Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERKUNJUNG ke kantor pusat Partai Aceh, Sabtu pekan lalu, Jusuf Kalla seperti pulang ke rumah sendiri. ”Zakir,” katanya memanggil ketua umum partai itu, Muzakkir Manaf. Keduanya kemudian berpelukan mesra. Kalla juga menyapa hangat Zakaria Saman, bekas menteri pertahanan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Kalla, yang tiba di Banda Aceh pada Jumat malam, memang perlu menyambangi kantor di Jalan Mahmudsyah itu. Partai lokal ini meraup suara terbanyak, hampir 47 persen atau sekitar sejuta suara. Partai inilah tempat berhimpun banyak bekas tokoh GAM.
Lagi pula, Kalla bersahabat dengan Muzakkir. Sejak awal Januari 2005, setelah Aceh dilibas tsunami, Kalla intens bertemu Muzakkir dan para petinggi GAM, hingga kesepakatan damai dengan Indonesia ditandatangani pada Agustus tahun itu. Februari tahun lalu, Kalla mengundang Muzakkir ke Makassar.
Ketika pendiri GAM, Hasan Tiro, berkunjung ke Indonesia pada Oktober lalu, Kalla juga bertemu Muzakkir. Maka, ketika Kalla berkunjung ke kantor partainya, Muzakkir tak ragu memberikan dukungan. ”Insya Allah, kalau Bapak Jusuf Kalla terpilih sebagai presiden, akan sangat bagus bagi perdamaian,” katanya.
Hari itu Kalla memanfaatkan masa kampanye pemilihan presiden untuk membeberkan proses perdamaian Aceh. Di depan tokoh Aceh yang berkumpul di pendopo gubernuran, ia mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak menandatangani perundingan damai antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.
Yudhoyono, kata Kalla, juga tak setuju keberadaan partai lokal di Aceh. Kalla juga menceritakan peran Yudhoyono dalam pemberlakuan Darurat Sipil di Aceh, pada Mei 2004. ”Ada teman saya yang meneken darurat sipil waktu itu,” kata Kalla.
Kalla mengungkapkan, adalah Wiranto, calon wakil presiden pasangannya, yang mencabut status Daerah Operasi Militer dan meminta maaf pada rakyat Aceh. Ia juga menganggap Yudhoyono berambisi mendapat hadiah Nobel Perdamaian. Padahal, Kalla yang paling punya inisiatif.
Dalam kampanye itu, Kalla menjamin keberlanjutan perdamaian di Aceh jika ia menang dalam pemilihan. ”Saya jamin seratus persen dengan apa pun risikonya,” kata Kalla. Ia juga meminta Partai Aceh mendukungnya pada hari pemungutan suara, 8 Juli. ”Partai Aceh satu-satunya partai di Indonesia yang berdiri karena tanda tangan saya,” ujarnya.
Bulatkah dukungan Partai Aceh ke Kalla? Tunggu dulu. Muzakkir dan juru bicara Partai Aceh, Adnan Beuransyah, memang condong ke saudagar Bugis itu. Tapi Irwandi Yusuf dan Sofyan Dawood masuk tim pemenangan SBY-Boediono untuk Sumatera bagian utara.
Irwandi, Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, adalah kader Partai Aceh dan juru kampanye pada pemilu legislatif lalu. Ia ketua dewan pakar tim kampanye daerah. Sejumlah sumber di Aceh mengatakan, Partai Aceh sengaja bermain di dua kaki.
Partai Aceh ingin mendapat cantolan kekuasaan di pemerintahan pusat, siapa pun yang menang nanti. Partai menempatkan orang di tim pemenangan SBY-Boediono karena pasangan ini punya kans menang, setidaknya berdasarkan sejumlah lembaga survei.
Partai Aceh juga tak ingin melupakan jasa Jusuf Kalla dalam perundingan damai Aceh. ”Irwandi cs bikin deal dengan SBY, Muzakkir Manaf dan kawan-kawannya juga main mata dengan Kalla. Apa deal-nya, ya masih seputar uang dan kekuasaan,” kata sumber itu.
Adnan Beuransyah menampik adanya deal itu. Baik SBY maupun Kalla, katanya, sangat berjasa untuk perdamaian Aceh. Kalau Partai mendukung salah satu, rasanya tidak etis. Andai Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla tetap berduet, Adnan memastikan Partai akan mendukung seratus persen pemenangannya.
Itulah sebabnya, kata Adnan, Partai Aceh netral. Ia memastikan, kunjungan Kalla ke kantor partai tak berarti mendukungnya. Sambutan hangat para petinggi Partai pada Kalla lebih sebagai penghormatan pada tamu. ”Kalau SBY dan Megawati datang, akan kita perlakukan sama.”
Tapi, baik SBY maupun Megawati tak punya jadwal berkampanye di Aceh. Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Marzuki Ali, menyatakan kegiatan SBY sebagai presiden sangat padat. Kesempatan cuti sangat terbatas, sehingga tak mungkin berkampanye di Aceh. ”Ada tim kampanye pusat yang ke Aceh,” kata Marzuki.
Sekretaris tim pemenangan Megawati-Prabowo, Fadli Zon, malah mengatakan Aceh tidak masuk prioritas kampanye, karena bukan daerah basis dukungannya. ”Kampanye di Aceh kami serahkan ke orang lokal,” kata Fadli.
Sikap terbelah juga menimpa Partai Suara Independen Rakyat Aceh, milik Wakil Gubernur Muhammad Nazar, ketua Majelis Partai. Dalam tim kampanye daerah SBY-Boediono, Nazar wakil ketua dewan pakar.
Ia secara terbuka menyatakan, dukungan kadernya terpecah pada SBY dan Kalla. Seperti Partai Aceh, Nazar memastikan partainya akan mendukung total jika SBY berduet dengan Kalla. ”Sulit ketika harus memilih satu di antara dua,” kata Nazar.
Meski Nazar kesohor di Aceh, partainya hanya memperoleh 1,78 persen suara. Nasib tragis juga menimpa Partai Daulat Aceh, Partai Rakyat Aceh, Partai Bersatu Atjeh, dan Partai Aceh Aman Seujahtra, yang perolehan suaranya dari setengah persen hingga kurang dari 2 persen.
Lima partai lokal Aceh harus tereliminasi dalam pemilu lima tahun mendatang, karena tak memenuhi ketentuan ambang batas minimal. Undang-undang menyatakan, partai lokal Aceh bisa mengikuti pemilu jika memiliki suara minimal 5 persen di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.
Perolehan suara pemilu legislatif lalu menunjukkan, setelah Partai Aceh, Demokrat berada di urutan kedua dengan hampir 11 persen suara. Golkar dapat 6,63 persen, disusul Partai Amanat Nasional (hampir 3,87 persen), Partai Keadilan Sejahtera (3,80 persen), dan Partai Persatuan Pembangunan (3,45 persen).
Konstelasi politik inilah yang membuat koordinator tim SBY-Boediono, Sofyan Dawood, optimistis menang. Suara partai yang masuk koalisi Partai Demokrat di Aceh cukup besar. Dukungan tokoh-tokoh Partai Aceh ia yakini mendongkrak suara SBY-Boediono. ”Orang Aceh wajib memenangkan SBY,” kata bekas juru bicara Gerakan Aceh Merdeka itu.
Sunudyantoro, Ismi Wahid (Jakarta), Adi Warsidi (Banda Aceh)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo