke pangkuan lifter Bulgaria, Milena Trendafiloda, 18 tahun yang turun di kelas 75 kg lewat angkatan snatch. Milena menang hanya karena memiliki bobot badan yang lebih ringan 2 kg ketimbang pesaingnya dari Cina, Li Hong Ling, 19 tahun, kendati mereka sama-sama mengangkat barbel seberat 90 kg. Sementara itu, Indonesia, yang menurunkan 9 lifter ceweknya, mencetak prestasi yang lumayan. Mereka menduduki peringkat juara umum 9 dengan merebut 1 perak dan 4 perunggu. Tentu saja segenap pengurus PB PABSI (Persatuan Angkat Besi Seluruh Indonesia) yang dipimpin raja kayu Bob Hasan itu bersuka ria. Sebelum kejuaraan ini dimulai, tim Indonesia hanya ditargetkan menduduki peringkat 10 besar. Padahal, di sini olahraga itu baru dikenal dan dipertandingkan secara eksbibisi sejak dua tahun silam. Bandingkan, misalnya dengan usia PB PABSI yang sudah 42 tahun. Prestasi terbaik yang pernah dicapai lifter pria kita terjadi ketika Maman Suryaman memboyong 2 medali perak di kejuaraan dunia angkat besi yunior yang berlangsung di Ligano, Italia, tujuh tahun yang silam. Maman kemudian berhasil mematok urutan 4 besar dunia di Olimpiade Los Angeles 1984. Jejaknya itu diikuti pula oleh Dirja Wiharja di Olimpiade Seoul yang baru lalu, dengan keluar sebagai juara ke-4 di kelas 56 kg. Adalah Siti Aisah, 16 tahun, yang bertanding di kategori 48 kg, menjadi bintang kubu tuan rumah. Gadis kelahiran Desa Langunsari, Kecamatan Pameungpeuk, Bandung Selatan itu, Jumat pekan lalu, berhasil mengangkat barbel 75 kg di angkatan clean and jerk dan menyabet perak. Ia juga memperoleh 2 perunggu lewat angkatan snatch seberat 62,5 kg dan total angkatan 137,5 kg. Anak bungsu dari dua bersaudara putra seorang pemilik warung makanan di Langunsari itu sebenarnya baru dua tahun terakhir ini mengenal barbel. Ia tertarik ketika melihat istri lifter Maman Suryaman, Luki Nurmala, sering latihan mengangkat-angkat besi. "Rumah kami persis berseberangan di Langunsari," tutur Aisah, yang akrab dengan panggilan Iim. Maman kemudian menarik cewek yang masih duduk di kelas 3 SMP itu masuk klub TOVO SA di Bandung. Ternyata, prestasi Iim cepat menanjak. Dalam eksebisi nasional Angkat besi wanita di Hall B Senayan, 1986, ia menduduki peringkat ketiga. Tahun lalu ia memperkuat regu Indonesia ke kejuaraan dunia di Daytona dan menduduki peringkat 8 besar dunia di kelas 48 kg. Dua perunggu untuk Indonesia lainnya direbut Ponco Ambarwati, yang turun di kategori 44 kg. Lifter asal Lampung itu memperoleh medali dari nomor snatch dengan angkatan 47,5 kg dan total angkatan 105 kg. Kenapa Siti Aisah dkk. sukses dan tampaknya lebih punya prospek ketimbang lifter pria Indonesia? "Lifter wanita ternyata lebih disiplin, dan mereka tidak banyak menuntut," kata Usman Nasution, asisten pelatih tim Indonesia. Sukses lain yang dicapai Indonesia ialah terpilihnya Bob Hasan menjadi Wakil Presiden Federasi Angkat Besi Dunia (IWF) periode 1988-1992, dalam sidang IWF yang berlangsung Jumat pekan lalu di hotel Hilton, Jakarta. "Kalau kita bisa duduk menjadi salah satu pengurus di IWF, manfaatnya banyak bagi Indonesia," kata Bob. Misalnya, untuk meningkatkan mutu lifter, wasit, serta mutu penyelenggaraan. Ahmed K. Soeriawidjaja dan Bachtiar Abdullah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini