PIALA Presiden, salah satu turnamen tinju amatir bergengsi di Asia, digelar lagi di Istora Senayan, Jakarta, mulai Senin pekan ini. Badan Tinju Amatir Internasional (AIBA) menjadikan turnamen ini sebagai penentu peringkat dunia. Arena ini pun menjadi ajang adu kekuatan petinju Eropa, Asia, dan Amerika. Petinju Amerika, Thomas Hearns, atau jago Italia Fransisco Damiani, yang kini meloncat ke pro, pernah menjajal arena ini. Tapi itu dulu. Kini greget turnamen terasa tenggelam. Perang antara kubu Eropa, Asia, dan Amerika hanya nostalgia. Itulah yang membuat bekas petinju Syamsul Anwar Harahap, yang pernah mengalahkan Hearns di Piala Presiden, melontarkan kritik tajam. Kepada tabloid Bola, Syamsul menuding pengurus Pertina kurang mempromosikan turnamen ini, ''Bidang hubungan luar negeri Pertina impoten,'' katanya. Maka pamor turnamen ini pun merosot. Setiap tahun, kata Syamsul, Piala Presiden makin mendekati rutinitas. Tidak sesemarak turnamen Piala Raja di Thailand, yang mampu merangkul petinju kelas I Kuba negara yang dipuji punya pola bertinju yang cocok dengan sistem penilaian komputer. Kini Amerika malah absen. Padahal selama ini pertarungan Tim AmerikaSoviet (kini diwakili Rusia) selalu menarik. Kanada juga absen. Nigeria, yang berjanji akan menurunkan petinju peraih emasnya di Olimpiade Barcelona, tiba-tiba membatalkan diri. Betulkah Piala Presiden melorot? ''Terus terang, orang yang ngomong begitu tak pernah melihat perkembangan pertandingan internasional di luar negeri. Mereka itu cuma katak dalam tempurung,'' kata Sekjen PB Pertina, Harmidy Harun. Tudingan atas kurangnya lobi juga dianggap Harmidy sebagai ucapan ngawur. Soalnya, ia sudah tiga tahun lalu melobi Negeria. Batalnya petinju Negeria datang karena presiden federasi tinju mereka meninggal kena serangan jantung. Sedangkan Kuba, kata Harmidy: ''Mereka itu kesulitan uang.'' ''Jadi, kalau ada yang menganggap kita tak punya lobi internasional, saya menganggap itu omong kosong,'' kata Harmidy lagi. Buktinya, hingga Sabtu pekan lalu, Piala Presiden XV ini diikuti 19 negara. Mereka tentunya membawa petinju terbaik. Cuma, siapa yang jago, sulit diukur karena ini tinju amatir, bukan profesional. ''Di amatir selalu begitu, kita buta terhadap lawan,'' katanya. Yang pasti, tim tuan rumah siap tempur. Adalah komandan pelatnas Imron Z.S. yang menggodok mereka sejak awal Desember lalu. Ada tiga tim: Banteng (10 petinju), Garuda (10), dan Rajawali (5 petinju). Imron tidak menggelar target. ''Bangsa Indonesia itu tidak suka sesumbar,'' katanya. Para petinju ini di bawah koordinator pelatih John D. Malessy. Materi diambil dari petinju yang lolos pra-PON. Cuma masalahnya, pada hari pertama TC muncul tiga petinju. Seminggu kemudian tambah lagi tujuh orang. ''Ini kan bikin saya pusing,'' kata John. Program latihan pun kacau. Maka, pada minggu kedua dan ketiga, porsi latihan digenjot. Buntutnya, ada petinju cedera otot paha. Pada minggu terakhir latihan ditekankan pada kecepatan dan strategi. Kini kemampuan rata-rata petinju 70 persen. Mereka sengaja tak diarahkan mencapai peak karena turnamen ini hanya sasaran antara. ''Puncaknya di SEA Games,'' kata John Malessy. Yang dijagokan mendapat emas hanya dua petinju, Hendrik Simangunsong dan Albert Papilaya. ''Yang lain, saya nggak bisa bilang,'' kata John. Albert, petinju kelas menengah yang sempat masuk babak perempat final di Olimpiade Barcelona, mengaku selama di pelatnas kurang lawan latih tanding. Toh pemuda lajang peraih dua medali perak di Piala Presiden (1986 dan 1990) ini punya target: ''Minimal, ya, masuk final.'' Sersan satu Brimob berusia 25 tahun ini mengaku perlu mewaspadai petinju Eropa, yang terkenal dengan pukulannya yang keras sekali. Sementara itu, Hendrik Simangunsong menargetkan emas. ''Ya, memang agak takabur,'' katanya. Juara Asia 1992 ini mengaku harus tampil sebaik mungkin agar SEA Games Juni nanti bisa diikutinya. Selain itu, ''Saya kan baru pulang dari olimpiade, mau nggak mau harus tampil habis-habisan, dong. Kalau tidak, apa kata orang?'' kata Hendrik, 24 tahun, yang di olimpiade masuk 16 besar. Hendrik datang ke pelatnas dengan kelebihan berat tujuh kilogram. Untuk itu, pelatihnya memberikan latihan fisik tambahan di siang hari bolong. Kini ia merasa fit. Tapi ia perlu mewaspadai petinju Rusia. Maklum, ia memang pernah di-KO oleh petinju Alexander Brolakov di Piala Presiden. Sayangnya, kini Brolakov tidak turun. ''Walau begitu, kita tak boleh lengah. Sebab, harus diingat, tak ada petinju yang tahan pukul,'' katanya. Tim Rusia punya kekuatan delapan petinju. Tapi tim ini tak menargetkan menyapu bersih medali. Alasannya, Rusia sedang musim dingin dengan salju setinggi lutut, sementara itu Istora Senayan dianggap berudara panas. Lagi pula, persiapan tim Rusia, kata Manajer Tim Vasily Shumanov, sangat tergesa-gesa. ''Kami cuma berlatih intens tiga minggu,'' katanya. Namun, petinju Rusia yang rata-rata berusia 18 tahun itu optimistis. Petinju Indonesia dan Korea Selatan dianggapnya cukup baik. ''Tapi itu sih kecil bagi petinju saya,'' kata Shumanov seraya menyentikkan jarinya. Widi Yarmanto dan Andy Reza Rohadian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini