Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mazmur bagi si calon petani

Gubernur sul-ut lasut willy gerald alexander biasanya mendapat tugas di bidang operasi, padahal orang lapangan. maka begitu menjadi gubernur ia pun turun lapangan keluar masuk desa dan gereja. (nas)

6 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAU asap rokoknya menyengat. Tampaknya ia tak bisa meninggalkan tembakau hitam Van Nelle gulungannya sendiri. Tanpa cengkeh, meski ia berasal dari daerah yang kaya cengkeh. Dalam usia 53 tahun, kadang-kadang berenang di laut, Willy Gerald Alexander Lasut masih merasa sehat. "Tak ada penyakit lain kecuali pening atau pilek saja," katanya Sabtu malam pekan lalu di ruang tamu Wisma Perwakilan Pemda Sulawesi Utara, Cempaka Putih, Jakarta. Dua minggu terakhir ini ia sibuk menerima tamu seharian atau menemui banyak pejabat tinggi di Jakarta. Meski begitu, berat badannya malah naik dari 68 menjadi 70 kg. "Soalnya saya ini orang yang selalu bersuka-cita," katanya lagi dengan suara bariton. Tinggi 164 cm, dengan kadar kolesterol 215 dan tekanan darah 130/80 mm Hg, ia merasa normal dan sehat. Kondisi seperti itu barangkali lantaran ia kadang-kadang berenang di laut lepas. Juga karena kesukaannya makan sayur-mayur. "Ini karena lebih dari 30 tahun saya di Jawa Barat. Tinggal di Manado pun saya selalu cari sayuran," tambahnya. Brigjen yang minta dipercepat Masa Persiapan Pensiunnya pada 1976 ini, memulai karier militer sebagai prajurit lapangan di Bekasi (Ja-Bar) pada awal revolusi kemerdekaan. Ia bergabung dalam Kelasykaran Rakyat Indonesia Sulawesi di Jakarta. Lama bertugas di Jawa Barat, katanya ia juga pernah berkebun sayur di Lembang, Bandung. Sebelum dilantik Juni tahun lalu sebagai Gubernur Sulawesi Utara--dan menurut sebuah sumber sudah dipersiapkan sejak 1973 -- jabatan Willerakhir Wakil Asisten 11 Operasi KSAD. Sebelumnya, Asisten 11 Operasi Skodam VI/Siliwangi, lalu Komandan Brigade di Purwakarta. "Tugas saya selalu di bidang operasi, saya ini orang lapangan," katanya. Maka begitu menjadi gubernur, ia pun tak canggung pula turun lapangan keluar masuk desa. Ia juga keluar-masuk gereja. Begitu sering ia bicara soal agama sampai orang Manado menjulukinya "Guru Agama", kepanjangan dari dua huruf G.A. pada namanya, meskipun jarang dicantumkan. Yahwe Ia memang suka mengutip ayat-ayat Injil. Ada pula ayat yang disukainya, Mazmur 121. Dengan gaya seorang deklamator yang baik, ia mengucapkannya luar kepala: Mataku kutengadahkan ke gunung-gunung Dari manakah datang pertolongan bagiku? Pertolonganku datang dari Yahwe yang membuat langit dan bumi Kakimu tiada kan dibiarkanNya terantuk tiada juga akan mengantuk yang menjaga kamu Sungguh, tiada kan mengantuk dan tertid ur Penjaga Israil itu, Yahwe menjaga kamu Yahwelah peruaungan di sisi kananmu Siang hari matahari tiada kan memalu kamu tiada pula bulan di waktu malam Yahwe akan menjaga kamu dari segala jabat menjaga lwam Yahwe akan menjaga keluarmu dan masukmu sekarang dan selama-lamanya Meski beragama Protestan, ada seorang puterinya yang menikah dengan Lukman Maruki, yang beragama Islam. Dan Willy sendiri mengaku "selalu bersandar pada firman Allah". Lebih-lebih ketika isterinya meninggal beberapa waktu lalu. Di tengah kesibukannya sebagai kepala daerah punj ia menyempatkan diri membaca Alkitab. Dan justru karena kesibukan itulah, katanya, bapak dari 5 anak dan kakek dari 2 cucu ini belum berniat menikah lagi. "Tentu saya membutuhkan seorang isteri yang mengurus saya, yang mendampingi saya dalam keadaan apa pun," katanya. Terutama, tentu, karena anaknyayang terkecil masih berusia 11 tahun. "Tapi itu semua kan tergantung kehendak Allah jua. Barangkali 3 atau 4 tahun lagi saya baru memikirkan buat menikah lagi," tambahnya. Dengan begitu, mungkin ia berharap hidupnya lebih tenang. Menyukai alam dan ketenangan, ia ingin menikmati masa tuanya sebagai petani. Meskipun ia bisa betah dengan jabatan apapun, "tapi rasanya lebih tenang sebagai petani." Maksudnya: bisa lebih bebas. "Tapi yang lebih penting, masih-bisa mempertahankan harga diri," ujarnya lagi. Di waktu senggang ia suka membaca buku terutama antropologi dan sejarah. Sebab katanya "bisa belajar banyak tentang kehidupan dan mempelajari latar-belakang dari keadaan sekarang." Siapa tokoh favoritnya? Jawabnya kontan: "Pak Harto dan Pak Jusuf." Maksudnya Presiden RI dan Melhankam sekarang ini. Ia punya kesini dan pengalaman khusus dengan kedua tokoh tersebut. Di masa Aksi Polisionil Belanda I dan II, 1947-1949, Willy menjadi bawahan Letkol Soeharto, sebagai perwira operasi/kepala bagian siasat merangkap komandan salah sebuah kompi di Yogya. Tentang Menhankam Jenderal M. Yusuf, kata Willy Lasut, "dia itu pejuang kebenaran dan keadilan atasan yang memperhatikan bawahan dan prajurit. Itu sifat-sifat pribadi idaman saya." Itu tak berarti bahwa Willy, orang Tondano itu, lepas dari kelemahan. Dan ia mengakuinya. Sebagai orang lapangan mungkin ia terlalu cerewet dengan detail yang njelimet. Beberapa sahabat dekatnya melihat Willy sebagai prajurit murni: melaksanakan perintah, apa adanya. Lugu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus