Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tetap juara umum dengan muka baru

Sea games xvii singapura dibuka akhir pekan ini. ambisi untuk tetap menjadi juara umum sudah jelas. ada cabang yang menampilkan muka baru, tapi ada atlet-atlet tua.

12 Juni 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI Indonesia, yang sudah langganan jadi juara umum SEA Games, meraih medali emas terbanyak memang masih menjadi kebanggaan. Namun, mestinya ada target lain dalam forum kompetisi regional itu. Yakni, prestasi yang tidak sekadar tingkat regional, dan regenerasi atlet. Dan itu tampaknya sudah dilakukan beberapa cabang olahraga. Dalam turnamen yang dibuka akhir pekan ini di Singapura itu, dari 520 atlet Indonesia, sebagian muka baru. Itu ditempuh tanpa mengabaikan target juara umum dari KONI Pusat. Cabang renang, misalnya, bisa menjadi contoh bagaimana kaderisasi atlet mulai diperhatikan. Memang, dua perenang andalan, Elfira Rosa Nasution dan Richard Sam Bera, tetap diturunkan memperkuat tim nasional, tapi jatah untuk mereka berkurang. Di Singapura, Elfira hanya akan turun di nomor jarak jauh. Nomor 200 m diserahkan kepada muka-muka baru. Pada SEA Games Manila yang lalu, Elfira menyumbangkan lima medali emas sekaligus menumbangkan rekor SEA Games atas nama Nurul Huda (Malaysia). Sedangkan Richard menyabet tiga emas dan menumbangkan rekor SEA Games pada nomor 200 m gaya bebas. Mengagumkan, memang. Namun, pengurus PRSI memutuskan untuk memberikan kesempatan kepada perenang baru berprestasi, seperti Rita Mariana dan Mutri Pangestika. Keduanya memecahkan dua rekor di Hong Kong Terbuka baru-baru ini, pada nomor 100 m gaya dada dan 100 m gaya bebas. Risiko dari regenerasi ini adalah berkurangnya perolehan emas dari olahraga air ini. Di SEA Games Manila, Indonesia mendapatkan 10 emas dari 31 yang disediakan sementara di Singapura, seperti dikatakan pembina renang Raja Nasution, untuk mendapatkan jumlah yang sama tak begitu mudah. ''Sebab lawan-lawan semakin hebat,'' kata Raja. Cabang atletik tak mau mengambil risiko: muka lama tetap diandalkan. Sayangnya, muka lama itu dihadapkan pada cedera kaki. Eduardus Nabunome, peraih emas untuk nomor 10.000 m putra di Manila, terpaksa dicoret dari tim gara-gara cedera telapak kaki. Penggantinya adalah Hasanuddin, yang menunjukkan prestasi lebih bagus daripada atlet pelatnas dalam tiga kejuaraan lari jarak jauh tahun ini. Mardi Lestari, andalan nomor 100 m yang bergengsi, juga masih terganggu oleh cedera otot paha (hamstring). Karenanya, ia mengaku agak berat dengan target emas di Singapura. Yang perlu dicatat, atlet lari putri Henny Maspaitella kembali diturunkan untuk nomor sprint 100 m dan 200 m. Padahal, seperti pengakuannya sendiri, sudah tiga tahun ia tidak turun bertanding. Kaderisasi yang bagus sebenarnya ada di cabang bulu tangkis. Namun, untuk ke SEA Games, pemain inti nasional masih mendominasi. Ini menyiratkan keinginan PBSI merebut medali emas sebanyak mungkin. Pada tunggal putra ada Alan Budikusuma dan Ardy Wiranata, yang berpeluang besar meraih emas. Yang dikhawatirkan adalah nomor beregu putra, mengingat dalam dua kali SEA Games lalu nomor tersebut direbut Malaysia. Pasangan Rexy-Ricky tetap diturunkan. Dan di lapis kedua, Gunawan dipasangkan dengan Denny Kantono. Susi Susanti dipastikan hanya akan memperkuat nomor beregu putri. Untuk perorangan, dipasang Sarwendah, yang diperkuat dengan pemain lapis kedua Yuliani Sentosa dan Minarti Timur. Komposisi tersebut dianggap tepat untuk menyapu bersih emas perorangan putri. Sejumlah cabang olahraga lainnya, seperti tenis meja, judo, silat, angkat besi, dan tinju, diperkirakan berpeluang besar memborong emas seperti terlihat dalam SEA Games lalu. Di cabang angkat besi bahkan muncul isyarat baik, ketika 30 rekor nasional pecah di seleksi nasional. Cabang silat sebenarnya berpeluang menyapu bersih 15 medali emas, tapi target KONI hanyalah 8 emas. Sementara itu, peluang emas untuk tenis disebut-sebut makin berat. Dengan mundurnya petenis Joice Riana Suteja, praktis Romana Tedjakusuma menjadi andalan satu-satunya di tunggal putri. Begitu pula di tunggal putra. Suwandi, yang miskin pengalaman, harus berjuang sendirian dengan absennya Benny Wijaya. Ancaman terberat datang dari Filipina dan Thailand. Thailand menurunkan petenis andalannya, antara lain, Sirilux dan Banjamas. Yang juga ramai diperdebatkan adalah komposisi pemain cabang olahraga favorit, sepak bola. Banyak pemain tua yang masuk daftar. Banyak yang menyebut, ini soal kaderisasi yang gagal (lihat: Jenderal tanpa Lencana?). Keunggulan tiap cabang olahraga di Indonesia memang beragam. Ada yang sudah mapan di tingkat Asia Tenggara, dan ada yang cuma pas-pasan. Yang sudah mapan punya problem regenerasi. Yang pas-pasan, problemnya adalah bagaimana menggenjot prestasi. Memang butuh waktu. Namun, Soeweno optimistis Indonesia tetap berjaya di Singapura. Cukup dengan perolehan sepertiga dari 317 medali emas yang ada, gelar juara umum tetap di tangan. Tapi, kapan kita berbicara di tingkat Asia? Nunik Iswardhani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus