Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terpaksa mengakhiri kontrak tenaga honorer akibat kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintah. Meski Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa tidak akan ada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap tenaga honorer di lingkungan Kementerian/Lembaga (K/L), realitas di lapangan menunjukkan beberapa daerah sudah merasakan dampaknya.
Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan efisiensi anggaran sebesar Rp 306,69 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. Target efisiensi ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, yang mewajibkan kementerian dan lembaga untuk memangkas anggaran yang dinilai tidak esensial dan memprioritaskan pelayanan publik.
Meski pemerintah memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak akan berdampak pada tenaga honorer di K/L, laporan di lapangan menunjukkan bahwa di beberapa daerah tenaga honorer justru mengalami pemutusan kontrak akibat keterbatasan anggaran.
Salah satu contohnya terjadi di Jember, Jawa Timur, di mana 16 tenaga honorer penjaga palang pintu perlintasan kereta api diberhentikan karena anggaran daerah tidak mencukupi untuk memperpanjang kontrak mereka.
Menurut Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Jember, Agus Wijaya, tidak adanya dasar hukum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 untuk memperpanjang kontrak tenaga honorer menjadi kendala utama. Akibatnya, palang pintu perlintasan sempat tidak terjaga sebelum akhirnya relawan dan petugas Dishub turun tangan.
Menurut Jaminan Sosial Institute (Jamsos Institute), kebijakan efisiensi anggaran dapat berdampak luas pada ekosistem ekonomi. Direktur Eksekutif Jamsos Institute, Andy William Sinaga, menyebut bahwa pemangkasan anggaran dapat menurunkan daya beli masyarakat akibat kehilangan pekerjaan. Hal ini terutama akan dirasakan di sektor jasa, seperti perhotelan, yang bergantung pada kegiatan pemerintah.
Selain itu, ribuan tenaga honorer di berbagai lembaga pemerintah pusat dan daerah juga diprediksi akan kehilangan pekerjaan karena kontrak kerja mereka tidak diperpanjang. Mayoritas dari mereka sudah berkeluarga, sehingga pemutusan hubungan kerja akan berdampak langsung pada kesejahteraan keluarga mereka.
Tidak hanya itu, pemangkasan anggaran juga dinilai akan menghambat program-program kementerian yang berdampak langsung pada masyarakat, seperti perbaikan infrastruktur, transportasi, dan pertanian. Dengan berkurangnya anggaran untuk penyuluhan dan bantuan kepada petani serta usaha kecil menengah, potensi degradasi ekonomi semakin besar.
Sebagai langkah antisipasi, Jamsos Institute menyarankan agar pemerintah mendorong BPJS Ketenagakerjaan untuk lebih proaktif dalam menyediakan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi tenaga honorer yang kehilangan pekerjaan. Program ini diharapkan dapat menjadi solusi sementara bagi para pekerja terdampak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa penelitian lebih lanjut akan dilakukan untuk memastikan bahwa langkah efisiensi anggaran tidak berdampak negatif terhadap tenaga honorer. Pemerintah juga sedang mencari solusi agar belanja pegawai, termasuk tenaga honorer, tetap terjaga tanpa mengorbankan pelayanan publik.
David Priyasidarta ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Cara BRIM hingga KY Siasati Berkurangnya Dana karena Efisiensi Anggaran
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini