BAU asap rokoknya menyengat. Tampaknya ia tak bisa meninggalkan
tembakau hitam Van Nelle gulungannya sendiri. Tanpa cengkeh,
meski ia berasal dari daerah yang kaya cengkeh. Dalam usia 53
tahun, kadang-kadang berenang di laut, Willy Gerald Alexander
Lasut masih merasa sehat. "Tak ada penyakit lain kecuali pening
atau pilek saja," katanya Sabtu malam pekan lalu di ruang tamu
Wisma Perwakilan Pemda Sulawesi Utara, Cempaka Putih, Jakarta.
Dua minggu terakhir ini ia sibuk menerima tamu seharian atau
menemui banyak pejabat tinggi di Jakarta. Meski begitu, berat
badannya malah naik dari 68 menjadi 70 kg. "Soalnya saya ini
orang yang selalu bersuka-cita," katanya lagi dengan suara
bariton. Tinggi 164 cm, dengan kadar kolesterol 215 dan tekanan
darah 130/80 mm Hg, ia merasa normal dan sehat.
Kondisi seperti itu barangkali lantaran ia kadang-kadang
berenang di laut lepas. Juga karena kesukaannya makan
sayur-mayur. "Ini karena lebih dari 30 tahun saya di Jawa Barat.
Tinggal di Manado pun saya selalu cari sayuran," tambahnya.
Brigjen yang minta dipercepat Masa Persiapan Pensiunnya pada
1976 ini, memulai karier militer sebagai prajurit lapangan di
Bekasi (Ja-Bar) pada awal revolusi kemerdekaan. Ia bergabung
dalam Kelasykaran Rakyat Indonesia Sulawesi di Jakarta. Lama
bertugas di Jawa Barat, katanya ia juga pernah berkebun sayur di
Lembang, Bandung.
Sebelum dilantik Juni tahun lalu sebagai Gubernur Sulawesi
Utara--dan menurut sebuah sumber sudah dipersiapkan sejak 1973
-- jabatan Willerakhir Wakil Asisten 11 Operasi KSAD.
Sebelumnya, Asisten 11 Operasi Skodam VI/Siliwangi, lalu
Komandan Brigade di Purwakarta. "Tugas saya selalu di bidang
operasi, saya ini orang lapangan," katanya.
Maka begitu menjadi gubernur, ia pun tak canggung pula turun
lapangan keluar masuk desa. Ia juga keluar-masuk gereja. Begitu
sering ia bicara soal agama sampai orang Manado menjulukinya
"Guru Agama", kepanjangan dari dua huruf G.A. pada namanya,
meskipun jarang dicantumkan.
Yahwe
Ia memang suka mengutip ayat-ayat Injil. Ada pula ayat yang
disukainya, Mazmur 121. Dengan gaya seorang deklamator yang
baik, ia mengucapkannya luar kepala:
Mataku kutengadahkan ke gunung-gunung
Dari manakah datang pertolongan bagiku?
Pertolonganku datang dari Yahwe yang membuat langit dan bumi
Kakimu tiada kan dibiarkanNya terantuk
tiada juga akan mengantuk yang menjaga kamu
Sungguh, tiada kan mengantuk dan tertid ur
Penjaga Israil itu,
Yahwe menjaga kamu
Yahwelah peruaungan di sisi kananmu
Siang hari matahari tiada kan memalu kamu
tiada pula bulan di waktu malam
Yahwe akan menjaga kamu dari segala jabat
menjaga lwam Yahwe akan menjaga keluarmu dan masukmu
sekarang dan selama-lamanya
Meski beragama Protestan, ada seorang puterinya yang menikah
dengan Lukman Maruki, yang beragama Islam. Dan Willy sendiri
mengaku "selalu bersandar pada firman Allah". Lebih-lebih ketika
isterinya meninggal beberapa waktu lalu.
Di tengah kesibukannya sebagai kepala daerah punj ia
menyempatkan diri membaca Alkitab. Dan justru karena kesibukan
itulah, katanya, bapak dari 5 anak dan kakek dari 2 cucu ini
belum berniat menikah lagi.
"Tentu saya membutuhkan seorang isteri yang mengurus saya, yang
mendampingi saya dalam keadaan apa pun," katanya. Terutama,
tentu, karena anaknyayang terkecil masih berusia 11 tahun.
"Tapi itu semua kan tergantung kehendak Allah jua. Barangkali 3
atau 4 tahun lagi saya baru memikirkan buat menikah lagi,"
tambahnya.
Dengan begitu, mungkin ia berharap hidupnya lebih tenang.
Menyukai alam dan ketenangan, ia ingin menikmati masa tuanya
sebagai petani. Meskipun ia bisa betah dengan jabatan apapun,
"tapi rasanya lebih tenang sebagai petani." Maksudnya: bisa
lebih bebas. "Tapi yang lebih penting, masih-bisa
mempertahankan harga diri," ujarnya lagi.
Di waktu senggang ia suka membaca buku terutama antropologi dan
sejarah. Sebab katanya "bisa belajar banyak tentang kehidupan
dan mempelajari latar-belakang dari keadaan sekarang." Siapa
tokoh favoritnya? Jawabnya kontan: "Pak Harto dan Pak Jusuf."
Maksudnya Presiden RI dan Melhankam sekarang ini.
Ia punya kesini dan pengalaman khusus dengan kedua tokoh
tersebut. Di masa Aksi Polisionil Belanda I dan II, 1947-1949,
Willy menjadi bawahan Letkol Soeharto, sebagai perwira
operasi/kepala bagian siasat merangkap komandan salah sebuah
kompi di Yogya.
Tentang Menhankam Jenderal M. Yusuf, kata Willy Lasut, "dia itu
pejuang kebenaran dan keadilan atasan yang memperhatikan
bawahan dan prajurit. Itu sifat-sifat pribadi idaman saya."
Itu tak berarti bahwa Willy, orang Tondano itu, lepas dari
kelemahan. Dan ia mengakuinya. Sebagai orang lapangan mungkin ia
terlalu cerewet dengan detail yang njelimet.
Beberapa sahabat dekatnya melihat Willy sebagai prajurit murni:
melaksanakan perintah, apa adanya. Lugu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini