Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Skandal Senayan Di Mata Wowo

7 April 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PICE Timisela jatuh pingsan ketika sebuah tim pemeriksa menggeledah penginapan para pemain PSSI yang dipersiapkan untuk Asian Games IV dan menemukan uang suap yang mereka baru terima dari seorang cukong, masing-masing Rp 25.000, 1961 yang lalu. Ini adalah kasus suap pertama yang menggemparkan dunia sepak bola Indonesia dan dikenal dengan sebutan "Skandal Senayan". Banyak yang terlibat disitu. Para pemain, bersama Pelatih Tony Pogaenik dan tiga orang wasit, kemudian diperiksa dikantor Polisi Militer, Jalan Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat. Kecuali Tony, ketiga wasit bersama 18 pemain itu terbukti menerima sogok, pada pertandingan persahabatan PSSI vs Yugoslavia sebelum Asian Games 1962. Maulwie Saelan, senin pekan ini, mengatakan kepada TEMPO, dialah orang pertama yang mencium kasus suap sebelum PSSI terjun ke gelanggang Asian Games IV itu. Awal 1960-an adalah masa kejayaan Persib Bandung. Tapi enam dari pemain Persib yang pada saat itu memperkuat PSSI terlibat dalam "Skandal Senayan" ini. Menurut Wowo Soenaryo, 52, salah seorang dari enam pemain itu, mereka terpaksa menerima suap karena alasan yang sama: butuh uang. Pekan lampau Wowo berkata, "Saya minta ampun pada Presiden Soekarno." Karena itu pulalah hukuman "dipecat seumur hidup", yang semula dijatuhkan kepada para pemain itu, diperingan menjadi skorsing delapan bulan. Kini, sebagai pegawai negeri sipil Dinas Komunikasi dan Elektronika Kodam VI Siliwangi, Bandung. Wowo sibuk melatih kesebelasan Angkatan Darat Jawa Barat yang dipersiapkan untuk perebutan Piala KSAD. Apakah yang menggoda dia untuk menerima suap lebih dari dua puluh tahun yang silam itu? "PSSI tidak menjamin keluarga pemain yang mengikuti pemusatan latihannasional selama tiga bulan di Jakarta," kata ayah sembilan anak itu. Untuk Asian Games IV, Indonesia menginginkan gelar juara dalam sepak bola. PSSI waktu itu memang tergolong kesebelasan terpandang di Asia. Ketika pelatnas berlangsung, pemain-pemain dari luar Jakarta - termasuk Wowo - memboyong keluarganya ke Ibu Kota. Uang saku setiap hari cuma Rp 25. Itu rupanya tak cuup untuk membiayai istri dan anaknya yang waktu itu sudah tiga orang. "Saya terpaksa menjual radio dan baju-baju yang pernah saya beli diluar negeri ketika melawat buat bertanding," katanya lagi. Bahkan dia menyebut, jatah makanan di pelatnas harus dia bawa pulang buat anak-anaknya. Menjelang lebaran tiba tahun 1961 itu, dan keadaan di pelatnas tidak tertahankan, istri Wowo mengajak suaminya kembali ke Bandung. Dia mengajukan permohonan kepada PSSI, agar diijinkan pulang ke Bandung atau kehidupan anak dan istrinya dijamin. Permohonan itu konon ditolak. Wowo mungkin bingung. Waktu itulah, pada suatu sore di rumah kontrakannya di daerah Mayestik, Jakarta Selatan, muncul seorang tamu, lelaki Cina, berusia sekitar 50 tahun, penghubung kaum penjudi, "seperti digoda setan, saya terperangkap," kata bekas pemain depan PSSI itu. Uang Rp 25.000 yang dia terima seusai pertandingan melawan Yugoslavia - berakhir 3-3 - konon adalah saat pertama kali dia menerima suap. "Saya terpaksa menerimanya karena kondisi keluarga," kata Wowo. Dengan Rp 25.000 itu dia mengaku dapat membeli baju buat anak-anaknya dan punya uang belanja untuk berlebaran bersama keluarganya. Kendati begitu, dia mengakui sejak saat itu dia bagaikan tak dapat menghindari sogok. Setiap pertandingan konon bisa berjumlah Rp 20.000 sampai Rp 25.000. Tetapi ketika PSSI kalah oleh Spartax dari Cekoslovakia, 1-2, kasus suap mulai tersingkap. Saelan, yang waktu itu menjadi kapten kesebelasan, mencium semua itu. "Saya melapor kepada pimpinan pelatnas, Nicklany. Kemudian interogasi pun dilakukan," kata Saelan. Sanksi yang dijatuhkan kepada 18 pemain dan tiga wasit yang terlibat itu hanyalah sanksi organisatoris: skorsing. Setelah 18 pemain andalan itu dipecat, PSSI lumpuh. Indonesia memang kehilangan kesempatan tampil sebagai juara sepak bola Asian Games 1962 dan Ganefo 1963 di Jakarta. "Skandal Senayan" sudah berlalu dua puluh tiga tahun yang lalu, hampir sama dengan usia Stadion Utama Senayan sendiri, yang dibangun Presiden Soekarno untuk menyambut Asian Games IV.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus