Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi menilai ada motif lain di balik video kemarahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi terhadap jajaran kabinetnya, yang diunggah pada 28 Juni 2020. Video tersebut baru diunggah 10 hari setelah pidato itu dilakukan Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ini jelas bukan kebetulan, tapi ada unsur kesengajaan untuk mengingatkan kepada internal kabinet bahwa 'ancaman' reshuffle tadi tidak main-main," kata Burhanudin saat dihubungi Tempo, Ahad, 28 Juni 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam video berdurasi 10 menit itu, Jokowi menegur keras jajaran menterinya yang ia sebut belum satu perasaan, terhadap adanya sense of crisis di Indonesia akibat Covid-19. Ia menuding tak ada progres signifikan yang dibuat para menterinya dalam menanggulangi pandemi ini. Bahkan, Jokowi mengancam akan membubarkan lembaga atau mereshuffle kabinetnya jika diperlukan.
Burhanudin melihat langkah ini juga sekaligus melihat reaksi publik atas rencana kebijakan yang akan diambil. "Kedua, bagian dari testing the water untuk melihat reaksi publik jika reshuffle benar-benar terjadi," kata Burhanudin.
Secara umum, Burhanudin mengatakan pidato Jokowi tersebut cukup bagus. Ia menyebut Jokowi mampu menegaskan poin masih adanya perbedaan sense of crisis di antara menterinya, karena wabah pandemik yang menghantam Indonesia dan dunia dalam tiga bulan terakhir.
Namun, Burhanudin juga menyayangkan Jokowi baru melakukan hal ini sekarang. Pasalnya, ia melihat masalah lambatnya penanganan Covid-19 di Indonesia sudah terjadi sejak jauh-jauh hari dan dirasakan oleh banyak masyarakat.
"Pidato yang menunjukkan sinyal reshuffle kabinet ini relatif terlambat karena indikasi kurang bekerjanya mesin kabinet dalam merespons wabah ini sudah terlihat sejak awal," kata Burhanudin.