Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Sosiologi Universitas Brawijaya Slamet Tohari membantah pemberitaan yang menyebutkan bahwa dia memberi izin mahasiswa untuk berunjuk rasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelumnya dalam berita Tempo.co berjudul Beberapa Dosen di Malang Izinkan Mahasiswa Demo Hingga Besok, disebutkan beberapa dosen di Malang memberi keleluasaan mahasiswa untuk mengikuti demonstrasi sampai Rabu, 25 September 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Penjelasan ini sekaligus menjernihkan kabar yang beredar selama ini. Slamet menegaskan bahwa wawancara pada berita tersebut tidak pernah dilakukan.
"Saya tidak pernah dimintai wawancara atau memberikan pernyataan tersebut kepada pers," katanya ketika dikonfirmasi mengenai izin mahasiswa meninggalkan bangku perkuliahan dan bergabung dengan mahasiswa lain.
Termasuk bergabung dengan barisan mahasiswa yang berunjukrasa menentang Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Acara Pidana (RKUHP) dan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada 24 September 2019 lalu, mahasiswa di Malang kembali diundang menduduki gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang. Mereka tergabung dalam Front Rakyat Melawan Oligarki. Ribuan mahasiswa diimbau membawa bekal makanan selama aksi, agar bisa leluasa menggelar aksi memprotes aturan perundang-undangan yang dianggap mengebiri hak rakyat.
Mahasiswa demo mengkritik revisi UU KPK yang berpotensi melumpuhkan KPK. Terutama dalam menangani perkara korupsi di sektor kehutanan, tambang dan perkebunan. RUU KUHP merampas kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Selain itu, RUU Pertanahan dikhawatirkan memfasilitasi perampasan tanah rakyat.
"Saya juga prihatin dengan kondisi DPR dan Presiden yang mempunyai rancangan UU yg merugikan masyarakat," katanya. Tetapi media masa, kata dia, harus tetap bersikap profesional dan menggunakan standar dan cara yang benar mendapatkan berita.