Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan wakilnya, Gibran Rakabuming Raka dalam tiga bulan terakhir beberapa di antaranya maju-mundur alias nanggung. Ibarat cek ombak, regulasi-regulasi tersebut terkesan tidak matang dan diubah atau dibatalkan setelah disorot publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan yang dibatalkan adalah soal regulasi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen, kemudian menyusul ihwal larangan liquefied petroleum gas atau elpiji 3 Kg untuk pengecer. Teranyar pemerintah juga batal memangkas anggaran beasiswa dan batal memecat sejumlah pegawai di lembaga negara buntut efisiensi anggaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majalah Tempo dalam laporan bertajuk “Kabut Tebal Kebijakan Ekonomi” menyebutkan bahwa maju-mundurnya kebijakan pemerintahan Prabowo ini mengindikasikan kelemahan, atau malah ketiadaan, peran teknokrat dalam Kabinet Merah Putih. Kondisi ini juga menunjukkan tidak adanya kesatuan dalam kebijakan ekonomi pemerintah.
Pemerintah batal tetapkan kenaikan tarif PPN 12 persen
Wacana kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen ramai diperbincangkan pada penghujung 2024. Kebijakan tersebut rencananya mulai berlaku per 1 Januari 2025. Adapun alasan kenaikan ini disebut untuk meningkatkan penerimaan negara karena rasio pajak Indonesia rendah.
Dalam perjalanannya, rencana ini ramai ditolak dari berbagai kalangan. Pemerintah sempat mengecualikan tiga barang yang tak kena PPN 12 persen, yakni minyak goreng jenis Minyakita, tepung, dan gula industri. Tetapi, pada akhrinya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membatalkan rencana kenaikan PPN tersebut.
“Semua barang jasa yang lain yang selama ini 11 persen, tetap 11 persen,” kata Sri Mulyani, Selasa, 31 Desember 2024.
Sri Mulyani mengatakan penerapan tarif PPN 12 persen berlaku hanya untuk barang mewah. Keputusan itu diambil oleh pemerintah setelah mempertimbangkan beragam aspek ekonomi. Pemerintah berusaha untuk menjaga agar daya beli masyarakat terus terjaga dan menciptakan keadilan.
Pemerintah batal larang elpiji 3 Kg dijual pengecer
Per 1 Februari 2025, pemerintah menghentikan penjualan elpiji 3 kg untuk pengecer. Masyarakat hanya bisa membeli gas melon itu di pangkalan resmi Pertamina. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia beralasan larangan itu dilakukan untuk mencegah permainan harga.
“Laporan yang masuk ke kami itu kan ada yang memainkan harga. Ini jujur saja,” kata Bahlil saat ditemui di kantornya Senin, 3 Februari 2025.
Setelah menuai polemik karena menyebabkan kelangkaan dan masyarakat kesulitan mendapatkan gas melon, sebutan elpiji 3 Kg, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan kebijakan larangan bukan dari Presiden Prabowo.
“Sebenarnya ini bukan kebijakan dari Presiden untuk kemudian melarang itu. Tapi melihat situasi dan kondisi, tadi Presiden turun tangan untuk menginstruksikan agar para pengecer bisa dapat berjualan kembali,” kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa, 4 Februari 2025.
Kebijakan Bahlil itu dibatalkan oleh Prabowo setelah memanggil Menteri ESDM ke Istana Kepresidenan. Pembatalan tersebut kemudian resmi disampaikan melalui Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi. Pengecer kembali bisa menjual gas melon.
“Hari ini, para pengecer bisa kembali berjualan agar tidak terjadi kesulitan akses elpiji di masyarakat,” ujar Hasan, saat dikonfirmasi media, Selasa.
Pemerintah batalkan rencana potong anggaran beasiswa
Belum lama ini.Presiden Prabowo menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025. Prabowo menargetkan efisiensi anggaran kementerian dan lembaga pada 2025 dapat membuat negara hemat hingga Rp 306,69 triliun.
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) adalah salah satu kementerian yang terdampak. Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek Togar M. Simatupang mengatakan kementeriannya terkena pemangkasan anggaran sebesar Rp 22,5 triliun dari total pagu anggaran 2025 Rp 57,6 triliun.
Buntutnya, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan sejumlah anggaran beasiswa yang dikelola Kemendiktisaintek berpotensi dikurangi menyusul adanya efisiensi anggaran pemerintah. Di antaranya Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K).
“Beasiswa ada KIP kuliah, pagu awalnya Rp 14,698 triliun, kemudian efisiensi oleh Ditjen Anggaran (Kemenkeu) sebesar Rp 1,31 triliun, (besarnya) 9 persen,” kata Satryo dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, Rabu, 12 Februari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Belakangan Togar mengatakan Kemendiktisaintek kembali memastikan dana beasiswa tidak menjadi subjek yang dipangkas dalam efisiensi anggaran pemerintahan. Ia menegaskan Komisi X DPR menekankan anggaran beasiswa, yang merupakan bagian dari komponen anggaran belanja sosial, tidak menjadi hal yang terkena efisiensi anggaran pemerintah
“Untuk beasiswa tidak mengalami program efisiensi,” kata dia di Jakarta pada Kamis, 13 Februari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Batal PHK pegawai buntut efisiensi anggaran
Buntut efisiensi anggaran, sejumlah pegawai di lembaga penyiaran negara, Radio Republik Indonesia (RRI) dan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI, dipulangkan alias pemutusan hubungan kerja (PHK).
Awalnya pagu anggaran TVRI pada 2025 sebesar Rp 1,52 triliun. Lalu pemerintah memangkasnya 48 persen menjadi Rp 1,06 triliun. Sedangkan pagu anggaran RRI pada 2025 sebesar Rp 1,07 triliun. Pemerintah memangkas anggaran RRI sebesar Rp 170 miliar sehingga menjadi Rp 899 miliar.
Setelah viral dan menjadi pembicaraan, kini TVRI dan RRI akan memanggil kembali pekerja yang diberhentikan imbas pemangkasan anggaran tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Utama TVRI Iman Brotoseno usai rapat bersama Komisi VII DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2025.
“Kami akan menindaklanjuti setelah rapat ini tidak ada lagi semacam dirumahkan atau pengurangan honor dan hal-hal yang berkaitan dengan pegawai dan kontributor,” katanya.
Dani Aswara, Hammam Izzuddin, Hendrik Yaputra, Sapto Yunus, Adil Al Hasan, Vedro Imanuel Girsang, Dede Leni Mardianti, Yolanda Agne, M. Rizki Yusrial, Hanin Marwah, Ilona Estherina, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.