COSMOS, klub yang menghimpun pemain sepakbola top dari 14
negara, telah datang. Ramai orang Jakarta pergi melihatnya
bagaikan bocah yang pertama kali dibawa ke toko main-mainan.
Mereka kagum. Tapi Cosmos nyatanya tidak selalu hebat. Di
stadion utarr.a Senayan, 3 dan 5 Oktober lalu, mereka menang
melawan PSSI Utama (4-1), tapi ditahan oleh Galatama Selection
(1-1). Di Kore Selatan, mereka bahkan pernah kalah.
Mengapa? "Perjalanan yang jauh, membuat pemain agak kehilangan
gairah," jawab Prof. Julio Mazzei, Direktur Teknik Cosmos.
"Namun, kami cukup puas dengan hasil yang dicapai." Cosmos
bertolak dari pangkalannya, New York, pertengahan September, dan
telah bertanding di Jepang, Korea Selatan, dan Hongkong
--sebelum turun di Jakarta.
Wiel Coerver, pelatih asal Belanda yang menangani PSSI Utama,
tidak begitu terkesan. "Sekumpulan pemain top bukan jaminan
untuk menjadikan kesebelasan baik dan kompak," katanya.
Kerjasama pemain Cosmos memang tak kelihatan menonjol dibanding
kesebelasan Cruizero atau Ajax yang juga pernah bermain di
Senayan.
Dunia sepakbola prof di Amerika Serikat memang membutuhkan
tokoh. "Pemain yang terdiri dari aneka bangsa penting untuk
menarik penonton yang juga terdiri dari kelompok etnis," tulis
Stephen Fay dalam The New Yorker edisi Juni. Mazzei membenarkan
sinyalemen itu. "Sejak para pemain top dunia itu hijrah ke
Amerika sepakbola mulai digemari masyarakat setempat," tutur
Mazzei.
Itu terlihat dari jumlah penonton. Tahun 1977, misalnya, untuk
musim kompetisi April sampai Agustus, Cosmos hanya berhasil
menjual 3 000 lembar karcis terusan. Dalam putaran berikutnya
tercatat 20.000 pembeli. Para penonton itu terdiri dari pegawai
kanror (47%) dan mereka yang berpendidikan universitas (53%).
Klub Cosmos lahir 8 tahun silam dibiayai oleh Warner
Communication -- perusahaan yang bergerak dalam industri
hiburan dan film. Dipimpin oleh kakak beradik, Nasuhi dan Ahmed
Ertegun, putera bekas Duta Besar Turki di Amerika Serikat
sebelum Perang Dunia II, Cosmos membeli pemain tenar di dunia
dengan bayaran yang tinggi. Pele, mutiara hitam dari Brazillia,
misalnya digaet dengan bayaran $ 4 juta untuk jangka 2 tahun
(1975-1977).
Anggota Cosmos kini berjumlah 30, di antaranya 14 pemain asing.
Tahun 1985, Cosms merencanakan untuk memakai 5 orang saja dari
luar negeri.
Warner Communications mengeluarkan untuk Cosmos biaya pembinaan,
iklan, serta bonus pemain. Semua biaya bisa tertutup dari
penjualan karcis, hasil iklan dan siaran televisi. Mungkin
untung pula. Buktinya, "Cosmos membayar 3 kali lebih baik dari
Brazilia," komentar Carlos Alberto, bekas pemain Piala Dunia,
kepada Bachrun Suwatdi dari TEMPO. Ia menerima $ 528.000 untuk
kontrak 4 tahun.
Franz Beckenbauer, yang dikonrrak Cosmos selama 4 tahun dengan
bayaran $ 2 juta, membuka kocek scndiri sebanyak $ 150.000 untuk
klub asalnya, Bayern Munich agar ia bisa dilepaskan. Ceritanya
begini Ketika Cosmos mulai mengincar Beckenbauer, klub Bayern
Munich bersedia melepaskan der Kaiser ini asalkan menerima ganti
rugi sebesar $ 750.000. Sedang Cosmos tetap bersikeras dengan
angka $ 600.000.
Apa sesungguhnya yang diincar Beckenbauer di balik itu?
Bergabung dengan Cosmos, ia berharap mendapat tambahan $ 2« juta
dari iklan kosmetik pria serta produk Adidas.
Di Indonesia, dunia Galatama membayar masih rendah, rata-rata $
300 (sekitar Rp 200.000) per bulan. "Tapi dibayar rendah atau
tinggi, seorang pemain sepakbola harus berdisiplin tinggi," kata
Mazzei.
Disiplin pemain asuhannya cukup tinggi. Hampir tak kelihatan
para pemain Cosmos berleha-leha. Waktu senggang, mereka bermain
tenis atau berenang. Ada sedikit diskusi mengenai pola permainan
antar mereka sendlri. Dan kalau tak bertanding, mereka latihan
sepakbola bersama.
Untuk tour Asia ini-- terakhir main di Singapura mereka
disponsori oleh Fuji Xerox. Bayarannya tak diketahui. Tapi untuk
hak promosi saja, Cosmos kabarnya mendapat 100 juta Yen. Sedang
dari 2 pertandingan saja di Jakarta, mereka mengantongi $ 80.000
dari PSSI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini