MASIH ada harapan di Bombay, kota yang dikoyak-koyak oleh konflik Hindu-Islam itu. Sabtu pekan lalu. Sekitar 40.000 warga Bombay bergandengan tangan membentuk rantai raksasa sepanjang 50 kilometer. Ibu-ibu Hindu berpakaian sari, wanita Islam berkerudung, para remaja bercelana jins bergabung dalam aksi damai yang berlangsung selama 15 menit, dan sempat membuat lalu lintas kota berpenduduk 12 juta itu macet hampir total. ''Eratkan Kerukunan Seluruh Bombay,'' demikian tema aksi damai untuk mengakhiri konflik Hindu-Islam tersebut. Inilah aksi yang dikoordinasi oleh kepala polisi Bombay. Kata Fakhruddin Khorakiwala, kepala polisi itu, ia berharap setidaknya aksi bergandengan tangan dari semua pemeluk agama di Bombay itu akan menghilangkan ''rasa takut yang menyelimuti kaum muslim''. Sejak meledak konflik Hindu- Islam, dan sekitar 600 orang tewas, dan 20.000-an orang muslim terpaksa meninggalkan Bombay, umat Islam di kota terpadat di dunia ini seperti hidup di atas bara. Itulah ekses konflik Islam-Hindu di Ayodhya, akhir tahun silam. Konflik yang meledak karena umat Hindu menghancurkan mesjid yang dipercaya dulu di situ berdiri kuil Hindu. Belum jelas apakah aksi damai Sabtu pekan lalu itu akan membuat penduduk muslim Bombay bersedia kembali ke kotanya. Bagi orang Islam, yang minoritas bila dibandingkan dengan jumlah umat Hindu, kerusuhan di Bombay pertengahan Januari lalu sungguh mengguncangkan saraf. Seorang kepala sekolah wanita berusia sekitar 55 tahun, konon, tak mau kembali ke Bombay. Ia hampir saja dilemparkan dari lantai keenam sebuah gedung oleh remaja-remaja Hindu yang sebelumnya dikenalnya baik. Celakanya, belum pasti aksi damai itu membawa dampak kuat, dari New Delhi dikabarkan Partai Bharatiya Janata, partai nasionalis Hindu yang militan, berniat melakukan demonstrasi turun ke jalan secara besar-besaran 25 Februari nanti. Ketua partai itu, Murli Manohar Joshi, dalam keterangan persnya pekan lalu menjelaskan, aksi itu untuk mendesak pemerintahan Perdana Menteri Narasimha Rao agar mengizinkan didirikannya kuil Hindu di atas reruntuhan bekas Mesjid Ram Janmabhoomi di Ayodhya. Selain itu, aksi tersebut juga menuntut pembubaran parlemen dan penyelenggaraan pemilu. Meski ada larangan aksi turun ke jalan dari pemerintahan Rao, partai Hindu tersebut tak ambil peduli. ''Larangan itu dikeluarkan karena ada konflik di dalam tubuh Partai Kongres. Kami tak mau berunding dengan pemerintah yang memusuhi kami,'' kata Joshi, sang ketua partai. ''Yang penting, aksi ini tanpa kekerasan,'' tambahnya. Melihat situasi politik yang panas belakangan ini, dilarang atau tak dilarang, reli besar umat Hindu itu kemungkinan besar akan meledakkan kerusuhan. Apalagi semangat awalnya, konon, memang hendak menjatuhkan Rao. Larangan pemerintah tentunya justru akan dimanfaatkan untuk membuat panas suasana. Dan itu bisa dipastikan, seperti dampak konflik di Ayodhya yang menyebar ke segenap penjuru di India, yang akan membuat beberapa kota dilanda konflik pula, termasuk Bombay. Di kota ini lebih dari 5 juta warganya memeluk Hindu, dan sekitar 1,5 juta Islam. Selebihnya adalah pemeluk Kristen, Yahudi, Budha, dan Zoroaster. Cukup kuatkah rantai 40.000 manusia untuk kerukunan beragama, terutama kerukunan Hindu-Islam, mencegah semangat panas dari New Delhi masuk Bombay? DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini