DUEL di papan catur itu tak terjadi. Padahal bendera Indonesia dan Australia sudah dikerek di Hotel Orchid, Jakarta. Lindri Yuni Wijayanti pun sudah duduk di kursi pertandingan. Tapi lawannya, Irina Berezina dari Australia, tak muncul Jumat pekan lalu itu. Akhirnya wasit memberi kemenangan WO buat Lindri. Inilah hasil akhir Kejuaraan Catur Zone XII (Asia-Pasifik), yang seharusnya berakhir Senin pekan lalu, khususnya di bagian putri. Lindri dan Berezina sama-sama punya nilai 9 MP, sementara yang bisa mengikuti kejuaraan interzone di Swiss, Juni nanti, hanya seorang. Maka perlu tanding ulang untuk menentukan tiket ke Swiss. FIDE, federasi catur dunia, mengharuskan tanding ulang itu enam hari seusai kejuaraan, dalam empat babak. Pihak Australia keberatan dan minta pertandingan ditunda sebulan. Alasannya, Berezina sakit pendarahan usus dan baru akan sembuh setelah empat pekan. Namun keberatan itu tak ditanggapi wasit. Dan Lindri dinyatakan menang WO. Putusan itu pun dikirim ke Presiden FIDE, F. Campomanes, di Swiss, untuk disahkan. ''Ya, sembilan puluh persen saya ke Swiss,'' kata Lindri. Sukses Lindri ini memang babak baru prestasi Percasi. Sejak masuk FIDE 32 tahun lalu, baru kali ini Indonesia menghadirkan pecaturnya di Swiss. Lindri, ibu dua anak, memang berpotensi. Elo rating-nya 2155, dan ia pernah menggondol emas beregu Olimpiade Catur Filipina 1992 di grup D. Prestasi perorangannya di kejuaraan itu diikuti 68 negara dibuktikan dengan meraih medali perak pada meja dua. Lindri adalah tipe pemain menyerang. Favoritnya pembukaan E4 jika ia memegang buah putih. Jika memegang hitam, ia menyukai ''Hindia Raja''. Tak berarti Lindri selalu begitu. Menghadapi pemain Australia, Biljana Dekic, di babak terakhir tempo hari, misalnya, ia malah bertahan, meski memegang buah putih. Itulah strategi pelatihnya. ''Sebab permainan akhir kamu bagus,'' kata pelatih Indonesia, Nikola, seperti dituturkan Lindri. Secara umum, Lindri menyukai permainan terbuka. Sebab, dari situ ia bisa mengutak-atik kombinasi, dengan perkiraan 8-10 langkah ke depan. Ia pun tak segan mengorbankan ''tentara''-nya demi merebut posisi. Tapi tak berarti Lindri selalu mulus. Ada juga blundernya. Misalnya, suatu kali menterinya diancam, eh, yang dijalankan malah perwira lain. ''Blunder ini membuat saya tak bisa tidur,'' katanya. Semula, bagi Lindri kecil (kelas V SD), main catur adalah untuk uang jajan. Ia iri melihat kakaknya memperoleh uang saku dari catur. Setiap mengalahkan ayahnya, yang memang bukan pemain catur, kakaknya diberi uang jajan. ''Saya pengen juga mendapat duit buat jajan,'' katanya. Ternyata ia berbakat. Ia juara Porseni SD di Kediri. Di SMA ia beralih main voli karena menganggapnya lebih menantang. ''Bayarannya lebih gede, dan dibayar orang luar,'' kata Lindri. Tapi, sejauh bangau terbang, akhirnya Lindri kembali ke catur. Ia mewakili Jawa Timur ke Kejurnas Catur 1979 dan meraih runner-up. Ia pun mulai mengenal notasi dari buku dan bimbingan Abubakar Baswedan. Kemajuannya pesat, sehingga di Kejurda ia tak boleh ikut. ''Ini kan membatasi hak seseorang. Bonus dan hadiah saya hilang,'' kata Lindri sambil tertawa. Tahun 1983 Lindri bergabung di klub BNI 46 di Jakarta. Di bank itu pula ia bekerja hingga kini. Ia biasa berlatih pada saat istirahat kantor dengan pecatur nasional Eddy Handoko atau Ardiansyah. Di rumah ia masih harus membaca dan mengurai notasi majalah Informator terbitan Yugo, yang banyak menampilkan variasi langkah baru, agar tak dicap kuno. Catur konon bisa membuat rambut rontok. Tapi Lindri, yang rambutnya mulai menipis, tak khawatir. ''Asalkan nggak kelewat botak, tak apa. Lagi pula kan ada wig,'' katanya tenang. Artinya, ia tetap main terus, kendati permainan itu pernah membuat lehernya tak bisa menengok lantaran kelenjar getahnya berlebihan. Ini gara-gara ia ikut kejuaraan catur maraton selama 1 bulan di Malaysia tahun 1983. Ia sembuh begitu getah beningnya disedot. Berkat catur, Lindri bisa piknik ke luar negeri. Selain itu? ''Anda lihat sendiri. Rumah BTN saja masih nyicil,'' kata Lindri, yang tinggal di Taman Duta, Cisalak, Kabupaten Bogor. Bahkan, sepulang dari Olimpiade Filipina tempo hari, mobil minibusnya menabrak truk hingga ringsek. Untunglah Lindri tak cedera. Kini mobil itu sudah enam bulan nongkrong di bengkel. ''Nggak ada uang buat ngambil,'' katanya. WY
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini