Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi mengungkapkan temuan di lapangan bahwa banyak dari tim pasangan calon nomor urut dua atau Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menyalurkan bantuan sosial atau bansos.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kebanyakannya yang menggunakan kata bansos langsung itu memang paslon nomor 2," kata Sekretaris Jenderal KPI Mike Verawati Tangka, saat dihubungi pada Sabtu, 7 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menyatakan, tak hanya pasangan nomor urut dua. Pemberian bantuan mirip paket bansos juga diberikan tim pasangan nomor urut 1 dan 3, juga calon anggota legislatif. Namun mereka tak memakai kata "bansos" saat menyerahkan itu ke masyarakat. "Murni disebutkan bahwa ini bansos itu paslon nomor 2," ujar dia.
Dia mencontohkan, temuan di Pasuruan, Jawa Timur, ada pemberian sembako kepada masyarakat yang tidak menyebutkan itu sebagai bansos. Mereka hanya mengatakan itu sembako. Kata "bansos" biasanya digunakan untuk mengerek suara dari pemilih di bawah.
Padahal, kata dia, bansos itu program pemerintah. Pembagiannya melalui Kementerian Sosial atau di daerah dibagikan langsung oleh tim dari Dinas Sosial. "Karena bansos itu sebenarnya program negara," tutur dia.
Koalisi Perempuan menemukan kasus lain, misalnya pemberian sembako dengan harga murah dalam bentuk Pasar Rakyat atau tebus murah. Hal ini dilakukan tim pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Satu paket sembako itu terdiri beras lima kilogram, minyak goreng, gula dan lainnya. Jika dibeli di pasar paket itu berkisar Rp 100 ribu.
"Tapi boleh dibeli Rp 30.000 itu mereka bikin bersama para caleg di tempat-tempat tertentu," kata dia. "Tapi yang betul-betul datang atas nama bansos hanya paslon 2. Bahkan di beberapa daerah, Tangerang, lalu Jawa Tengah, Banyak sekali kasusnya."
Dia mengatakan, pemberian bansos yang mencurigakan dengan jelas terjadi di lapangan. Padahal, jadwal pembagian bansos sudah pakem. Bahkan masyarakat mengetahui tanggal atau bulan bansos itu disalurkan. Selain itu, ada mekanisme seperti pengecekan data kembali. "Apakah ada perubahan data. Apakah ada orang yang masuk kategori miskin baru," kata dia.
Menurut dia, data itu harus diperbarui dari kelurahan atau RT RW setempat yang melakukan pendataan warga. Dia menjelaskan, hal yang membingungkan membingungkan adalah ketika "bansos" diluncurkan di musim pemilu.
"Yang saya permasalahkan kenapa bantuan serangan fajar yang dilakukan peserta pemilu itu dinamakan bansos," ujar dia. "Ini berbahaya, kenapa? Karena masyarakat akan punya pengertian yang salah soal bansos."