Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kanigoro, 13 Januari 1965 menjadi peristiwa mengerikan bagi barisan peserta yang sedang dalam pelatihan mental Pelajar Islam Indonesia. Menjelang salat subuh dan keadaan peserta masih membaca Al-Quran, dikutip dari Antara, 10.000 anggota PKI pimpinan Suryadi dengan membawa berbagai senjata merangsek ke dalam masjid untuk menangkap sekitar 100 pemuda di sana. Mereka merampas Al-Quran dan memasukkan ke dalam karung kemudian menginjak-injaknya di halaman masjid.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para anggota PKI pun menyerang kediaman pengasuh pesantren Al-Jauhari, Kiai Jauhar dan adik ipar pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kiai Makhrus dan membawa sekitar 98 santri untuk digiring menuju Polres Kras. Tak luput pula Kiai Jauhari digiring bersama peserta lain. Masa kemudian menggiring para “tawanan” sejauh 7 km dan untuk kemudian diserahkan pada polisi Kecamatan Kras saat itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut hasil dari wawancara Tempo dalam Majalah Tempo edisi 1 Oktober 2012, kepada salah satu korban yang menjadi peserta saat itu, Masdoeqi Moeslim. Masdoeki mengatakan bahwa saat itu, massa PKI mencaci maki dan mengancam akan membunuh ketika mereka berjalan sepanjang perjalanan menuju markas kepolisian Kras.
Masdoeqi pun mengungkapkan peristiwa ini terjadi dipicu balas dendam PKI atas peristiwa yang sebelumnya terjadi di Jombang dan Madiun. Lalu, seperti apa peristiwa yang sebenarnya terjadi?
Latar Belakang Peristiwa Kanigoro
Pondok Pesantren Al-Jauhar yang dipimpin oleh Kiai Jauhar dipilih menjadi tempat pelatihan untuk barisan peserta Pelajar Islam Indonesia (PII) pada awal 1965. Sebelumnya, kegiatan tersebut sempat ditolak karena Kediri saat itu menjadi basis anggota PKI, terutama wilayah Kanigoro. Apalagi saat itu PII dikabarkan memiliki keterikatan dengan Masyumi yang menjadi musuh PKI sejak lama, namun sudah dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960.
PKI mendengar kabar bahwa akan diadakan pelatihan untuk anak organisasi dari Masyumi menjadi berang. Mereka mencari tahu apakah benar kabar tersebut. Kemudian mendapat informasi bahwa M. Saleman yang merupakan aktivis Masyumi berencana mengisi ceramah, namun rupanya dilarang oleh Komandan Kodim Kediri.
Melihat celah tersebut para anggota PKI seakan memiliki kesempatan menyerang juga untuk membalas dendam akibat peristiwa terbunuhnya anggota PKI di Madiun dan Jombang. Kelompok penyerang itu terdiri dari Barisan Tani Indonesia (BTI) dan Pemuda Rakyat.
Setelah peristiwa penggerudukan pesantren Kanigoro, ketegangan antara kubu PKI dan kelompok Islam semakin kuat. Walaupun tak sampai menimbulkan korban jiwa, namun banyak yang merasa trauma akibat peristiwa itu. Luka akibat dianiaya secara fisik dan mental tak pernah dilupakan. Bahkan kelompok lain yang bukan barisan PII juga merasakan bagaimana marahnya mereka terhadap para simpatisan PKI ini, meski bukan mereka yang mengalami peristiwa penyerangan itu. Menurut keterangan dari Kiai Idris Marzuki dalam wawancara dengan Tempo ketika bertemu di jalan mereka juga terlibat saling ejek dan menggertak satu sama lain.
Puncaknya pasca pemberontakan PKI terhadap 7 Jenderal TNI para aktivis islam dan santri ikut memburu dan membunuh simpatisan PKI. Kediri yang dinilai sebagai basis PKI ditengarai menjadi wilayah dengan korban yang tak sedikit, terutama di Desa Kanigoro.
SAVINA RIZKY HAMIDA I RYZAL CATUR ANANDA