Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Iswanto alias Isy Kariman alias Zaim, mantan komandan kelompok Mujahidin di Poso mengisahkan perjalanan hidupnya sebagai teroris dan kini menjadi seorang guru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Iswanto, dia bergabung dan dibaiat oleh salah satu pemimpin gerakan radikal di saat usianya baru 19 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Iswanto, yang ada dalam pikiran mudanya saat itu hanyalah tentang Jihad menegakkan keadilan bagi Islam. "Konflik Poso menjadi tempat praktek pertama bagi saya dalam berjihad. Sejak saat itu saya pindah ke Maluku Tengah dan beberapa wilayah konflik yang ada di Sulawesi,” ujar Iswanto di Aula Lantai II Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Jember, Senin 30 April 2018.
Iswanto juga mengatakan, di usia yang relatif muda saat itu dirinya terus mendalami ilmu agama. Selain itu Iswanto juga mendapatkan ilmu dan pendidikan militer mulai persenjataan, strategi, termasuk ilmu perakitan dan pengaktifan bom. “Semua materi yang berkaitan dengan jihad dari ilmu dasar-dasar militer hingga ilmu yang paling berbahaya seperti perakitan dan pengaktifan bom sudah saya dapatkan dan saya kuasai," kata dia.
Namun saat itu Iswanto yang sempat dipromosikan ke Pakistan gagal berangkat karena tak mendapat visa.
Kehidupan Iswanto sebagai anggota kelompok teroris mencapai titik balik saat bom bali pertama meledak. Iswanto saat itu ditarik dari lapangan dengan alasan memberikan kesempatan pada orang lain untuk berjihad.
Namun tidak lama dari kepulangannya dari medan jihad Iswanto mendapatkan surat dari Ali Imron yang saat itu sudah narapidana terorisme.
“Saya mendapatkan surat dari Ali Imron yang merupakan guru yang telah mendidik saya. Dalam surat itu Ali imron berpesan agar saya tidak meneruskan apa yang selama ini telah dilakukan. Katanya apa yang dilakukan adalah salah,” ujar Iswanto.
Sejak saat itu Iswanto berpikir apa yang telah dia lakukan selama ini sebagai anggota jaringan teroris salah. Walau sebenarnya masih dengan berat hati kemudian dia memilih aktivitas baru dan tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Berakhirnya kerusuhan Poso membuatnya bingung hendak melakukan apa. “Sejak mendapatkan surat itu dan berakhirnya kerusuhan Poso membuat saya bingung mau perang dimana. Akhirnya saya melanjutkan sekolah. Saya ambil kejar paket C kemudian saya kuliah dan lulus," katanya.
Dia mengaku bersyukur mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah S 2. "Jadi pada masa itu kehidupan saya berubah drastis. Dari yang biasanya pegang senjata dan amunisi merancang perang. Kini berganti pegang laptop dan membuat silabus dan RPP di sekolah,” ujarnya.