INI memang bukan KAM. Tapi cara yang digunakan menghimpun anggota tak jauh berbeda. Karena itu, Menteri Keuangan Radius Prawiro sempat menunjuk kasus yang terjadi di Bangkok itu sebagai kasus yang hampir sama dengan KAM di Jakarta. Bayangkan, setelah praktek bank gelap ini terbongkar, baru diketahui bahwa anggotanya sudah 16.000. Sejumlah pejabat tinggi, jenderal, malah beberapa anggota keluarga kerajaan Muangthai, diketahui kena kibul. Itulah sebabnya, peristiwa ini cukup menghebohkan Negeri Gajah itu. Awal 1982, Nyonya Chamao Tipyaso membuka sebuah usaha aneh yang disebutnya "dana berputar" (chil fund). Nyonya ini bersedia menerima tabungan dari anggota masyarakat yang berminat. Keuntungan yang ditawarkannya 6,5% bulan. Luar biasa, bila dibandingkan dengan bunga bank ketika itu di Bangkok yang cuma 1,04% bulan . Tapi syaratnya, uang yang ditabungkan minimal US$ 6.400 (sekitar Rp 10 juta) dan tak boleh ditarik sebelum 18 bulan. Ada syarat mutlak lainnya, calon deposan harus membawa sedikitnya satu penabung baru. Dengan cara rekrutmen berantai itu jumlah deposan chit fund begitu cepat membengkak. Apalagi Nyonya Chamao Tipyaso memang orang yang punya banyak kenalan, dan terpercaya, sebagai bekas pejabat Petroleum Authority of Thailand (Pertamina-nya Muangthai). Semua berjalan lancar. Sampai Oktober 1984, tiba-tiba Kantor Pajak setempat membongkar rahasia bahwa nyonya itu menunggak pajak hampir Rp 3 milyar. Para deposan panik dan berebutan menarik tabungan. Tentu saja sang nyonya tak mampu meladeninya. Chamao Tipyaso ditangkap polisi. Belum jelas bagaimana pola perputaran uang yang dilakukan nyonya ini. Sekarang perkaranya sedang diadili di Bangkok. Tapi untuk mendaftar para korban yang berjumJah belasan ribu itu, Oktober 1986, terpaksa digunakan stadion pacuan kuda Royal Turf Club di Bangkok. Dari pengadilan diketahui bahwa uanK deposan yang tak dapat dikembalikan pengusaha "dana berputar" itu hampir Rp 300 milyar. Setelah seluruh harta kekayaan sang nyonya berupa tanah, rumah, mobil, barang perhiasan, dan depositonya disita, ternyata jumlah yang bisa dikembalikan pada para deposan cuma 2,5% dari tabungan para anggota chit find. Mungkin kasus Bangkok itu tak perlu terjadi di Jakarta. Namun, seandainya pun terjadi, maka memang yang dirugikan tentu para deposan. Para deposan yang tadinya mengharapkan memperoleh yang banyak dengan cara mudah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini