Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Gubernur Sulawesi Tengah awalnya mengirim tiga nama calon penjabat Bupati Banggai Kepulauan ke Kementerian Dalam Negeri.
Sepekan berselang, Gubernur Sulawesi Tengah mengubah usulnya dengan hanya mengajukan satu calon penjabat Bupati Banggai Kepulauan.
Masyarakat sipil mendesak transparansi Kemendagri dalam proses penunjukan penjabat kepala daerah.
JAKARTA – Langkah Dahri Saleh mengundurkan diri dari jabatan penjabat kepala daerah Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, disebut-sebut atas keinginan Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura. Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Provinsi Sulawesi Tengah itu mundur dari jabatan penjabat kepala daerah hanya berselang 15 menit setelah pelantikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang legislator dari partai pendukung Rusdy dalam pemilihan Gubernur Sulawesi Tengah lalu menceritakan penyebab mundurnya Dahri Saleh. Ia mengatakan, setelah Dahri dilantik oleh Wakil Gubernur Ma’mun Amir, Rusdy memanggil Dahri. Lalu Rusdy meminta Dahri mundur dengan pertimbangan baru dua bulan menjabat Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Di situ awal mula sehingga Dahri mengundurkan diri,” kata politikus tersebut, kemarin, 8 Juni 2022.
Ia melanjutkan, Dahri memang bukan pilihan Rusdy sebagai calon penjabat Bupati Banggai Kepulauan. Rusdy justru menghendaki Ikhsan Basir Nudin—Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sulawesi Tengah—sebagai penjabat Bupati Banggai Kepulauan. Rusdy dan Ikhsan sudah lama bersahabat.
“Hubungan keduanya dekat semenjak satu sekolah di Luwuk,” kata sumber Tempo tersebut.
Rusdy belum berhasil dimintai konfirmasi hingga berita ini ditulis. Ia belum merespons pertanyaan Tempo yang dikirim lewat pesan WhatsApp. Kepala Bagian Humas, Publikasi, dan Dokumentasi Sulawesi Tengah, Adiman, juga belum merespons upaya konfirmasi Tempo.
Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura secara virtual melantik Dahri Saleh sebagai Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah pada Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah serta 11 pejabat tinggi pratama lainnya dari Rumah Jabatan Gubernur, di Palu, 4 Maret 2022. Dok. Humas DKIPS Provinsi Sulawesi Tengah
Lewat rilis yang dibagikan ke sejumlah media, tenaga ahli Gubernur Sulawesi Tengah bidang komunikasi publik, Andono Wibisono, membantah anggapan bahwa pengunduran diri Dahri atas perintah Gubernur Rusdy. Ia mengatakan pernyataan Dahri bahwa dirinya mundur atas arahan gubernur adalah tidak benar.
“Keputusan mengundurkan diri atas dasar pertimbangan sendiri dan tanpa paksaan siapa pun sebagaimana surat yang ditandatangani yang bersangkutan,” kata Andono.
Dia juga menjelaskan kronologi penunjukan Dahri sebagai penjabat bupati. Awalnya, Gubernur Sulawesi Tengah mengusulkan tiga nama calon penjabat Bupati Banggai Kepulauan ke Kementerian Dalam Negeri pada 18 April 2022. Ketiga nama itu adalah Ikhsan Basir, Dahri Saleh, dan Rusly Moidady.
Sepekan kemudian, tepatnya pada 25 April, Gubernur Sulawesi Tengah kembali bersurat ke Kementerian Dalam Negeri. Isi surat terbaru itu menegaskan bahwa pemerintah Sulawesi Tengah hanya mengusulkan satu nama calon penjabat Bupati Banggai Kepulauan, yaitu Ikhsan Basir.
Selanjutnya, satu bulan berselang, Kementerian Dalam Negeri justru menunjuk Dahri sebagai penjabat kepala daerah. Wakil Gubernur Ma’mun Amir lantas melantik Dahri pada 30 Mei lalu. Tak lama setelah pelantikan, Dahri mengundurkan diri. Adapun Gubernur Rusdy lantas menunjuk Rusly Moidadi sebagai pelaksana harian Bupati Banggai Kepulauan untuk mengisi kekosongan kepala daerah pada 31 Mei lalu.
Kisruh penunjukan penjabat Bupati Banggai Kepulauan ini menjadi contoh adanya berbagai masalah dalam proses penunjukan penjabat kepala daerah. Pekan lalu, Gubernur Maluku Utara dan Gubernur Sulawesi Tenggara juga sempat menolak melantik penjabat bupati di daerahnya karena yang ditunjuk bukan usul dari provinsi.
Polemik penunjukan penjabat kepala daerah ini menjadi perhatian koalisi masyarakat sipil. Mereka menuntut Kementerian Dalam Negeri lebih transparan dalam proses penunjukan penjabat kepala daerah. Koalisi melaporkan Kementerian Dalam Negeri ke Ombudsman Republik Indonesia dengan tuduhan melakukan maladministrasi.
Kemarin, koalisi masyarakat sipil menyerahkan surat keberatan ke Kementerian Dalam Negeri karena tidak menanggapi permintaan informasi dokumen proses pengangkatan penjabat kepala daerah. “Kami meminta informasi yang lengkap agar dapat diketahui publik,” kata Egi Primayogha, peneliti Indonesia Corruption Watch, yang ikut bergabung dalam koalisi masyarakat sipil tersebut.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sebelumnya mengatakan Kementerian mempertimbangkan akan segera menyusun peraturan mengenai mekanisme penunjukan penjabat kepala daerah. Sebelum membuat aturan itu, ia akan meminta masukan dari berbagai pihak.
“Saya ingin ada semacam aturan Kemendagri mengenai sebuah penunjukan kepala daerah yang mekanismenya ada semangat demokrasi dan transparansi,” kata Tito.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Benny Irawan, mengatakan pernyataan Menteri Tito tersebut baru sebatas rencana. Kementerian Dalam Negeri belum memiliki rancangan aturan yang dimaksudkan. “Tapi penunjukan penjabat kepala daerah selama ini juga berdasarkan sejumlah aturan yang sudah ada,” kata dia.
INDRI MAULIDAR | DEWI NURITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo