Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Insan Tuli Menikah, Bagaimana Ijab Kabul dan Pengurusan di KUA

Penghulu belum tentu mengerti apa yang disampaikan oleh calon mempelai dari kalangan insan tuli.

25 Mei 2019 | 10.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pasangan menikah. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Proses pernikahan bagi pasangan insan tuli yang beragama Islam dilakukan dengan cara berbeda. Ijab kabul pengantin pria dengan wali nikah pengantin wanita yang dilakukan secara lisan diganti dengan bahasa isyarat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia atau Gerkatin, Bambang Prasetyo mengatakan harus ada penerjemah bahasa isyarat yang bertugas mendampingi calon mempelai ketika menghadap penghulu, maupun kepada wali nikah calon mempelai perempuan.

"Sebab penghulu belum tentu mengerti apa yang disampaikan oleh calon mempelai dari kalangan insan tuli," Bambang melalui juru bahasa isyarat saat diskusi kelompok terfokus penguatan fiqih disabilitas di kantor PBNU, Jakarta, Kamis 23 Mei 2019.

Tak hanya bertugas menerjemahkan lafaz ijab kabul, penerjemah bahasa isyarat juga menjembatani bahasa tausiah pernikahan. Penerjemah juga diperlukan untuk mendampingi proses pengurusan administrasi pendaftaran pernikahan di kantor urusan agama.

Selama ini, menurut Bambang Prasetyo, beberapa insan tuli mencoba mengucapkan lafaz ijab qabul dengan bahasa verbal. Yang terjadi adalah penghulu maupun wali nikah tidak mengerti apa yang disampaikan mempelai pria. Persoalan ini dikhawatirkan berpengaruh pada ketentuan hukum Islam yang mengatur tentang pernikahan.

Menanggapi permasalahan tersebut, Direktur Jenderal Bina Masyarakat Islam, Kementerian Agama, Muhammadiyah Amin mengatakan harus ada pembicaraan dan koordinasi lebih lanjut mengenai pelayanan KUA bagi penyandang disabilitas. "Karena prosesi pernikahan itu ada yang dilakukan di dalam kantor urusan agama dan ada yang di luar kantor urusan agama," ujar Muhammadiyah Amin.

Koordinasi ini diperlukan lantaran Kementerian Agama mengurusi lebih dari 45 ribu kantor urusan agama di seluruh Indonesia, dengan jumlah pendaftaran pernikahan rata-rata 2 juta pasangan setiap tahun. Di antara pasangan mempelai itu, petugas KUA belum tentu dapat mengidentifikasi mana calon mempelai yang merupakan insan tuli.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus