Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan atau Menkopolkam Budi Gunawan mengeklaim kinerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di tiga bulan pertama sudah menyelamatkan uang negara sebesar Rp 6,7 triliun dari kasus korupsi. Dia menyatakan dana itu berasal dari berbagai kasus korupsi yang ditindak oleh aparat penegak hukum lewat Desk Koordinasi Pencegahan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Desk khusus pencegahan korupsi itu dibentuk oleh Menkopolkam beberapa saat setelah dilantik. Desk itu dipimpin oleh Jaksa Agung, dengan bersinergi bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait, seperti Polri, KPK, PPATK, OJK, Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian Imigrasi dan Permasyarakatan, Kementerian Hukum, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kementerian Investasi, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, hingga Kantor Komunikasi Kepresidenan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah juga mengklaim memulihkan aset berupa emas logam senilai Rp 84 miliar. "Jumlah ini belum termasuk hasil sitaan dari KPK dan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Polri," kata Budi dalam keterangan resminya, Kamis, 30 Januari 2025.
Budi memastikan uang dan aset yang diselamatkan dari kasus korupsi bakal dikembalikan ke negara. Sebab, barang sitaan dari para koruptor itu merupakan hak negara yang disalahgunakan. "Pemerintah tidak hanya berkomitmen dalam menindak tegas pelaku korupsi, tapi memastikan aset negara yang diselewengkan dapat kembali untuk kepentingan masyarakat," ujarnya.
Eks Kepala Badan Intelijen Negara ini juga mengatakan bahwa pemerintah melalui desk ini telah berupaya memperbaiki tata kelola pemerintahan. Tujuannya untuk mencegah terjadinya kasus korupsi yang berulang di masa mendatang. "Perbaikan tata kelola dan good governance terus dilakukan agar tidak menjadi celah berulang bagi tindakan korupsi," kata dia.
Kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran di aspek pemberantasan korupsi diragukan oleh Indonesia Corruption Watch atau ICW. Peneliti ICW Yassar mengatakan agenda pemberantasan kasus rasuah oleh Kabinet Merah Putih bakal menghadapi jalan terjal.
Alasan utama, ICW melihat adanya pemudaran dalam komitmen pemberantasan korupsi. Yassar lantas mencontohkan pernyataan Presiden Prabowo Subianto dan jajarannya.
Misalnya, pernyataan Prabowo dalam pertemuan dengan pelajar Indonesia di Kairo, Mesir pada 18 Desember 2024 lalu. Saat itu, kata Yassar, Ketua Umum Partai Gerindra tersebut mengatakan akan memberikan kesempatan bagi para koruptor untuk 'bertaubat'. Namun, harus lebih dulu mengembalikan kerugian negara hasil korupsi.
Menurut Yassar, pernyataan itu sepintas terkesan baik. "Tapi jika kami telisik lebih dalam, pernyataan ini jelas tidak mempunyai dasar hukum yang kredibel," ujarnya.
ICW menilai, pernyataan pemerintah hendak memaafkan koruptor adalah upaya untuk memanipulasi hukum, yang berpotensi menimbulkan dampak buruk dan patut dikhawatirkan. Sebab, dia menilai situasi pemberantasan korupsi belakangan ini memprihatikan.
ICW melakukan pemantauan tren persidangan perkara korupsi pada Berdasarkan hasil pemantauan 2019 hingga 2023. Pada 2019, ada 1.019 kasus rasuah dengan 1.125 terdakwa. Setahun kemudian, jumlahnya meningkat menjadi 1.218 perkara dan 1.298 terdakwa. Pada 2021 juga terjadi peningkatan, dengan 1.282 perkara dan 1.404 terdakwa.
Jumlah persidangan kasus korupsi terus melonjak naik pada 2022, menjadi 2.056 kasus dengan 2.249 terdakwa. Pada 2023 mengalami penurunan, dengan 1.649 kasus dan 1.718 terdakwa. Sedangkan tren kerugian negara pada 2019-2023 juga cenderung mengalami kenaikan. Sementara itu, jumlah pemulihan kerugian lebih rendah. Pada 2019, kerugian negaranya adalah Rp 12 triliun dengan pemulihan Rp 0,7 triliun. Pada 2020 jumlahnya meningkat, kerugian negara mencapai Rp 56,7 triliun dengan pemulihan Rp 19,6 triliun.
Setahun kemudian, kerugian negara sebanyak Rp 62,9 triliun dengan pemulihan hanya Rp 1,4 triliun. Pada 2022, kerugian negara akibat kasus korupsi sejumlah Rp 48,7 triliun dengan pemulihan Rp 3,8 triliun. Sedangkan pada 2023, kerugian negara mencapai Rp 56 triliun dengan kerugian negara Rp 7,3 triliun.
Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.