Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Putri mantan presiden Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, bersama Densus 88 Antiteror Polri menggelar peringatan 20 tahun tragedi Bom Bali I di Nusa Dua, Bali, Rabu, 12 Oktober 2022. Acara bertemakan Harmony in Diversity itu digelar untuk memperingati peristiwa kelam yang menelan korban jiwa hingga 202 orang pada tahun 2002.
Dalam sambutannya, Yenny Wahid mengutip pernyataan mendiang ayahnya Abdurrahman Wahid alias Gus Dur untuk mengenang tragedi tersebut. "Semasa hidup, Gus Dur pernah berkata, Tuhan tidak butuh pembelaan, karena Dia Mahaperkasa. Justru yang perlu mendapat pembelaan adalah makhluk Tuhan lain dari kekejaman makhluk-makhluk Tuhan yang lain," ujar Yenny dalam keterangannya.
Yenny berujar peristiwa Bom Bali I merupakan bukti kekejaman manusia terhadap sesamanya yang mengatasnamakan Tuhan. Akibatnya, 202 orang tak bersalah tewas dengan 88 di antaranya merupakan warga Australia. Menurut Yenny, tragedi itu tidak hanya menimbulkan korban fisik, tetapi juga penderitaan mental yang begitu dalam, baik kepada korban langsung, maupun bangsa dan dunia.
Bagi banyak orang, hidup tak lagi sama setelah bom Bali. Ekonomi menjadi sulit, tatanan sosial terancam. "Filosofi Bhineka Tunggal Ika kita dipertanyakan. Keyakinan kami pada sifat damai agama, dikhianati," kata Yenny.
Setelah 20 tahun berlalu, Yenny menyebut Indonesia kini bisa bangkit kembali dari peristiwa itu. Kini orang Indonesia berdiri berdampingan dengan bangsa lain di Bali terus menyuarakan perang terhadap terorisme. "Kami menolak jika filosofi persatuan dalam keragaman kami dicabik-cabik. Kami menolak agama damai kami dibajak, kami menolak cara hidup hidup berdampingan secara damai dicabut," kata Yenny.
Sementara itu, Kepala Densus 88 Antiteror Polri Inspektur Jenderal Marthinus Hukom menjelaskan untuk menciptakan keadaan damai diperlukan kerja sama lintas sektor, baik pemerintah, aparat keamanan, tokoh masyarakat maupun tokoh agama, dan dukungan kerja sama masyarakat umum. "Karena tanpa itu semua cita-cita bersama mewujudkan perdamaian itu sulit tercapai," kata Marthinus.
Menurut dia sering kali aksi terorisme berdasar pada rasa ingin mencari pengakuan tentang martabat, tetapi melupakan hal lain yang beririsan dengan martabat itu, bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama untuk dihargai oleh orang lain.
M JULNIS FIRMANSYAH
Baca Juga: Bom Bali 12 Oktober 2002 Tewaskan 202 Orang, Amrozi Mengaku sebagai Pelaku
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini