Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

27 Tahun Reformasi: Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Penjarahan, dan Kerusuhan Mei 1998

Kerusuhan Mei 1998 jadi sejarah kelam bagi bangsa Indonesia, pelanggaran HAM secara besar-besaran terjadi kala itu. Ini peristiwa menjelang reformasi.

12 Mei 2025 | 18.35 WIB

Sekitar 40 buah bangkai mobil milik salah satu showroom mobil di Jl. Ciledug Raya, Tangerang, Jawa Barat, tergeletak di jalan, setelah dibakar massa, Jumat 15 Mei 1998. Aksi huru-hara yang pecah pada Kamis malam menyisakan puluhan bangkai mobil di jalan. ANTARA/Hadiyanto
Perbesar
Sekitar 40 buah bangkai mobil milik salah satu showroom mobil di Jl. Ciledug Raya, Tangerang, Jawa Barat, tergeletak di jalan, setelah dibakar massa, Jumat 15 Mei 1998. Aksi huru-hara yang pecah pada Kamis malam menyisakan puluhan bangkai mobil di jalan. ANTARA/Hadiyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Mei 1998 tercatat sebagai salah satu bulan paling kelam dalam sejarah bangsa Indonesia. Mulai dari gelombang protes hingga kekerasan yang terjadi kala itu mengguncang seluruh negeri ini dan menjadi penanda runtuhnya rezim Orde Baru. Empat peristiwa besar menjelang reformasi 1998 yaitu Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, penjarahan dan sentimen terhadap etnis Tionghoa, dan kerusuhan 12–15 Mei 1998. Berikut rangkuman mengenang 27 tahun reformasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

1. Peristiwa Gejayan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Mengacu pada laman UNY.ac.id, krisis moneter yang melanda Indonesia sejak 1997 tidak kunjung membaik pada awal 1998. Hal ini memicu gerakan mahasiswa yang semakin terorganisir dan mendapat dukungan dari tokoh intelektual kritis. Di Yogyakarta, semangat itu mewujud dalam Peristiwa Gejayan pada 8 Mei 1998.

Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas, termasuk UGM, IST Akprind, STTNAS, UKDW, USD, dan IKIP Negeri, menggelar unjuk rasa menuntut reformasi dan menolak Soeharto kembali berkuasa. Demonstrasi yang awalnya berlangsung tertib, berubah menjadi bentrok berdarah ketika aparat membubarkan massa dengan kekerasan.

Panser air, gas air mata, dan pukulan brutal aparat mewarnai pertigaan Jalan Gejayan dan Jalan Colombo. Bahkan pedagang kaki lima dan warga sekitar pun menjadi korban. Aparat dilaporkan mengejar mahasiswa hingga ke dalam kampus, merusak fasilitas, dan menimbulkan ketakutan. Akibat bentrokan ini, ratusan orang terluka, dan seorang mahasiswa, Moses Gatutkaca, meninggal dunia.

2. Tragedi Trisakti


Empat hari setelah Gejayan, tragedi lebih besar terjadi di Jakarta. Pada 12 Mei 1998, mahasiswa Universitas Trisakti menggelar aksi damai menuntut Presiden Soeharto mundur. Aksi ini merupakan bagian dari gelombang demonstrasi yang melanda berbagai daerah.

Namun, saat mahasiswa mundur ke dalam kampus setelah dicegat aparat, tembakan dilepaskan ke arah mereka. Empat mahasiswa Trisakti gugur, yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie, akibat tembakan di bagian vital tubuh mereka. Puluhan lainnya luka-luka.

Tragedi Trisakti menjadi titik balik perjuangan reformasi, menyulut kemarahan rakyat secara luas, dan mempertebal tekad untuk menjatuhkan rezim yang telah berkuasa lebih dari tiga dekade.
 

3. Penjarahan dan Sentimen terhadap Etnis Tionghoa

Kerusuhan Mei 1998 tidak hanya berisi tuntutan politik, tetapi juga menyimpan luka mendalam akibat kekerasan berbasis etnis. Etnis Tionghoa menjadi sasaran amuk massa yang terprovokasi oleh sentimen rasial dan politik.

Sejak 13 Mei, terjadi penjarahan, pembakaran toko dan rumah milik warga keturunan Tionghoa di berbagai kota besar seperti Jakarta, Medan, dan Solo. Bahkan, laporan berbagai lembaga menyebutkan adanya kekerasan seksual terhadap perempuan Tionghoa, yang hingga kini masih menjadi luka kolektif tanpa penyelesaian hukum yang memadai. Peristiwa ini menunjukkan bahwa krisis politik dan ekonomi juga membuka celah bagi kekerasan identitas yang terpendam di masyarakat.

4. Kerusuhan Mei 1998


Kerusuhan nasional mulai meluas pada 13 Mei 1998, sehari setelah Tragedi Trisakti. Aksi protes berubah menjadi amuk massa di berbagai wilayah. Di Jakarta, puluhan pusat perbelanjaan dibakar, ratusan kendaraan hancur, dan ribuan toko dijarah.

Data menunjukkan bahwa lebih dari 1.000 orang tewas, sebagian besar karena terjebak dalam gedung yang terbakar. Infrastruktur hancur, dan ketakutan menyelimuti masyarakat. Ibu kota lumpuh, dan pemerintah kehilangan kontrol. Gelombang demonstrasi dan kekacauan akhirnya memaksa Soeharto mundur pada 21 Mei 1998. Kerusuhan ini bukan sekadar ledakan kemarahan rakyat atas krisis ekonomi dan politik, tetapi juga menjadi momen sejarah yang menandai berakhirnya era Orde Baru dan lahirnya era Reformasi.

Rachel Farahdiba Regar, Putri Safira Pitaloka, Raden Putri Alpadillah Ginanjar, dan Hendrik Khoirul Muhid turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus