TERKUMPUL 29 emas, 78 perak dan 51 perunggu. Dengan itu
keunggulan kontingen Indonesia dalam SEA Games X cukup
meyakinkan. Selisihnya dengan jumlah yang dicapai Muangthai,
juara kedua, dan lima peserta lainnya terlalu menyolok.
Karenanya pula mungkin komentator TVRI seringkali terpaksa
merendah diri, dan mengatakan bahwa tujuan Pekan Olahraga Asia
Tenggara ini bukanlah semata untuk merebut medali, tapi juga
untuk persahabatan.
Suasana persahabatan itu memang jelas kelihatan selama SEA Games
ini berlangsung 21-30 September di Jakarta. Tidak ada satu pun
insiden yang terjadi. Semua berjalan secara tertib.
Tapi prestasi Indonesia, kata Ketua KONI Pusat, D. Soeprajogi
pada wartawan TEMPO Herry Komar, "memang di luar dugaan." Dia
membanding dengan jumlah medali--62 emas, 41 perak dan 34
perunggu--yang dibawa pulang kontingen Indonesia dari SEA Games
1977 di Kuala Lumpur.
Benarkah hebat? Sebagian orang menilai Indonesia belumlah
sehebat Birma, misalnya. Walaupun juara ketiga, Birma ternyata
sangat unggul di bidang atletik.
Untuk cabang atletik, Birma yang menurunkan 21 peserta telah
berhasil merebut 14 emas. Sebaliknya Indonesia dengan 41 atlit
hanya mendapat 3 emas.
Rolf von der Laage, pengamat atletik dari Jerman Barat, menilai
sukses Birma karena perhatian yang besar dari pemerintah mereka.
Antara lain mereka mendatangkan pelatih Jerman Timur. Tapi
pelatih Nashatar Shing dari Malaysia tidak melihat keberhasilan
Birma ini sebagai produk pembinaan yang terarah. "Sedikit sekali
muka baru dari tim mereka," alasan Shing. Atlit termuda di
cabang atletik dari Birma adalah Nwe Nwe Aye, 19 tahun, pemegang
medali emas jalan cepat 5 km.
Bahwa besar perhatian pemerintah Birma terhadap olahraga, pelari
Aung Than membenarkannya. Untuk ke Jakarta ini, misalnya, mereka
dipersiapkan di pelatnas selama 3 bulan dengan fasilitas latihan
yang lengkap. Juga kelonggaran dari tempat kerja. Bahkan
pemusatan latihan tenis meja mereka menghabiskan tempo 5 bulan.
"Selama di pelatnas, kami tidak mendapat uang saku," kata U Hla
Tin, manajer tim tenis meja. "Kebutuhan perlengkapan dipenuhi
semua." Selama SEA Games X mereka hanya mendapat uang saku Rp
1.500 perhari.
Letkol. Myat Thinn, ofisial kontingen Birma menambahkan bahwa
atletik bukanlah cabang olahraga populer disana. Tapi, katana,
atletik mempunyai jadwal latihan dan pertandingan bulanan
sepanjang tahun.
Dalam hal pembinaan cabang lainnya seperti tinju, sepakbola,
bulutangkis, angkat besi, menurut Thinn, mereka sama sekali
tidak sanggup untuk mengirimkan atlit untuk berlatih di luar
negeri. Juga try out ke luar pun jarang. Sbagai negara
berkembang yang tergolong miskin Birma, mempunyai pendapatan
perkapita $140 pertahun.
Kontingen Malaysia, pekan lalu mtraih 19 medali emas dan
menempati urutan ke-5, merosot 1 tingkat dari tahun 1977.
Mengapa? "Sekalipun telah mempersiapkan tim dengan baik ternyata
lawan lebih banyak maju dari kami," kata Sidique Ali Merican,
Wakil Chef de Mission Malaysia.
Seperti di Birma, atlit Malaysia juga mendapat banyak bantuan
pemerintah, serta dispensasi dari kantor masing-masing. Malaysia
lebih makmur Pendapatan perkapita $ 930 pertahun.
Tapi tingginya pendapatan perkapita belum jaminan Singapura,
dengan pendapatan per kapita $ 2.450 ternyata hanya menghasilkan
16 medali emas--tetap di urutan ke-6 seperti 2 tahun lampau.
Syed Kadir, pelatih tinju Singapura, mengeluh karena
"dispensasi dari kantor agak sukar didapat."
Bantuan
"Di Singapura, sulit merekrut at]it, dalam program latihan yang
teratur," tambah pelatih renang, Neo Chwee Kok. Kontingen
Singapura hanya dipelatnaskan 2 minggu.
Brunai mungkin negara terkaya di antara 10 anggota Federasi SEA
Games. Keenam olahragawannya dipelatnaskan selama 1 minggu.
Tahun 1983, SEA Games XII akan diselenggarakan di Brunai,
bersamaan dengan pesta kemerdekaan mereka. Brunai adalah
protektorat Inggeris. "Nanti mungkin kami akan minta bantuan
tenaga Indonesia," ujar Abdul Raak Bungsu yang memimpin
kontinen Brunai.
Muangthai, seperti 2 tahun silam, tetap menempati urutan kedua
di belakang Indonesia. Sukses mereka, menurut ofisial Kol.
Suthee Promjairak, dimungkinkan oleh perhatian pemerintah dan
ihak swasta.
Nomor atletik, menurut pelatih Letkol (Pol) Ariyamongkol sedikit
bernasib lebih baik di Muangthai. "Itu karena kami mempunyai
target The Olympiade Moskow 1980," katanya. Menjelang ke
Jakarta, tim atletik Muangthai sempat mengadakan serangkaian
pertandingan percobaan di beberapa negara Eropa.
Indonesia mempersiapkan atlitnya dengan cukup matang. Antara
lain didatangkan pelatih dari luar negeri untuk menangani mereka
dalam pelatnas yang hampir 3 « bulan. Selama dipusat latihan,
mereka mendapat perlengkapan untuk berlatih serta uang saku Rp
25.000 dan uang cuci Rp 4.000.
Uang saku selama SEA Games X? Atlit balap sepeda mengaku kepada
TEMlo hanya mendapat Rp 1.000 perhari. Tapi Linda Wahyudi dari
cabang softball mendapat Rp 6.300. Menurut Linda, mereka
mendapat sponsor dari perusahaan mobil Volvo. Memang pekan
olahraga ini berbau sponsor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini