Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia datang ke markas Federasi Sepak Bola Jerman (Deutscher Fussball-Bund) dengan bercelana jins, kemeja pendek, dan sepotong iPod menggelantung di lehernya. Topi yang ia kenakan tampak hampir menenggelamkan matanya, sehingga tak banyak yang mengenalinya kecuali seorang wartawan yang segera mencegatnya. ”Mr. Klinsi, musik apa yang sedang Anda dengarkan? Hip-hop?” tanya sang wartawan.
”Ya sejenis itu: hip metal. Anda me-ngenal grup Rage Against the Machine? Saya menyukainya,” jawabnya.
Mr. Klinsi itu tak lain adalah Jurgen Klinsmann, pelatih tim sepak bola Jerman. Klinsmann tampak berminat berbicara banyak tentang kelompok yang di-kenal sebagai pelopor band yang menga-winkan hip-hop dan metal itu. Tapi ia sedang bergegas. Presiden Deutscher Fussball-Bund, Theo Zwanziger, telah menunggunya.
Begitu keluar dari kantor Zwanziger, wajah Klinsi tampak tak sumringah. Ia tak lagi bernafsu membincangkan band pemberontak yang telah bubar lima tahun lalu itu. ”Maaf, ini bukan soal musik. Ini soal pil pahit yang harus saya telan,” ucapnya masam.
Apa yang membuat pemain terbaik Jerman pada 1988 dan 1994 itu gundah? Zwanziger, pada pertemuan dua pekan lalu itu, memutuskan memasang Mathias- Sammer sebagai Direktur Teknik Sepak Bola Jerman, dan Berti Vogts se-ba-gai orang yang akan membantu Klins-mann menyusun pemain-pemain Jerman yang akan diterjunkan dalam Piala Du-nia, 9 Juni nanti.
Sammer adalah bekas pelatih Borussia Dortmund dan Stuttgart. Sedangkan Vogts pernah bergabung dalam tim Jerman pada 1974 saat menjuarai- -Piala Dunia, dan pernah melatih Klins-mann ketika Jerman men-juarai Piala Eropa pa-da 1996.
Terpilihnya Sam-mer dan Vogts itu ada-lah bagi-an da-ri kontrol Fe-de-ra-si ter-hadap perubah-an filo-sofi bermain sepak bola yang dicanang-kan Klinsmann. AFP menyebut kehadiran mere-ka sebagai ”mata-mata” bagi pe-latih 41 tahun itu.
Federasi menilai popularitas Klinsmann di mata publik Jerman merosot. Dalam sebuah jajak pendapat, hanya 15 persen responden yang yakin tim tuan rumah ini akan lolos ke babak final Piala Dunia. Legenda sepak bola Franz Beckenbauer bahkan meramal tim Klinsmann hanya akan mencapai babak perempat final.
Dengan paradigma ba-runya, Klinsi dinilai bisa mem-per-buruk prestasi Jerman karena, seperti kata Lothar Matthaus, mantan kapten- tim Jerman yang men-juarai Piala Dunia 1990, ”Ia mengubah arah se-pak bola Jerman secara tiba-tiba.”
Tra-disi sepak bola Jerman yang ter-kenal berdisiplin, kukuh di lini per-tahanan, dan bergerak bagai pan-ser itu oleh Klinsi diubah se-cara radikal menjadi tim dengan spirit hip-hop—sebuah istilah yang diambil dari genre musik yang tumbuh subur di kalangan kulit hitam AS sejak 1970-an dengan lirik-lirik rap yang nyerocos memberontak segala hal.
Hip-hop, kata Klinsi, ada-lah mu-sik yang di-namis dan bahkan cen-de-rung agre-sif, tapi ju-jur dan menghargai ke-bebas-an. Ia -ingin mem-ba-wa sepak -bo-la Jerman ke arah sa-na: ber-main agre-sif alias menyerang, tapi meng-har-gai kreativitas dan ke-be-bas-an pemain.
Spirit ini ia petik ketika tinggal di California, AS, beberapa tahun sebelum menerima lim-pah-an ”bola panas” dari tangan Rudi Voller, yang dinilai gagal di ajang Piala Eropa 2004. Klinsmann menerima jabatan itu de-ngan satu syarat: diberi kebebasan mem-bawa perubahan gaya sepak bola Jerman.
Federasi setuju dan mulai-lah Klinsi berkreasi. Ia membawa pelatih fitness dari AS, ahli pencari ba-kat pemain dari Swiss, seorang psikolog olah-raga, mengangkat Oliver Bierhoff sebagai asisten pelatih, dan mencalonkan pelatih hoki Jerman, Bernhard Peters, sebagai direktur teknik. Yang terakhir ini mengundang kontroversi hebat sebelum akhirnya Federasi memutuskan memilih Sammer.
”Saya mengundang ahli-ahli dari berbagai bidang dan membawanya masuk ke tim, karena saya punya sudut pandang berbeda,” kata Klinsi kepada The Guardian.
Soal latihan fitness, misalnya, Klinsi menjadikannya menu wajib. Kebijakan ini dikritik pelatih Bayern Munich, Felix Magath, sebagai kegiatan yang ”sebenarnya hanya ekstrakurikuler” untuk sepak bola. Fitness bagi Klinsi pen-ting karena ia melihat para pemainnya tak cukup fit di klubnya masing-masing. De-ngan fitness, ia berharap stamina pemainnya meningkat sampai 30 persen.
Lebih dari itu, Klinsi menganggap fitness sebagai bagian dari metode berkomunikasi yang baik bagi pemain. ”Saya tahu, banyak pelatih di Jerman me-latih dengan cara menegakkan bulu alis sembari meng-acungkan tongkatnya. Mereka me-nga-ta-kan itu sebagai bagian dari tugas,” ucap Klinsi membalas kritik terhadapnya.
Klinsi juga membebaskan sebagian be-sar pemain yang berusia di bawah 22 tahun yang ia pilih untuk berjalan-jalan, mem-beli CD, atau nongkrong di Starbucks. Ia menggambarkan, seorang pemain yang datang dari pedalaman, saat masuk ke tim nasional dan pindah ke pusat kota, pasti ingin melihat lebih ba-nyak dunia. Tapi sepak bola Jerman selama ini, kata Klinsi, ”cuma menempatkannya di hotel beberapa hari dan kemu-dian membenturkannya ke dinding.”
”Mereka jelas membutuhkan -jalanja-lan. Mereka boleh pergi makan ma-lam, tapi harus kembali pada pukul 11.30 malam. Mereka butuh mendengar apa yang dipikirkan orang-orang. Dan me-reka menyukainya. Inilah generasi- baru sepak bola Jerman. Inilah hip-hop,” ucap Klinsi.
Namun, metode berlatih ala Klinsi itu ditentang Matthaus. Pemain yang meng-aku paling sering bertengkar de-ngan Klins-mann pada Piala Dunia 1990 itu da-lam kolomnya di sebuah koran Jerman me-nulis, ”Tak diragukan lagi, Klinsmann tak punya pengalaman melatih-, dan itu problem terbesarnya. Ingatlah bahwa Klinsmann dulu pernah men-coba memecah tim.”
Sammer juga menentang pencalonan pelatih hoki sebagai direktur teknik. ”Ten-tu saja terdapat tren baru dalam du-nia olahraga untuk memaksimalkan pe-ran ilmu pengetahuan dalam pembina-an pemain. Namun, pada akhirnya se-pak bola tetaplah sepak bola,” kata Sammer.
Klinsi berpendapat, Peters adalah orang yang bisa membantu sepak bola Jer-man bergerak maju. ”Saya pikir dunia sepak bola harus berpikir terbuka. Da-lam 10-15 tahun terakhir, sepak bola Jer-man tertidur dan kita membutuhkan ko-mentar kritis dari olahraga lain,” kata-nya.
Tapi pilihannya mentok. Angin dari pelbagai penjuru menghadang, ter-masuk ketika ia mencoba menerapkan ga-ya ber-main baru: bergerak cepat dan me-nyerang secara agresif. Ia antara lain meng-inginkan bek yang punya naluri me-nyerang, tiga pemain tengah yang krea-tif, dan dua orang striker dengan am-bi-si mem-buat gol sebanyak mungkin. Ia me-nargetkan 2,5 gol pada tiap per-tan-ding-an.
Kiper Oliver Kahn mengeluhkan taktik Klinsmann itu. Ia menyebutnya, ”tak akan berjalan jika tak digabung de-ngan pertahanan yang kuat.” Hanya Michael Bal-lack, kapten tim Jerman, yang membela. ”Jika ia sudah punya kemauan, Klins-mann akan mempertahankan ar-gumennya dengan sangat bagus. Saya -ja-rang menemukan seorang pelatih yang ber-pikir positif.”
Media-media di Jerman mengingatkan- bahwa ambisi Klinsmann tersebut ada-lah problem terbesarnya. Klinsi mesti me-ngetahui bahwa sebagian besar pemain bertahannya miskin pengalaman ber-tanding di ajang internasional. Mere-ka jarang bertemu dengan berbagai tim di luar Bundesliga. Berhadapan de-ngan Thierry Henry, Ronaldinho, Andrei Shev-chenko, atau Wayne Rooney hanya berbilang jari. Bagaimana mungkin melatih naluri menyerang, sementara naluri bertahannya pun belum teruji?
Tapi Klinsi berketetapan hati menjajal- berbagai formasi menyerang, termasuk memanggil 14 bek sekaligus, demi ”se-pak bola agresif dengan pemain yang krea-tif”. Dari pertandingan uji coba yang selama ini digelar, strategi Klinsi itu belum membuahkan hasil. Saat bertanding dengan Cina beberapa bulan lalu, Jerman bahkan cuma menang 1-0.
Klinsmann tenang-tenang saja saat di-hu-jani kecaman atas hasil pertandingan itu. Ia malah asyik berjoging di pinggir pan-tai sehari setelah pertandingan. Se-per-ti dalam hip-hop, ia mempersilakan orang-orang nyerocos abis. Bebas.
Di saat Presiden Zwanziger memanggil dan tak meluluskan keinginannya, gi-lir-an Klinsi ”nge-rap”. Ia bertekad tak akan memperpanjang kontraknya seba-gai pelatih, meski Jerman meraih gelar puncak. Kontrak cukup sampai 9 Juli. Setelah itu, ia akan kembali ke California. Lagu-lagu hip-hop atau hip me-tal kesukaannya sudah siap menceracau -da-ri CD di VW Beetle kesayangannya.
Yos Rizal
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo