PONTIANAK ternyata mampu membikin kejutan. Kota berpenduduk sekitar tiga ratus ribu itu bukan saja tercatat sebagai kota pertama di luar Jakarta yang berani menyelenggarakan pertandingan tinju pro dengan bayaran Rp 100 juta lebih. Ia juga ternyata pandai menyambut tamu jagoannya, Ellyas Pical. Tak kurang dua ribu massaberdesak di Bandara Supadio, Ahad siang lalu, menunggu kedatangan anak Saparua itu. Belum lagi penyambutan sepanjang jalan. "Menteri pun tak disambut begini meriah," kata seorang petugas keamanan. Pontianak tampaknya memberikan segalanya untuk pertarungan paling akbar, di kota itu, antara Elyas Pical dan Raul Diaz, penantangnya dari Colombia. Mendahului pertarungan yang akan berlangsung Sabtu malam pekan ini, sejumlah spanduk bertebaran di sudut-sudut kota. Dukungan moril untuk Pical tampaknya tak pernah kurang. Namun, lawannya kali ini, Raul Diaz, peringkat pertama dalam kelasnya, agaknya juga tak bisa dipandang entang. Diaz, 30 tahun, punya catatan prestasi yang lumayan bagus. Dari 36 kali pertarungan pro-nya, Diaz 32 kali menang, 21 di antaranya dengan KO. Petinju Colombia ini hanya pernah mengalami 3 kali kalah, dan sekali draw. Bertubuh ramping, tinggi 171 cm dan berat 52 kg, Diaz mirip petinju Kor-sel Tae II Chang, yang dirobohkan Pical dengan angka di Senayan Oktober lalu. Namur, tak seperti Chang, Diaz tak melulu bertarung dalam gaya boxer. Sesekali dia berani masuk dalam jangkauan lawan, dan mengajak bertukar pukul. "Diaz termasuk petinju semi-boxer, Pical harus berani in-out, keluar-masuk," kata Said Fidal, pelatih Pical di sasana Arseto, Jakarta, yang sempat mempelajari rekaman pertarungan jago Colombia ini: Namun, yang perlu diperhatikan, barangkali, kesiapan jago Colombia itu menghadapi Pical. Kabarnya, Diaz bersiap diri selama 4 bulan menghadapi Elly. Bahkan dalam latihannya di Jakarta, menurut Melky Goeslaw, manajer Pical, Diaz mempraktekkan jurus khusus: menginjak kaki lawan. "Kemungkinan Diaz main curang memang ada," kata Melky. Lawan kidal bukan hal yang asing bagi Diaz. Petinju dari Bucaramanga, 400 km dari Bogota, itU mengaku pernah menganvaskan 5 petinju kidal selama kariernya. "Saya juga bisa bergaya kidal, dan pukulan kanan dan kiri saya keduanya hidup," ujar Diaz, melalui Alberto Villamizara, Dubes Colombia di Jakarta. Villamizara, yang pekan lalu di Hotel Sahid Jakarta bertindak sebagai penerjamah bagi Diaz, juga mempromosikan petinjunya sebagai petinju yang punya pukulan lengkap. Pukulan hook Diaz, kanan atau kiri, sama bahayanya dengan jotosan straight maupun uppercut-nya. Dalam pertarungan ini, Diaz akan dibayar sekitar Rp 30 juta, oleh promotor pertandingan Anton Sihotang. Tarif ini enam kali lipat bayaran yang diterima di negerinya. Colombia sendiri kini memiliki 3 orang juara dunia: Miguel Lora (kelas bantam WBC), Beby Sugar Rojas (bantam yunior WBC), dan Fidel Bassa (juara kelas terbang di WBA). Padahal, jumlah penduduknya sekitar 30 juta. Pical tampaknya juga serius menghadapi Diaz. Sampai pekan lalu, ia telah merampungkan program latihan sebanyak 120 ronde. Kecepatan pukulan, yang menjadi andalan Pical, tampak sudah pulih. Di sasana Arseto, Jumat malam lalu, mitra tanding Pical terjengkang tersambar hook kirinya. Dalam latihan itu, Pical juga mempraktekkan jurus penangkal pijakan kaki lawan, dengan terus mengubah posisi kaki. Bayaran Pical, kali ini, lebih rendah dibanding ketika melawan petinju Muangthai Khaosai Galaxy, setahun silam. Ketika itu Pical menerima sekitar Rp 200 juta. Tapi lebih tinggi dibanding waktu dia berhadapan dengan Tae II Chang dari Kor-Sel, Oktober lalu. Melawan Chang, Pical dibayar Rp 40 juta. Kini, promotor menyiapkan Rp 80 juta buat Pical untuk berhadapan dengan Diaz. Maklum, pertarungan kali ini adalah mandatory fight, pertarungan wajib untuk memperpanjang gelar. Berlangsungnya pertarungan kelas bantam IBF ini mencatat nama Oesman Sapta Odang sebagai pemodal. "Tinju bisa juga menjadi obyek pariwisata yang bisa dijual," ujar Oesman Sapta, pengusaha kayu, hotel, dan jasa konstruksi. Oesman tampak tak dihinggapi ketakutan bakal tersandung rugi seperti dialami beberapa penyandang dana yang pernah menyelenggarakan perhelatan tinju untuk Pical. Oesman tampak optimistis bisa mereguk untung dari proyek senilai Rp 300 juta ini. "Dalam bisnis tak ada istilah untung-rugi. Yang penting membuat project cashflow agar semua pengeluaran dan pemasukan terkontrol," kata pengusaha muda ini. Barangkali lantaran cashflow yang benar itu hingga Oesman berani mengatakan, "tak mengeluarkan sepeser pun" untuk modal kerja. Pemasukan pertama diputar untuk pengeluaran kemudian, sehingga, "Kita bisa menekan modal sekecil mungkin," tuturnya. Maka, dana yang dihimpun dari sponsor atau penjualan karcis digunakan untuk pembiayaan perjalanan rombongan petinju, atau uang panjar. Oesman memang punya alasan untuk tidak pesimistis. Sekalipun kapasitas di GOR Pangsuma, Pontianak, tempat berlangsungnya pertandingan, hanya untuk 6.000 penonton - hampir separuh Istora Senayan - tiket dijual cukup tinggi. Dua ratus lembar tiket seharga Rp 500 ribu per lembar (termasuk tiket pesawat Jakarta-Pontianak p.p.), sampai akhir pekan lalu, telah 90% terjual. Untuk paket tinju itu, kabarnya, Oesman memperoleh potongan harga sampai 50% dari Garuda. Sedangkan sebagian penonton dari Jakarta akan tertampung di hotelnya, Mahkota, yang akan diresmikan sebelum Pical naik ring. Tiket berharga Rp 100 ribu, yang dicetak seribu lembar, telah laku 89%, dan tiket VIP, Rp 50 ribu, tclah terjual 40% dari 2.200 lembar yang dicetak. Belum lagi pendapatan dari sponsor, yang hingga pekan lalu telah terkumpul hampir Rp 200 juta. "Saya bukan penyandang dana. Peran saya hanya mencari uang, dan bos saya Anton Sihotang," kata Oesman merendah. Laporan Bachtiar Abdullah, Tri Budianto (Jakarta), dan Djuaini K.S. (Pontianak)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini