Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

otomotif

Prabowo Bicara Mobil dan Motor Buatan Indonesia, Begini Jejak Mobil Nasional Era Sukarno, Soeharto, hingga Jokowi

Prabowo Subianto berjanji akan membuat mobil nasional jika terpilih. Mobnas sejak era Sukarno, Soeharto, hingga Jokowi sebut mobil Esemka.

20 November 2023 | 10.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Calon Presiden atau capres nomor urut dua, Prabowo Subianto mengatakan akan membuat mobil nasional alias mobnas jika terpilih sebagai presiden. Bukan hanya mobnas, kandidat usungan Koalisi Indonesia Maju atau KIM ini pun akan merealisasikan motor buatan dalam negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya sudah menyatakan kalau kami diberi mandat, maka Indonesia akan punya mobil buatan Indonesia sendiri, motor buatan Indonesia sendiri,” kata Prabowo, dikutip Antara, pada Ahad, 19 November 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ingat mobil nasional, tentu ingat mobil Esemka di era pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Tapi, jauh hari sebelum Esemka muncul, sebenarnya cita-cita Indonesia memiliki mobil produksi dalam negeri sudah ada sejak era Sukarno. Angan itu dilanjutkan di era Soeharto, namun gagal karena krisis ekonomi 1997.

Berikut kilas balik upaya membuat mobil nasional atau mobnas buatan dalam negeri.

Mobnas era Sukarno hingga Soeharto

Di era Sukarno, cita-cita memiliki mobnas dirintis dengan mendirikan PT Industri Mobil Indonesia atau Imindo. Perusahaan ini hasil kerja sama pemerintah dan swasta pada 1961. Mereka menargetkan 15.000 kendaraan per tahun berupa sedan dan bus. Ide itu dilanjutkan pada era Orde Baru dengan melarang mobil impor penuh. Kendaraan roda empat dirakit di Indonesia.

Pada awal 1970-an, kebijakan itu dilanjutkan dengan membuat aturan tentang Kendaraan Bermotor Niaga Sederhana atau KBNS. Tujuannya untuk mendorong mobil berkomponen lokal tinggi. PT Garuda Makmur Motor, menyambut kebijakan KBNS dengan mengeluarkan mobil Mini Transportasi Rakyat disingkat Mitra.

Mobil yang namanya kemudian diganti menjadi Mobil Rakyat Indonesia disingkat Morina ini awalnya diluncurkan dalam model truk pada 11 Juni 1976. Komponennya 40 persen lokal dengan harga Rp 1,25 juta untuk masyarakat pedesaan. Morina sayangnya tidak sukses. Produksinya berakhir pada 1980 setelah mencapai 1.000 unit.

Pada 1996, Lewat Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1996, Soeharto menginstruksikan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal agar segera mewujudkan industri mobnas. Bersamaan dengan itu, ditunjuklah PT Timor Putra Nasional (TPN), juga disebut Timor, sebagai pionirnya.

Timor merupakan perusahaan milik Hutomo Mandala Putra yang lebih dikenal dengan panggilan Tommy Soeharto. Dengan penunjukan tersebut, perusahaan ini dibebaskan dari bea masuk dan pajak. Syaratnya, Timor harus menggunakan komponen lokal sebesar 20 persen pada tahun pertama, 40 persen pada tahun kedua, dan 60 persen pada tahun berikutnya.

Saat pertama beroperasi, Timor menjalin kerja sama dengan Kia Motors untuk mengimpor sepenuhnya mobil Kia yang dirakit di Korea Selatan. Ketika itu Timor hanya bisa mengimpor mobil secara utuh dari Kia. Hal ini lantaran fasilitas perakitan di Indonesia belum memadai. Mobil pertama yang dibuat saat itu adalah Timor S515 dan diluncurkan pada 8 Juli 1996 di Jakarta. Mobil ini merupakan versi rebadge dari Kia Sephia.

Namun kehadiran Timor sempat menimbulkan protes dari kalangan industriawan Jepang. Pemerintah Indonesia dinilai tidak adil dengan produsen mobil asing di Indonesia. Pasalnya, Soeharto menuntut produsen mobil asing untuk menggunakan 60 persen kandungan lokal jika ingin dibebaskan dari pajak impor.

Sementara di sisi lain Timor mengimpor mobil secara utuh dari Korea Selatan dan mendapatkan hak istimewa tersebut. Protes hak istimewa ini lalu dibawa ke World Trade Organization (WTO) oleh Jepang, Amerika Serikat, dan sejumlah negara di Eropa. Alhasil, WTO pun meminta Indonesia untuk mencabut keputusan penghapusan bea masuk dan pajak barang mewah mobil Timor.

Pada 1997, produksi mobil Timor dihentikan akibat krisis moneter di Asia Tenggara. Penghentian ini juga merupakan dampak dari lengsernya Soeharto dari kursi kepemimpinannya. Di sisi lain, Kia Motors juga mengalami kebangkrutan dan dibeli oleh Hyundai pada 1998.

Pada 2000, Kia Motors sempat ingin menghidupkan kembali Timor dengan merestrukturisasi TPN. Kia ingin menanamkan modalnya ke TPN tapi dengan syarat perusahaan harus bersih dari pengaruh Tommy Soeharto. Sayangnya rencana investasi tersebut tidak terealisasi.

Selanjutnya: Mobil Nasional Era Jokowi: Esemka

Mobnas era Jokowi

Cikal bakal mobnas era Jokowi bermula pada 2007. Pelopornya adalah seorang pemilik bengkel Kiat Motor bernama Sukiyat. Selain mengelola bengkel, Sukiyat sering diminta untuk mendampingi siswa Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK di daerah Solo dan Jawa Tengah. Mereka merakit sebuah SUV yang disokong oleh Direktorat Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Memasuki 2009, prototipe pertama yakni Rajawali (R1) berhasil diperlihatkan ke hadapan masyarakat. Dengan alasan untuk masuk ke jalur industri dan pengembangan produk, dibentuklah badan usaha PT Solo Manufaktur Kreasi, yang kemudian disebut Esemka. Bantuan modal dan investasi mulai berdatangan. Esemka pun kembali bersemangat berinovasi membuat prototipe kedua yang dikenal dengan Esemka Bima 1.1 dan Esemka Rajawali R2.

Pada 2012, Walikota Solo saat itu, Joko Widodo melirik Esemka untuk menjadi kendaraan dinasnya sejak 2012. Sayangnya, mobil Rajawali gagal melalui tes kelayakan dan batas emisi oleh Balai Termodinamika Motor dan Propulsi (BMPT) Serpong. Pamor mobil buatan Esemka meredup pasca Jokowi terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kendati demikian, peluncuran prototipe ketiga dengan nama Esemka Rajawali R2 MT tetap berjalan.

Mobil buatan dalam negeri itu kembali meroket ketika kampanye pemilihan presiden 2014. Jokowi ketika itu berjanji merealisasikan mobnas. Semenjak 2015, Esemka resmi bergabung dengan Adiperkasa Citra Lestari. Kedua perusahaan ini berganti nama jadi ACEH (Adiperkasa Citra Esemka Hero). Pendirian pabrik di Boyolali mulai digarap. Selang dua tahun atau 2017, Esemka diagendakan untuk memproduksi mobil secara massal.

Namun hingga habis masa jabatannya di periode pertama, Esemka yang dijanjikan Jokowi tak kunjung terealisasikan. Nama Esemka kembali mencuat setelah wakil presiden Ma’ruf Amin, pendamping Jokowi di periode keduanya, berbicara mengenai rencana peluncuran mobil nasional dan awal produksi massal mobil Esemka pada Oktober 2018. Produksi massal itu disebut dilakukan pada September 2019. Pada 2020 hingga 2022, aktivitas pabrik sempat vakum karena terdampak pandemi Covid-19.

Setelah sempat meredup, mobil Esemka kembali ramai dibicarakan usai mengikuti pameran otomotif Indonesia International Motor Show (IIMS) di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, 16-26 Februari 2023. Di pameran ini, produsen lokal yang memiliki fasilitas produksi di Boyolali, Jawa Tengah, itu memamerkan enam unit mobil. Dua adalah mobil listrik Esemka Bima EV, sisanya merupakan pikap Bima 1.3 yang sudah dipasarkan sejak 2019.

Kendati sudah dipasarkan, namun mobnas Esemka ternyata sepi peminat. Dikutip dari Koran Tempo terbitan Kamis, 19 Oktober 2023, penjualan mobil di dalam negeri menunjukkan tanda pelemahan. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo mencatat pada September 2023 terjadi penurunan angka penjualan retail sebesar 15,1 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu, yaitu dari 95.426 unit menjadi 80.972 unit.

“Penjualan wholesale juga anjlok 20,1 persen, yaitu hanya 79.883 unit dibanding pada September 2022 yang mencapai 99.986 unit,” tulis laporan Koran Tempo.

Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara mengungkapkan pelemahan angka penjualan mobnas itu didorong oleh pelemahan permintaan masyarakat di tengah dinamika perekonomian global. Salah satu faktor penyebab penurunan permintaan, kata dia, adanya tren suku bunga yang terus menanjak. Sebab, kebanyakan masyarakat membeli kendaraan bermotor dengan menggunakan skema kredit atau pembiayaan.

“Di sisi lain ada indikasi peningkatan rasio kredit macet atau NPL di beberapa daerah sehingga dari pihak leasing (multifinance) mengetatkan penyaluran pembiayaan. Jadi, jumlah pembeli juga menurun,” ujar Kukuh kepada Tempo, Rabu, 18 Oktober 2023.

HENDRIK KHOIRUL MUHID  I  DICKY KURNIAWAN | GRACE GANDHI | NIA HEPPY | MELYNDA DWI PUSPITA  | WAWAN PRIYANTO | KORAN TEMPO | ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus