Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Temaramnya Sebuah Kerajaan Olahraga

Setelah menutup tiga klubnya, kini Pelita Bakrie belum membayar gaji pemain selama tiga bulan. Bisakah klub olahraga ini hidup terus?

15 Maret 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA awal dasawarsa ini, Pelita Jaya adalah klub olahraga kondang yang merajai kejuaraan-kejuaraan di Tanah Air. Dari Stadion Lebakbulus dan pusdiklat di Sawangan milik kelompok usaha Bakrie itu telah lahir puluhan atlet berbakat. Di cabang tenis lapangan, tercatat Yayuk Basuki (peringkat WTA), Suharyadi, dan Liza Andriyani. Di lapangan basket, dengan pemainnya M. Rifki, klub Pelita Jaya ini meraih gelar juara Kobatama (Kompetisi Bola Basket Utama) 1990 dan 1992. Pelita Jaya?sejak 1997 namanya berubah menjadi Pelita Bakrie?juga mendominasi kejuaraan bulu tangkis, dengan posisi runner-up antarklub nasional (1988-1996). Dari cabang olahraga sepak bola, klub ini punya segudang pemain top, seperti Kurniawan dan Kurnia Sandy. Dengan kemampuan finansialnya, mereka bahkan sanggup mengontrak Roger Milla?dan tujuh pemain asing lain?dengan harga Rp 400 juta (1995). Ditambah dengan tiga kali juara Liga Indonesia (1989-1990, 1990-1991, dan 1994-1995), klub ini amat disegani. Sedangkan di cabang renang, puluhan pemain-pemain muda siap diasah untuk menjadi pemain nasional. Tapi, itu cerita dulu. Kini, klub yang didirikan pada 1988 untuk mengatrol citra perusahaan itu penampilannya tak lagi berkilau. Kompleks olahraga di Sawangan, Bogor, misalnya, kondisinya memprihatinkan. Lapangan bulu tangkis dan bola basket yang sudah lama menganggur penuh dengan kotoran tikus. Kolam renang 10 lintasan yang airnya hijau kekuning-kuningan dipenuhi oleh ganggang. Pemasukan dari sewa ruang perkantoran di Stadion Lebakbulus juga ikut menyusut. Bila sebelumnya terisi lebih dari 90 persen, kini sepertiganya telah angkat kaki. "Uangnya hanya cukup buat bertahan saja," ujar Teddy Suponohadi, pengelola Stadion Lebakbulus. Seiring dengan krisis moneter dan dibekukannya dana abadi Persatuan Olahraga Pelita Bakrie sebesar Rp 6 miliar di Bank BNN, kerajaan olahraga Bakrie kini bagai istana tanpa lampion. Untuk menekan pengeluaran, mereka merampingkan pemain, tinggal 22 pemain (sepak bola) dan 12 (basket) yang masih dibina. Selain itu, beberapa cabang olahraga diberangus, dari bulu tangkis, disusul renang dan tenis lapangan. Syukurlah, dalam kondisi terjepit seperti itu masih ada pengabdian anggota klub. Icuk Sugiarto, pelatih bulu tangkis, contohnya, bersikeras melanjutkan latihan badminton meski Aburizal Bakrie telah menginstruksikan agar cabang itu ditutup saja. Alasan Icuk, klub yang ditangani sejak 1990 telah melahirkan pemain dunia, seperti Candra Wijaya dan Hendra Wijaya. Selain itu, "Tiga puluh pemain saya mau dikemanakan?" ujar Icuk yang banyak mendapat tawaran melatih di luar negeri itu. Akhirnya, ditempuh jalan kompromi. Pihak Bakrie menyediakan gedung di Duri Kosambi, Jakarta Barat, sedangkan biaya perawatan dan honor pemain ditanggung Icuk. Belakangan, beban Icuk semakin bertambah karena gajinya sebagai pelatih ikut tersandung. Ini juga yang dialami oleh tujuh pelatih lain plus 34 pemain binaan POR Pelita Bakrie. Menurut M. Rifki, pemain utama basket Pelita Bakrie, sudah sejak Desember ia tak menerima gajinya yang jumlahnya antara Rp 1 juta dan 2 juta. "Ini benar-benar gila karena tiga bulan enggak dibayar tanpa kejelasan," ujarnya. Dengan kondisi seperti itu, Rifki tak bisa memastikan apakah mereka jadi berangkat mengikuti Kobatama di Solo, pertengahan Maret ini. Tersendatnya gaji awak Pelita Bakrie itu karena selama ini gaji mereka dibayarkan dari dana abadi klub yang tersimpan di BNN. Sementara itu, deposito Rp 4 miliar yang ditanam di Bank Panin jumlahnya tak mencukupi untuk melunasi ongkos bulanan. Untuk menambal pengeluaran rutin sebesar Rp 200 juta, pengurus mencoba melakukan berbagai upaya, antara lain "menodong" Nirwan Bakrie. Namun langkah ini tak bisa dilakukan terus-menerus. "Bila sampai bulan ini belum bisa diselesaikan, ya, kita kembalikan ke pengurus yayasan untuk dicarikan jalan keluarnya," kata Joko Waskito, Pejabat Hubungan Masyarakat POR Pelita Bakrie. Menurut Danurwindo, pelatih klub sepak bola Pelita Bakrie, krisis seperti ini juga dialami seluruh klub. Namun, yang paling penting, harus ada kejelasan. Kalau manajemen angkat tangan, pemain harus diberi tahu segera agar bisa melakukan langkah antisipasi, misalnya pindah ke klub lain. Mengenai kemungkinan pahit itu, Mara Lalu Satriawangsa menjamin, hal itu tak bakal terjadi. Menurut Manajer Hubungan Masyarakat PT Bakrie & Brothers itu, Bank BNN merupakan reputasi keluarga Bakrie yang akan dipertahankan. Dan, sudah menjadi komitmen almarhum Ahmad Bakrie bahwa setiap sen keuntungan perusahaan harus memiliki nilai sosial, di antaranya dengan pembinaan olahraga. Ia yakin, April mendatang semua masalah akan beres. Ma'ruf Samudra, Ardi Bramantyo, dan Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus