Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

100 Hari Prabowo, Pengamat: Melanggengkan Militerisme dan Impunitas

Prabowo disebut telah menghidupkan kembali militerisme dan melanggengkan impunitas negara dalam hal penegakan hak asasi manusia (HAM).

28 Januari 2025 | 06.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktivis mengikuti Aksi Kamisan Ke-848 yang mengangkat tema Kritisi 100 Hari Pemerintahan Prabowo di depan Istana Merdeka, Jakarta, 23 Januari 2025. Tempo/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah kalangan menyorot kinerja 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Mereka khawatir melihat pemerintahan Prabowo yang berusaha menghidupkan kembali militerisme dan melanggengkan impunitas negara dalam hal penegakan hak asasi manusia (HAM).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jejak Pelibatan Tentara Selama Prabowo Bekerja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti bagaimana Prabowo melibatkan begitu banyak personel militer dalam menjalankan proyek-proyek ambisius pemerintahannya. Pada rentang 100 hari kepemimpinannya, Prabowo memberikan ruang kepada militer untuk merangsak masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).

YLBHI mencatat pengerahan tentara lewat pembentukan kesatuan batalyon infanteri (Yonif) atau Yonif Penyangga Daerah Rawan di lima daerah Papua untuk mendukung proyek mercusuar Food Estate Merauke. Mobilisasi militer juga dikerahkan dalam proyek PSN Rempang Eco City lewat pertemuan BP Batam dengan Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Pratama. 

“Pola-pola ini akan diperluas ke proyek-proyek strategis nasional lainnya,” tulis YLBHI dalam kajian resmi mereka bertajuk "Melangkah Mundur untuk Menghancurkan Demokrasi: Catatan 100 Hari Kekuasaan Rezim Prabowo" yang dirilis pada Jumat, 20 Januari lalu.

Jejak pengerahan militer juga tercatat dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pemerintah nampak memobilisasi tentara dan menjadikan mereka sebagai aktor untuk mendistribusikan makanan ke sekolah-sekolah. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Hariyanto menilai, pelibatan TNI tersebut sudah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.

“Melalui operasi militer selain perang atau OMSP yaitu membantu pemerintah di daerah, mencakup kontribusi pada penanggulangan krisis nasional, termasuk krisis kesehatan atau gizi,” kata Hariyanto ketika dihubungi Tempo, Ahad, 26 Januari 2025.

Alibi pemberlakuan operasi militer selain perang untuk membenarkan pelibatan tentara kemudian dikritisi oleh Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf. Ia mengatakan pendekatan kedaruratan atau sekuritisasi terhadap suatu isu hanya dibuat-buat.

“Diciptakanlah kondisi padahal, di balik sekuritisasi itu selalu ada kepentingan-kepentingan politik, ekonomi, bisnis,” kata Al Araf kepada Tempo ketika ditemui di kantor Tempo, Palmerah, Kamis, 16 Januari 2025.

Lebih dari itu, posisi-posisi strategis dalam kabinet Prabowo juga diisi oleh militer. Mereka di antaranya Agus Harimurti Yudhoyono (Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan), M Iftitah Suryanagara (Menteri Transmigrasi), Leodwik F. Paulus (Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan), Ossy Dermawan (Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional), dan Diaz Hendropriyono (Wakil Menteri Lingkungan Hidup.Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup).

“Prabowo merasa bahwa selain Gerindra sebagai kekuatan politik dia, militer menjadi kekuatan politik dia,” ujar Al Araf menambahkan.

Dosa Masa Lalu dan Impunitas yang Terbaru

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesi Usman Hamid menilai kemunduran HAM di Indonesia telah terjadi bahkan tak lama sejak Prabowo dilantik. Pada hari pertama pemerintahan bertugas, Menteri Koordinator Hukum HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra sudah berkomentar bahwa tidak pernah terjadi pelanggaran berat HAM di Indonesia.

“Ini awal yang buruk bagi kondisi HAM di 100 hari maupun lima tahun ke depan pemerintahan,” ujar Usman dalam keterangan yang diterima Tempo pada Jumat, 24 Januari 2025.

Selain itu, kata Usman, DPR dan pemerintahan baru tak kunjung membuat langkah konkret untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu. Bahkan Kementerian HAM yang baru dibentuk dinilai nihil pergerakannya untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu.

Selain itu, Prabowo sebelum dilantik menjadi presiden, melalui Mugiyanto Sipin, Sufmi Dasco Ahmad, dan Habiburokhman, disebut-sebut memberikan uang sebesar 1 miliyar kepada sejumlah keluarga korban penculikan aktivis 1998. Lebih dari itu, dalam pemberitaan Tempo sebelumnya, terdapat upaya dari lingkaran pemerintahan Prabowo untuk meminta Komnas HAM tidak membawa kasus Bumi Flora dan Munir ke dalam rapat pleno seratus hari pemerintahan

Ada tiga peristiwa kekerasan pada 1997-1998 yang diyatakan masuk kategori pelanggaran HAM berat masa lalu. Ketiganya adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998, peristiwa kerusuhan Mei 1998, serta peristiwa Trisakti dan Semanggi 1-2 pada 1998-1999. 

Ketiga peristiwa tersebut terjadi menjelang lengsernya Presiden Soeharto yang juga mertua Prabowo dan menjadi penanda dimulainya era Reformasi. Prabowo sendiri disebut-sebut terlibat dalam peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998 tersebut.

“Upaya menjauhkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dari meja pengadilan ini artinya menjauhkan Prabowo dari jeratan hukum,” tulis YLBHI dalam rilis resmi mereka.

Annisa Febiola, Daniel A Fajri, dan Rusman Paraqbueq ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus